Dua Frasa Terindah di Dunia: Love for All, Hatred for None

2146

Akhir-akhir ini, perdamaian dunia kembali diuji. Banyak sekali peristiwa yang seakan-akan menghapus perdamaian di muka bumi ini terjadi tak hanya di Indonesia, bahkan juga di belahan bumi lainnya.

Peristiwa demi peristiwa itu seakan kembali memperingatkan kita bahwa perdamaian bukanlah hal yang mudah untuk ditegakkan di dunia ini. Sebaliknya kekacauan, kerusuhan, dan kebiadaban seakan-akan menjadi hal yang lumrah terjadi di dunia ini.

Melihat peristiwa-peristiwa tersebut, penulis menjadi mulai tergerak untuk mencari hal apa yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kembali perdamaian di dunia ini, karena perdamaian bukanlah hanya sebuah slogan yang digaung-gaungkan oleh kita, akan tetapi kita juga harus melakukan usaha-usaha agar perdamaian itu bisa terwujud.

Banyak dari kita yang melakukan aksi damai seperti doa bersama berkumpul di suatu tempat sebagai bentuk aksi nyata untuk menunjukkan simpati dan mengutuk peristiwa-peristiwa yang terjadi. Namun, penulis merasa hal tersebut hanyalah solusi jangka pendek yang mungkin tidak akan memberikan efek jangka panjang terhadap kondisi dunia saat ini.

Penulis merasa semua harus dikembalikan kepada setiap individu itu sendiri untuk dapat menanamkan nilai-nilai kedamaian dalam diri kita, karena justru perubahan dalam diri kita sendiri itulah yang merupakan aksi nyata yang dapat berdampak jangka panjang.

Lalu bagaimana caranya menanamkan nilai-nilai perdamaian dalam diri kita? Penulis akhirnya teringat pada dua buah frasa yang selalu ditanamkan pada diri penulis sejak masih kanak-kanak. Dua buah frasa sederhana yang mudah diingat tetapi memiliki makna yang sangat dalam dan mungkin akan sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk oleh penulis.

Namun demikian, justru dua frasa inilah yang jika kita dapat terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari, dapat menjadi solusi terbaik untuk menciptakan perdamaian dunia.

Frasa tersebut selalu digaungkan oleh para anggota Jamaah Muslim Ahmadiyah. Mohabbat sab ke liye, nefrar kisi se nehiatau yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Love for All, Hatred for None (Cinta kasih untuk semua, Kebencian tidak untuk siapa/apapun).

Frasa ini dicetuskan oleh Khalifah Ketiga Jamaah Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad rh. Pada tahun 1980, beliau memberikan pidato saat peletakan batu pertama Masjid Basyarat di Spanyol yang kemudian menghasilkan dua buah frasa yang sangat indah tersebut.

Sungguh frasa yang sangat sederhana, namun mengandung makna yang sangat dalam jika kita renungi lebih jauh. Untuk itu mari kita renungi bersama dua frasa ini.

Pada frasa pertama, Love for All atau yang mungkin dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘cinta kasih untuk semua’, terdapat makna yang ingin disampaikan oleh Khalifah Ahmadiyah bahwa cinta kasih harus diberikan kepada semua makhluk tanpa terkecuali. Makna ini tentu lebih dalam dari sekadar ungkapan I love you yang hanya ditujukan ke individu tertentu saja.

Namun, Khalifah Ahmadiyah dalam frasa yang dicetuskannya menginginkan bahwa cinta kasih itu ditujukan kepada semua tanpa terkecuali. Itu berarti, cinta kasih itu harus diberikan kepada semua manusia tanpa melihat asal-usul atau identitas yang melekat pada diri mereka. Bahkan juga harus diberikan kepada semua makhluk ciptaan Tuhan lainnya tanpa terkecuali.

Sebenarnya, kita mungkin sering juga mendengar atau sudah mengetahaui beberapa frasa ataupun kalimat tentang love atau cinta kasih lainnya seperti Make Love, not War (Sebarkan cinta, bukan perang) atau sabda termahsyur dari Nabi Isa as., “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Matius 5:44)[1].

Frasa Make Love, not War sendiri pertama dicetuskan pada tahun 1960-an oleh sekelompok masyarakat di Amerika Serikat yang menolak adanya Perang Vietnam. Jika digali lebih dalam, frasa ini memang mengajak kita untuk menyebarkan cinta kasih dan menolak peperangan.

Akan tetapi dalam frasa ini tidak dijelaskan secara spesifik kepada apa atau siapa kita harus memberikan cinta kasih itu. Bisa saja hanya kepada orang-orang tertentu atau kelompok tertentu, tidak semua orang atau bahkan ke makhluk Tuhan lainnya.

Berlanjut ke sabda Nabi Isa as., kalimat ini pada dasarnya merupakan salah satu kalimat yang indah yang dikeluarkan oleh Nabi Isa as. Tetapi dalam kalimat ini cinta kasih itu hanya ditujukan kepada musuh-musuh kita. Ya mungkin memang sabda beliau dapat ditafsirkan bahwa ketika kita sudah pada tahap dapat memberikan cinta kasih kepada musuh-musuh kita, secara otomatis kita juga sudah memberikan cinta kasih kepada orang-orang yang tidak memusuhi kita.

Namun, hal itu tidak dituangkan secara eksplisit dalam kalimat tersebut. Ditambah lagi, cakupannya mungkin hanya kepada sesama manusia kita saja, tidak mencakup cinta kasih kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan.

Hal inilah yang kemudian disempurnakan dalam ajaran Islam seperti yang dicetuskan oleh Khalifah Ahmadiyah dalam frasanya bahwa cinta kasih itu harus benar-benar ditujukan kepada objek yang mencakup seluruh ciptaan Tuhan.

Lalu pada frasa kedua, Hatred for None yang dapat kita terjemahkan ‘Kebencian tidak untuk siapa/ataupun’. Mengapa diterjemahkan ‘siapa/ataupun’? Karena kata none memiliki definisi ‘tidak satupun (dari kelompok orang/benda)’[2]. Itu artinya, kata none dapat dipadankan dengan siapa/apapun karena tidak hanya mencakup sekelompok manusia, tetapi juga benda dan juga makhluk ciptaan Tuhan lainnya.

Lagi-lagi, kalau penulis boleh menafsirkannya, dalam frasa ini Khalifah Ahmadiyah ingin menyampaikan makna yang kurang lebih sama dengan frasa pertama tetapi dari sudut pandang sebaliknya yaitu kebencian tidak boleh diberikan kepada siapapun atau apapun tanpa terkecuali.

Frasa ini sangatlah sederhana tetapi entah kenapa sepertinya sangat sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seakan-akan kebencian atau permusuhan itu adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat dielakkan oleh kita semua.

Kemudian, penempatan frasa Love for All di depan frasa Hatred for None juga menunjukan bahwa kita semua harus terlebih dahulu memberikan cinta kasih kepada semua makhluk, baru kita dapat beralih ke tahap selanjutnya yaitu menghapus kebencian kita kepada siapapun dan apapun. Hal ini disebabkan karena sepertinya, jika melihat sifat alamiah manusia, akan lebih mudah bagi kita untuk mencintai dibandingkan menahan rasa benci kita.

Sebagian dari kita mungkin tahu salah satu ungkapan Forgiven but not forgotten (Dimaafkan tapi tidak dilupakan). Dalam ungkapan ini terlihat jelas bahwa manusia lebih mudah untuk memaafkan/memberikan cinta kasih kepada orang lain. Tapi manusia tidak akan mudah melupakan suatu kesalahan atau dengan kata lain dalam hati manusia tersebut masih ada rasa benci terhadap seseorang/sesuatu karena dia belum melupakan hal itu.

Makna-makna tersebut di ataslah yang kemudian diajarkan oleh Khalifah Ahmadiyah kepada kita dalam dua frasa indahnya, Love for All, Hatred for None yaitu untuk mencapai perdamaian yang sejati di dunia ini. Setiap manusia harus menanamkan dalam diri mereka bahwa cinta kasih harus diberikan kepada semua makhluk Tuhan dan juga tidak ada satupun makhluk Tuhan yang patut untuk dibenci oleh kita.

Love for All, Hatred for None adalah solusi nyata bagi kita semua untuk meneladani ajaran yang dibawa oleh Nabi Besar Muhammad saw., yaitu Islam adalah rahmat bagi sekalian alam, seperti yang tertera dalam dua hadits berikut:

[1] “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pada suatu ketika ada seorang laki-laki sedang berjalan melalui suatu jalan, lalu dia merasa sangat kehausan. Kebetulan dia menemukan sebuah sumur, maka dia turun ke sumur itu untuk minum. Setelah keluar dari sumur, dia melihat seekor anjing menjulurkan lidahnya dan menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata dalam hatinya, ‘Alangkah hausnya anjing itu, seperti yang baru ku alami.’ Lalu dia turun kembali ke sumur, kemudian dia menciduk air dengan sepatunya, dibawanya ke atas dan diminumkan kepada anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepada orang itu (diterima-Nya amalnya) dan diampuni-Nya dosanya. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, dapat pahalakah kami bila menyayangi hewan-hewan ini? Beliau saw. menjawab, “ya setiap menyayangi makhluk hidup adalah berpahala.” [HR Imam al-Bukhâri dalam Kitabul Musaqah, bab keutamaan memberi minum, 5/40, no. 2363]

[2] “Apakah pernah datang kepadamu satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?” (tanya istri beliau saw., Aisyah ra.)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa’âlib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril, lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain’.”

Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”. [HR. Al-Bukhari no. 3059 dan Muslim no. 4754].

Dua hadis di atas adalah contoh sempurna yang diperlihatkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. tentang bagaimana mengimplementasikan dua frasa Love for All, Hatred for None. Bagaimana beliau saw. mengajarkan kepada kita semua untuk menyayangi tak hanya sesama manusia. Bahkan hewan yang diharamkan pun tetap dikasihi.

Lalu bagaimana beliau juga mengajarkan bagaimana memaafkan dan malah mendoakan kaum yang menzalimi beliau saw. Tidak terlihat sedikitpun rasa benci ataupun dendam dalam diri beliau saw., walaupun adanya penolakan yang begitu kerasnya dari kaum tersebut. 

Untuk itu, sepertinya sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita saat ini untuk merenungkan, menanamkan, serta menerapkan dua frasa terindah di dunia itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti saat menghadapi konflik ataupun mendengar hal atau pemahaman yang berbeda dari kita.

Sehingga dengan menanamkan nilai-nilai ini ke dalam perubahan diri kita sendiri, perdamaian dunia yang sangat diidam-idamkan itu dapat terwujud dengan sempurna di bumi tercinta kita ini. Bukankah cara termudah mengubah sesuatu menjadi lebih baik adalah dengan cara memulai segalanya dari diri kita sendiri?


Oleh: Mubarik Ahmad

Sumber:

  1. http://alkitab.sabda.org/verse.php?book=mat&chapter=5&verse=44
  2. https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/none

Sumber Gambar: themuslimtimes.info