Jika Tuhan Ada, Perlihatkanlah!

1940

Wahai orang yang beragama coba tunjukkan wujud Tuhan bila memang Dia ada! Inilah salah satu keberatan para ateis yang paling sering disampaikan padahal mereka tahu bahwa tak akan ada seorang pun yang dapat melakukannya bahkan Nabi Tuhan sekalipun. Namun apakah tidak tampaknya suatu wujud mengindikasikan tidak adanya wujud tersebut?

Penyebab merebaknya ateisme terutama di Eropa adalah sangat berkaitan dengan sejarah kelam antara para ilmuwan (ilmu pengetahuan modern) dan  Gereja Katolik abad pertengahan (lembaga agama). Gereja menentang para ilmuwan dan penemuannya yang terkesan bertentangan dengan ayat-ayat Alkitab/Bible.

Bahkan beberapa ilmuwan meninggal dunia akibat hukuman dan perilaku buruk Gereja kepada mereka. Hal ini membuat para ilmuwan bahkan masyarakat awam berfikir bahwa Tuhan itu tidak ada karena tidak mungkin firman-Nya malah bertolak belakang dengan perbuatan-Nya di alam raya.

Kita semua bahkan Paus Yohanes Paulus II pun menyayangkan sikap Gereja saat itu. Hal ini telah dibahas lebih detail dalam tulisan “Konflik antara Galileo Galilei dan Gereja”.

Baik mari kita mulai membahas salah satu keberatan para ateis tentang Tuhan yakni, kenapa Dia tidak bisa dilihat oleh makhluk-Nya. Hazrat Mirza Tahir Ahmad rh. menulis dalam bukunya Revelation, Rationality, Knowledge and Truth halaman 294:

“Ketiadaan atau kekosongan informasi mengenai sesuatu tidak lantas menjadikan hal itu kemudian dianggap sebagai suatu yang tidak ada. Hal tersebut bisa jadi memang ada atau eksis namun masih gelap karena tersembunyi di balik tirai ketidak-tahuan manusia.”

Jadi meski kita tidak memiliki informasi berkenaan dengan Tuhan bukan berarti Tuhan tidak ada. Dengan demikian meskipun Tuhan tidak bisa dilihat langsung bukan berarti Dia tidak ada.

Dalam tulisan ini, penulis akan menyampaikan salah satu jawaban yang disampaikan oleh Khalifah kedua Komunitas Muslim Ahmadiyah, Hazrat Mirza Basyirudin Mahmud Ahmad ra. dalam pidatonya yang berjudul Hasti Bari Ta’ala  yang terdapat dalam buku Anwarul Ulum, jilid 6, halaman 282-285 dan beberapa poin penulis ambil dari buku Tablighi Pocket Book halaman 15.[1]

Jika Tuhan Ada, Perlihatkanlah!

Orang-orang ateis berkata, “Oke, kami akan beriman tapi coba tunjukkan Tuhan terlebih dahulu! Jika Tuhan ada seharusnya ada suara dari langit, ‘Wahai hamba-hamba-Ku berkumpullah! Aku akan menunjukkan Wajah-Ku kepada kalian’. Jika saja terjadi seperti itu setiap pagi dan sore hari maka semua orang akan beriman kepada Tuhan. Jadi jika Tuhan ada, perlihatkanlah! Niscaya kami akan beriman.”

Jawaban Singkat

Para sufi telah memberikan jawaban yang singkat untuk tuntutan ini yakni Tuhan itu dekat bahkan paling dekat. Dia itu Jauh bahkan paling jauh. Sedangkan benda yang demikian dekat atau demikian jauh itu tidak dapat tampak kepada kita.

Jadi Tuhan itu demikian jauhnya dari seorang hamba sehingga tidak bisa dilihat. Demikian juga Dia itu demikian dekatnya bahkan lebih dekat dari urat nadi sehingga tidak tampak kepada kita. Apakah pernah ada seseorang yang dapat melihat urat nadinya? Atau bila ada seseorang yang memasukkan wajahnya kedalam air maka apakah ia dapat melihat wajahnya?…seseorang (orang Jerman) bertanya, “Tuhan di mana? Jika Tuhan ada maka perlihatkanlah! Sosok yang indah pasti menampakkan dirinya. Jika Tuhan adalah sosok yang paling indah kenapa Dia bersembunyi?…seseorang menjawab, “saya menuliskan kata ‘Allah’ di kertas lalu memperlihatkannya pada orang (Jerman) itu dari jauh, orang (Jerman) itu berkata, ‘Sama sekali tidak tampak apapun’.

Lalu dikatakan kepadanya bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran, ‘Kami lebih dekat kepadanya (manusia) dari urat nadinya (urat leher)’(QS. Qof:17) lalu saya letakkan kertas itu tepat didepan matanya dan saya katakan, ‘jelaskanlah apa yang kamu lihat!’ dan orang (Jerman)itu menjawab, ‘Tidak tampak apapun’.”

Atas hal itu disampaikanlah kepadanya bahwa ketika Tuhan demikian dekat dengannya maka bagaimana mungkin Dia tampak kepadanya. Maka disampaikanlah jawaban kepada mereka yang menuntut agar bisa melihat Tuhan yakni karena Tuhan adalah Sosok Yang paling dekat dan paling jauh oleh karena itulah Dia tidak tampak.”

Cara Melihat Setiap Benda itu Berbeda

Untuk mengetahui adanya suatu benda itu berbeda caranya. Jadi meminta untuk menunjukkan Sosok Tuhan seperti halnya benda-benda lain yang bisa dilihat adalah permintaan yang tuna ilmu dan bertentangan dengan akal. Kapan kami sebagai umat beragama menyatakan bahwa Tuhan adalah benda lahiriah yang memiliki fisik sehingga bisa dilihat mata telanjang?

Para ateis ini menanyakan sesuatu yang berbeda jalurnya. Seperti halnya ada seorang nabi yang mendakwakan diri sebagai utusan Tuhan kepada seorang raja. Raja itu kebingungan apakah ia nabi yang benar atau bukan. Maka seorang mentrinya menyatakan bahwa mudah sekali dalam mengenali kebenaran seorang nabi bahkan saat ini pun bisa diuji. Lalu mentri tersebut memberikan gembok yang dikunci kepada nabi tersebut dan berkata, “jika kamu nabi yang benar maka bukalah gembok ini (tanpa kunci)!”. Nabi itu menjawab, “Aku mendakwakan diri sebagai Nabi Tuhan bukan sebagai tukang besi…”

Permintaan menteri inilah yang keadaannya sama dengan orang ateis yang mengaku sebagai ahli filsafat atau orang bijak yakni mereka meminta kepada umat beragama hal yang tidak pas dan tidak sesuai jalur.

Mereka seharusnya mengerti bahwa kami tidak mengimani Tuhan yang terbuat dari tepung gandum tidak pula yang terbuat dari batu. Kami menyatakan beriman kepada Tuhan Yang Maha Gaib yakni diluar nalar manusia untuk memahaminya juga tidak dapat dilihat oleh mata.

Tidak Semua Benda Diakui Keberadaannya lewat Penglihatan

Kita mengetahui adanya suatu benda, zat dan lain sebagainya tidak hanya melalui indra penglihatan. Banyak hal yang diakui keberadaannya lewat indra-indra yang lainnya seperti indra penciuman, pengecapan, peraba dan pendengaran contohnya angin, suara, aroma, dan lembutnya suatu benda. Perhatikan permintaan-permintaan berikut ini!

  • Perlihatkanlah bentuk wangi bunga mawar!
  • Perlihatkanlah bentuk (fisik) suara indahmu!
  • Perlihatkanlah kerasnya besi (dalam bentuk fisik)!

Jelaslah permintaan-permintaan tersebut adalah hal bodoh. Ketika tidak semua hal bisa diketahui keberadaannya lewat penglihatan maka betapa bodohnya mengatakan “kami akan beriman kepada Tuhan namun harus melihat-Nya terlebih dahulu.” Sebenarnya banyak eksistensi lain yang tidak bisa diketahui oleh kelima indra itu sendiri.

Contohnya adalah kondisi marah, kita tidak bisa mengetahui seseorang sedang marah hanya lewat lima indra semata. Misalnya saja, wajah dan perilaku si A tampak biasa saja namun didalam dirinya tengah bergolak api kemarahan kepada seseorang. Kemudian rasa sakit, kita tidak bisa mengetahui seseorang tengah sakit di bagian tertentu pada tubuhnya bila memang orang itu tampak biasa saja dan tidak menunjukkan rasa sakitnya.

Kemudian daya tarik magnet, kita tidak bisa melihat sama sekali daya tarik magnet terhadap besi meskipun kita mengakui keberadaan daya tersebut melalui tanda atau pengaruhnya terhadap besi. Hal lain lagi adalah pemikiran itu sendiri, tak ada seorang pun yang dapat melihat bentuk pikirannya karena pikiran bukanlah benda berfisik. Seorang Ahli Bedah Syaraf berkali-kali mengoperasi area otak seseorang atau mungkin bahkan otak itu sendiri tapi tidak pernah melihat bentuk fisik pemikiran pasien yang dioperasinya. Para ateis sendiri pun mengakui eksistensi hal-hal di atas tanpa melihatnya terlebih dahulu.

Terlebih lagi meskipun Tuhan bisa dilihat belum tentu semua orang akan beriman. Contohnya orang buta, bagaimana ia akan beriman bila memang iman kepada Tuhan menuntut seseorang untuk dapat melihat-Nya terlebih dulu sebagai bukti keberadaan-Nya? Dengan demikian ‘bisa dilihat’ tidak menjamin akan berimannya semua orang.

Bisa Dilihat adalah Suatu Cacat bagi Tuhan

Bila Tuhan bisa dilihat maka agama yang diturunkan-Nya akan menjadi sia-sia karena orang-orang beriman tanpa suatu ujian. Pahala yang ditetapkan bagi iman kepada Yang Gaib pun menjadi sia-sia. Suatu benda yang dapat dilihat itu terletak di posisi dan arah tertentu serta terbatas pada fisiknya (terikat dimensi ruang). Sedang wujud Allah Ta’ala itu tidak berada di posisi atau arah tertentu. Posisi dan arah hanya berlaku bagi makhluk.

Disisi lain suatu makhluk tidaklah bisa meliputi (ahathah karna:enclose,fence,surround) Penciptanya. Jika Dia bisa dilihat berarti Dia dapat diliputi oleh makhluk-Nya sendiri. Selain itu Dia juga akan terbukti sebagai wujud yang terbatas dan terikat dimensi ruang (seperti halnya makhluk lain) adapun keterbatasan (fisik) bagi Tuhan adalah suatu cacat atau kekurangan.

Contoh kasus, bila Dia ada di Amerika karena keterbatasan fisik dan memiliki posisi tertentu lalu bagaimana Dia akan dapat dilihat oleh orang lain di belahan dunia lainnya? Bagaimana Dia akan mengatur dan mengendalikan urusan hidup-mati makhluk-Nya di belahan dunia lainnya atau bahkan alam raya lainnya?

Ketahuilah! Tuhan sama sekali tidak memiliki keterbatasan demikian. Sosok seperti itu bukanlah Tuhan. Alih-alih akan diimani karena bisa dilihat, orang-orang malah meragukan kekuasaan-Nya.  

Zat Allah Ta’ala

Lalu bagaimana dengan Zat Allah Ta’ala? Tertulis dalam Al-Quran “Penglihatan mata tidak mencapai-Nya tetapi Dia mencapai penglihatan, dan Dia Mahahalus, Mahateliti.” (QS. Al-An’am:104). Ilmu atau pengetahuan bisa juga disebut absar/penglihatan. Oleh karena itu maksudnya adalah “Kalian tidak bisa mengetahui Sosok Tuhan melalui mata jasmani atau bahkan ilmu dan pemahaman sendiri. Tapi hanya ketika Dia sendiri memberikan pengaruh-Nya kepada kalian barulah kalian mengetahui keberadaan-Nya.”

Seperti halnya kita mengakui adanya daya tarik magnet karena efek atau pengaruh yang ia buat terhadap besi, demikian juga Allah Ta’ala yakni kita mengakui keberadaan-Nya karena efek, tanda dan pengaruh yang Dia tunjukkan sendiri kepada kita. Adapun pengaruh, tanda, mu’jizat, kehendak dan karya-Nya bagi makhluk-Nya dapat kita baca dalam kitab-kitab samawi seperti Al-Quran, Taurat, Injil, Kitab-kitab para Nabi di dalam Bible, Bhagawad Gita dan lain-lain.

Adapun ayat Alkitab Perjanjian Lama dan Baru yang kurang lebih senada dengan ayat diatas adalah,

“Engkau (Musa) tidak tahan memandang Wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” (Keluaran 33:20)

“Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia.” (1 Timotius 6:16)

Dengan demikian seorang manusia tidak akan sanggup melihat-Nya. Alih-alih bisa melihat-Nya, ia malah mati terkapar karena tak kuasa memandang-Nya. Apa itu yang diinginkan para ateis?

Inilah beberapa penjelasan untuk menjawab mereka yang meminta kita untuk menunjukkan Tuhan di hadapan mata mereka. Dengan memahami pemaparan di atas seseorang seharusnya menyadari dan memaklumi kenapa dia tidak bisa melihat Tuhan secara langsung.

Catatatan:

[1] Penjelasan ini adalah berupa poin-poin bukan terjemahan lengkap.


Oleh : Ammar Ahmad

Sumber Gambar: news.sky.com