Mengalah Bukan Berarti Kalah: Jalsah Salanah dan Perjanjian Hudaibiyah

143

Perjanjian Hudaibiyah
Dalam perjalanan sejarah Islam, mimpi sering kali menjadi petunjuk Ilahi yang memandu langkah para nabi dan umatnya. Salah satu kisah luar biasa adalah mimpi Rasulullah saw. yang menjadi dasar perjalanan ke Hudaibiyah, di mana beliau melihat dirinya bersama para sahabat memasuki Mekkah dengan damai, mencukur kepala mereka, memasuki Ka’bah, dan menerima kuncinya. Dengan penuh keyakinan, Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabatnya untuk perjalanan tersebut, yang dilakukan tanpa membawa senjata, hanya pedang dalam sarung seperti kebiasaan orang Arab. Ketika ditanya alasan tidak membawa perlengkapan perang meski ada ancaman dari Quraisy, beliau saw. menjelaskan bahwa tujuan mereka adalah umrah dengan damai, bukan untuk berperang.

Sebanyak 1.400 sahabat setia menemani Rasulullah saw. dalam perjalanan menuju Hudaibiyah. Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan penuh tantangan, mereka tiba di dekat Mekkah, tetapi orang-orang Quraisy dengan keras menolak kedatangan mereka dan menghadirkan ancaman nyata. Dengan kebesaran hati, Rasulullah saw. memilih diplomasi, memimpin negosiasi panjang hingga lahirlah Perjanjian Hudaibiyah.

Kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan menyelimuti hati para sahabat karena pada tahun itu mereka tidak dapat memasuki Mekkah seperti yang telah dilihat Rasulullah saw. dalam mimpinya. Perjalanan dari Madinah ke Mekkah memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, mengingat jarak yang cukup jauh antara kedua kota tersebut.[1]Selain itu, isi Perjanjian Hudaibiyah terasa sangat memberatkan umat Muslim. Peristiwa ini menjadi ujian keimanan yang sangat besar. Bahkan, Hazrat Umar ra. sempat merasakan keraguan dan mempertanyakan kebenaran mimpi Rasulullah saw. Namun, saat itu banyak yang belum menyadari bahwa perjanjian ini sebenarnya menjadi landasan penting bagi kemenangan besar Islam, yang akhirnya terbukti melalui peristiwa Fatah Mekkah beberapa tahun kemudian.

Sejarah Islam mencatat, ada kalanya umat Muslim harus mengalah demi hikmah yang lebih besar di masa depan. Dengan sudut pandang ini, penulis merenungi peristiwa pembatalan Jalsah Salanah Indonesia 2024 yang semula direncanakan berlangsung di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan. Betapa menyakitkan melihat persiapan panjang yang penuh dedikasi akhirnya harus dihentikan karena desakan pihak luar dengan alasan yang sulit dipahami. Gah Jalsah yang telah dirancang begitu megah harus digulung kembali, meninggalkan kesedihan mendalam di hati setiap Ahmadi. Meskipun demikian, seperti kisah-kisah dalam sejarah Islam, peristiwa ini juga mengajarkan keteguhan hati dan keyakinan bahwa ada hikmah besar yang menanti di balik setiap ujian.

Jalsah Salanah
Jalsah Salanah merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia, seperti di Inggris, Jerman, Ghana, dan Qadian. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat keimanan, meningkatkan ukhuwah Islamiyah, dan menyebarkan pesan Islam yang damai. Di berbagai negara, Jalsah Salanah biasanya dihadiri oleh ribuan hingga puluhan ribu orang dari berbagai negara dan latar belakang. Acara ini melibatkan berbagai kegiatan, seperti ceramah keagamaan oleh para mubaligh (ulama) Ahmadiyah, pembahasan ajaran Islam, kajian Al-Qur’an, shalat Tahajud berjamaah, serta doa-doa bersama. Beberapa negara mendapatkan kesempatan istimewa ketika Khalifah Ahmadiyah turut hadir dalam acara tersebut.

Jalsah Salanah juga menjadi momen untuk mempererat silaturahmi antaranggota Jemaat Ahmadiyah dan para tamu undangan dari luar Jemaat. Salah satu acara yang sering kali dinantikan adalah Baiat Internasional. Dalam momen ini, tergambar pemandangan luar biasa di mana semua manusia berkumpul di satu tempat, dengan satu visi, dan satu tujuan di bawah satu pimpinan. Tidak ada pertemuan serupa di belahan dunia mana pun.

Salah satu ciri khas Jalsah Salanah adalah penyampaian pesan oleh Khalifah Ahmadiyah yang disiarkan langsung ke seluruh dunia melalui MTA (Muslim Television Ahmadiyya). Ketika Khalifah berbicara, seluruh anggota Ahmadiyah di seluruh dunia diam, baik dalam keadaan duduk maupun berdiri, dengan penuh perhatian menyimak pesan yang akan disampaikan. Pesan-pesan ini biasanya mencakup ajakan untuk meningkatkan ketakwaan, memperkuat persaudaraan, berkontribusi positif dalam masyarakat, serta nasihat-nasihat yang relevan dengan zaman ini, yang memberikan petunjuk bagi anggota Jemaat untuk menghadapi kesulitan yang ada. Selain itu, Jalsah juga menjadi ajang untuk menampilkan berbagai program kemanusiaan yang dilakukan oleh Jemaat Ahmadiyah, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.

Dalam beberapa Jalsah di luar negeri, seperti di Inggris dan Jerman, kegiatan juga mencakup pameran sejarah Islam, bazar, dan layanan khusus bagi tamu-tamu non-Muslim agar mereka dapat memahami Islam lebih dekat. Semangat yang sama selalu hadir di Jalsah Salanah Indonesia, di mana acara ini dirancang untuk mencerminkan harmoni dan keindahan ajaran Islam, sekaligus memperkenalkan kontribusi Jemaat Ahmadiyah di Indonesia kepada para tamu.

Namun, sungguh disayangkan, acara yang memiliki tujuan mulia tersebut harus dibatalkan di Indonesia. Penulis hanya dapat menyampaikan bahwa kita sebaiknya menganggap pembatalan ini sebagai ujian kecil yang akan menguatkan keyakinan kita. Sebab, Jalsah Salanah yang sesungguhnya akan menjadi momentum besar pada tahun 2025, di mana Khalifah sendiri telah menyampaikan keinginannya untuk menghadiri Jalsah tersebut di Indonesia. Penulis terus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa jika Huzur, sebagai utusan Tuhan, memiliki rencana untuk datang, maka kehendak Allah akan mewujudkannya. Oleh karena itu, lihatlah pembatalan ini bukan sebagai akhir, melainkan sebagai langkah menuju peristiwa yang jauh lebih besar. Yakinlah bahwa ini adalah bagian dari rencana Allah Ta’ala yang sempurna, menuju kemenangan besar di masa depan.

Pembatalan ini juga membawa dampak lain yang tak terduga. Dalam beberapa hari, Jemaat Ahmadiyah menjadi viral di media. Banyak platform berita yang meliput peristiwa ini, sehingga publik mulai mengenal lebih jauh tentang Jemaat Ahmadiyah. Tak sedikit pula yang menjadi penasaran, bertanya-tanya apa itu Ahmadiyah dan mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi. Hal ini membuka peluang untuk memperkenalkan lebih banyak tentang keyakinan dan kontribusi Jemaat Ahmadiyah kepada masyarakat luas.Selain itu, kita juga dapat memahami lebih jelas siapa yang benar-benar mendukung kita dan siapa yang tidak, sehingga menjadi pelajaran berharga untuk langkah ke depan.

Kegagalan bukanlah akhir, melainkan sebuah koma yang mengarahkan kita untuk terus melangkah. Ia mengajarkan kita untuk tidak terpuruk dan berlama-lama dalam kesedihan. Kegagalan adalah salah satu cara Allah membentuk jiwa, memperkuat keimanan, dan mengingatkan kita akan tujuan yang lebih besar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُواْ أَن يَقُولُواْ أٰمَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ

“Apakah manusia menyangka, bahwa mereka akandibiarkan berkata, ‘Kami telahberiman,’ dan mereka tidak akandiuji?”[2]

Tanpa ujian dan kegagalan, kita tak akan tahu seberapa kuat iman kita. Oleh karena itu, alih-alih tenggelam dalam penyesalan, mari kita bersyukur atas pengalaman ini. Kita berkesempatan merasakan apa yang pernah dirasakan para sahabat Rasulullah saw. di masa lalu—suatu kehormatan yang tidak semua orang dapat miliki. Kegagalan ini adalah pelajaran, dan pada akhirnya, setiap ujian dari Allah membawa kita lebih dekat kepada-Nya.

Mari kita jadikan momen ini sebagai waktu untuk refleksi, baik secara individu maupun kolektif. Kegagalan hanya akan bermakna jika diiringi dengan evaluasi. Sudahkah kita mendirikan shalat lima waktu dengan khusyuk? Sudahkah kita bangun di sepertiga malam untuk Tahajjud? Sudahkah kita melaksanakan pengorbanan dengan penuh keikhlasan? Sudahkah kita terus berupaya memperbaiki diri? Dan sudahkah kita mendidik generasi penerus Jemaat dengan nilai-nilai keimanan yang kokoh?

Percayalah, perubahan besar dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan dengan konsisten. Mari kita perhatikan kembali nasihat Khalifah kepada kita. InsyaAllah, dengan persiapan yang lebih matang dalam keimanan dan amal perbuatan, kita akan mampu melaksanakan Jalsah Salanah tahun depan dengan penuh berkah. Maka, mari persiapkan diri kita, baik secara spiritual maupun fisik, untuk menyambut rencana besar Allah Ta’ala di masa depan.

Tulisan ini hadir sebagai ungkapan kesedihan penulis atas pembatalan Jalsah Salanah Indonesia 2024, yang penulis saksikan langsung. Meski mungkin tidak sebesar rasa kehilangan yang dirasakan para pembaca—mereka yang mungkin mengalami kerugian lebih besar dalam bentuk harta maupun upaya—percayalah bahwa kita semua sebagai satu Jemaat turut merasakan kesedihan yang sama.Namun, mari jadikan ini momen untuk bangkit. Jangan larut dalam penyesalan, tetapi syukurilah ujian ini sebagai cara Allah menguatkan iman kita. Bersama-sama, mari kita bangkit dan mempersiapkan diri untuk menyongsong 100 tahun perayaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Mari bangkit! Mari berjalan! Semoga Allah Ta’ala senantiasa merahmati kita semua. Aamiin.


Oleh : Ilham Sayyid Ahmad

Referensi :
[1] Jarak antara Madinah dan Mekkah pada masa lampau adalah sekitar 450 kilometer (280 mil), dengan waktu tempuh antara 7 hingga 10 hari menggunakan unta atau berjalan kaki. Namun, dengan adanya jalan modern yang telah dibangun, jarak antara kedua kota tersebut kini menjadi sekitar 436 kilometer, yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam menggunakan bus.
[2] Al-Ankabut: 3