Imam Mahdi dan Khalifah Menjadi Bukti Kebenaran Ahmadiyah
Khilafah merupakan janji Allah bagi orang-orang beriman, sebagaimana termaktub dalam QS An-Nur ayat 55[1]. Menurut Prof. Nadirsyah Hosen, para mufasir memiliki pandangan yang berbeda terkait cakupan janji ini[2]. Namun, tafsir seperti Fathul Qadir dan Al-Qurthubi menyatakan bahwa janji tersebut bersifat umum dan berlaku juga untuk masa setelah Nabi, termasuk masa kini dan masa depan. Dengan demikian, ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam tidak akan dibiarkan tanpa kepemimpinan selama mereka tetap beriman dan beramal saleh.
Setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924, berbagai gerakan dan inisiasi muncul di dunia Islam untuk menghidupkan kembali sistem khilafah. Pasca pembubaran Khilafah Ustmaniyah oleh Mustafa Kemal Atatürk, dunia Islam merespons dengan mengadakan dua kongres besar. Kongres Khilafah di Kairo pada Mei 1926, dan Kongres di Makkah pada Juni 1926, yang berakhir dengan kegagalan[3].
Hadis Tiga Putra Khalifah dan Harta Karun: Pertempuran Kekuasaan dan Bendera Hitam
Sebenarnya, ada hadis yang menginsyaratkan kembalinya khilafah ke muka bumi itu diawali dengan datangnya Imam Mahdi. Hadis tersebut dimulai dengan kalimat “Tiga individu akan saling berperang memperebutkan harta karun kalian (dan akan terbunuh), masing-masing dari mereka adalah putra seorang khalifah (penguasa), tetapi tidak satu pun dari mereka yang akan mendapatkan harta karun itu. Kemudian, bendera-bendera hitam akan muncul dari timur. Mereka akan membunuh kalian dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.” (Sunan Ibn Majah).
Prof. Nadirsyah menafsirkan bagian awal hadits ini secara historis[4]. Ia melihat konflik tiga putra khalifah sebagai gambaran konkret dari pertarungan internal dalam Dinasti Umayyah, khususnya antara Khalifah al-Walid II, Khalifah Yazid III, dan Khalifah Marwan II. Harta karun yang dimaksud adalah kekuasaan dan otoritas khilafah (kepemimpinan politik). Fakta bahwa “tidak satu pun dari mereka yang akan mendapatkan harta karun itu” secara langgeng menunjukkan kegagalan mereka dalam mempertahankan kekuasaan atau kekhilafahan.
Selanjutnya, Prof. Nadirsyah mengaitkan kemunculan “bendera-bendera hitam dari timur” dengan kemunculan Dinasti Abbasiyah. Jenderal Abu Muslim yang memimpin pemberontakan dari Khurasan (wilayah Timur) dengan bendera hitam dan kemudian disusul oleh Khalifah Abul Abbas yang digelari As-Saffah (sang penumpah darah), secara historis memenuhi nubuat tentang pembunuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pada titik inilah nubuat hadits berlanjut: “Kemudian, ketika kalian melihatnya (Al-Mahdi), berbai’atlah kepadanya meskipun kalian harus merangkak di atas salju, karena sesungguhnya dia adalah Al-Mahdi, Khalifah Allah [Khalifatullah Al-Mahdi].”
Disini, seolah Nabi saw. bersabda bahwasanya situasi kepemimpinan Islam akan mengalami masa dimana umat akan saling berebut kekuasaan itu. Di tengah situasi carut-marut ini, Nabi saw. sudah berpesan pada kita, segeralah berbaiat kepada Imam Mahdi, meskipun harus merangkak diatas salju, jika kita sudah melihatnya.
Jika perintahnya berbaiat kepada Imam Mahdi maka sosok Imam Mahdi inilah yang akan menjadi Khalifah bagi umat Muslim. Pemenuhan janji Allah Ta’ala kepada umat Muslim, bahwa umat Muslim akan selalu dipimpin oleh seorang Khalifah, akan muncul di zaman Imam Mahdi kelak. Kenapa? Karena Imam Mahdi adalah sosok yang dipilih langsung oleh Allah, bukan oleh manusia. Hal ini terbukti pada penggalan kata Khalifatullah yang disematkan pada sosok Al Mahdi pada redaksi hadis diatas. Artinya Allah akan membangkitkan lagi Khalifah bagi umat Muslim melalui Khalifah pilihan-Nya yang tak lain adalah Imam Mahdi.
Salah satu petunjuk kedatangan Imam Mahdi ini ada terdapat pada kata “merangkak di atas salju”. Sesuai penuturan Prof. Nadirsyah, ini merupakan petunjuk geografis atau lokasi kedatangannya. Beliau menekankan bahwa Mekah dan Madinah jarang bersalju, mengindikasikan bahwa lokasi kemunculan Mahdi dan tempat bai’atnya mungkin berada di luar Semenanjung Arab.
Kebangkitan Khilafah ‘Ala Min Hajin Nubuwwah.
Lantas apakah sebelum Imam Mahdi muncul, umat Muslim masih akan dipimpin oleh sistem kekhilafahan? Mengenai ini bisa kita lihat dari hadis dengan terjemahan sebagai berikut:
“Periode kenabian akan berlangsung kepada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu muncul periode khilafah ala minhaj nubuwwah selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabariyyan (penguasa-penguasa yang totaliter) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah Ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ala minhaj nubuwwah”
Di hadis ini jelas, para ulama sepakat bahwa periode khilafah ala minhaj nubuwwah yang pertama itu dimiliki oleh para Khulafa-Rasyidin. Kemudian periode kedua dan ketiga ini ketika kekuasaan Khulafa-Rasyidin berakhir dan dilanjutkan oleh kerajaan Khalifah yang bersifat dinasti, seperti Dinasti Ummayah atau Abbasiyah, diakhiri dengan runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924.
Perbedaan muncul pada penafisiran kepemimpinan umat Muslim yang keempat, yakni kembalinya periode khilafah ala minhaj nubuwwah. Sebagian menganggap di periode inilah ketika dimana Imam Mahdi datang dan menjadi Khalifah di muka bumi.[5] Abdul Aziz menjelaskan bahwa maksud dari khilafah ala minhaj nubuwwah adalah bahwa sosok Khalifah tersebut akan memimpin umat Islam seperti “cara yang dilalui Nabi dalam memimpin kaum beriman di masanya”.[6]
Nubuwatan Imam Mahdi yang Terpenuhi oleh Jemaat Muslim Ahmadiyah
Diantara seluruh organisasi Muslim, hanya Jemaat Muslim Ahmadiyah yang berhasil menggenapi nubuwatan dua hadis tersebut. Sosok Mirza Ghulam Ahmad, sebagai penggenap Hadis Khalifatullah Al-Mahdi, karena beliau muncul di Qadian, India—sebuah wilayah di “Timur” yang bersalju, sesuai petunjuk geografis hadis. Beliau diyakini sebagai Imam Mahdi dan Khalifah Allah yang dijanjikan, dengan bendera Komunitas Muslim Ahmadiyah yang berwarna hitam (Liwa-e-Ahmadiyyat) sebagai bendera Mahdi yang sejati.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad wafat, disinilahkembalinya periode khilafah ala minhaj nubuwwah. Kata Khalifah bisa diartikan sebagai pengganti atau penerus[7]. Jika periode pertama khilafah ala minhaj nubuwwah adalah para Khulafa Rasyidin yang meneruskan kepemimpinan Rasulullah saw. sebagai Khalifah Allah maka pada kembalinya periode khilafah ala minhaj nubuwwah, sosok Imam Mahdi sebagai Khalifah Allah akan diteruskan kepemimpinannya oleh para khalifahnya.[8]Mirza Ghulam Ahmad wafat pada tahun 1908, karena itu periode khilafah ala minhaj nubuwwah yang kedua dimulai pada tahun 1908. Gerakan militer Mustafa Kamal Attaturk, untuk menghancurkan Khilafah Ustmaniyah, juga dimulai tahun 1908[9]. Apakah ini sebuah kebetulan? Ataukah bukti kebenaran Jemaat Muslim Ahmadiyah? Kenyataannya, umat Muslim lainnya telah gagal untuk melanjutkan dinasti Khilafah Ustmaniyah sampai detik ini.
Referensi
[1] Ayat AlQuran tentang Khilafah, diakses di https://ahmadiyah.id/khilafat/ayat-alquran-tentang-khilafah
[2] TIdak Ada Janji Allah Akan Kembalinya Khilafah, diakses di https://www.inilah.com/tidak-ada-janji-allah-akan-kembalinya-khilafah
[3] Khilafah ‘Ala Minhaj An-Nubuwwah: Analisis Pemikiran Wali Al-Fattah (Oleh: Dr. Makmun Muhammad Shaleh, MA, diakses di https://minanews.net/khilafah-ala-minhaj-an-nubuwwah-analisis-pemikiran-wali-al-fattah-oleh-dr-makmun-muhammad-shaleh-ma/
[4] Imam Mahdi dan Khilafah, diakses di https://nadirhosen.net/tsaqofah/tarikh/imam-mahdi-dan-khilafah/
[5] Imam Mahdi Sang Khalifah Akhir Zaman, Siapakah Ia?, diakses di https://nu.or.id/syariah/imam-mahdi-sang-khalifah-akhir-zaman-siapakah-ia-N0qXY
[6] Cara Memahami Hadis Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, diakses di https://islami.co/cara-memahami-hadis-khilafah-ala-minhajin-nubuwwah/
[7] Khalifah: Konsep Kepemimpinan dalam Sejarah Islam https://kumparan.com/ilham-nur-rohman/khalifah-konsep-kepemimpinan-dalam-sejarah-islam-23oy26wD3NN/full[8] Khalifah Ahmadiyah dan Jalan Menuju Perdamaian, diakses di https://www.tempo.co/info-tempo/khalifah-ahmadiyah-dan-jalan-menuju-perdamaian-dunia-1562315#google_vignette
[9] Keruntuhan Khilafah Dalam Sejarah, diakses di https://sabili.id/keruntuhan-khilafah-dalam-sejarah/