Celah Dosa dibalik Ponzi

40
Celah Dosa dibalik Ponzi
Celah Dosa dibalik Ponzi

Investasi Ponzi adalah jenis investasi yang menggunakan pola seperti piramida, dimana pendiri bisnis ini berada di puncak piramida. Setiap ada yang ingin bergabung, investor baru diminta membayar biaya pendaftaran, menaruh sejumlah uang investasi, atau membeli produk tertentu. Keuntungan yang didapatkan dari bisnis ini adalah berasal dari uang yang dibayarkan oleh investor baru ini. Pada akhirnya, investor baru justru sering mengalami kerugian. Karena mereka diwajibkan mencari anggota baru atau menambah dana jika mereka ingin mendapatkan keuntungan. 

Mengapa disebut seperti piramida? Misalnya, A adalah pemilik skema yang berada di puncak piramida. A kemudian merekrut dua anggota baru, yaitu B dan C. Setiap anggota baru harus membayar biaya pendaftaran sebesar Rp100.000. A juga menjanjikan bahwa siapa pun yang berhasil merekrut anggota baru akan mendapat 80% dari uang pendaftaran orang yang mereka rekrut. Pada tahap awal ini, A menerima Rp200.000 dari B dan C, sementara B dan C belum mendapat keuntungan apa pun.

Selanjutnya, B berhasil merekrut dua orang lagi, yaitu D dan E. Dari total Rp200.000 yang dibayarkan D dan E, B menerima 80% (Rp160.000) dan A menerima 20% (Rp40.000). C, D, dan E tidak mendapat keuntungan apa pun karena belum merekrut siapa pun. Total keuntungan A kini menjadi Rp240.000, sedangkan B baru mendapat Rp160.000. Begitulah seterusnya: semakin ke bawah posisi seseorang dalam piramida, semakin kecil peluang mereka untuk memperoleh keuntungan. Orang yang berada di puncak piramida lah yang selalu mendapatkan uang paling banyak.

Dimana letak dosanya? Biasanya, pemilik bisnis ini tidak akan menjelaskan skema ponzi ini secara jelas dan terbuka, yang menyebabkan investor baru tidak mengetahui dengan jelas akad atau perjanjian sebenarnya dalam investasi ini. Jika ini terjadi maka praktik ini bisa dikategorikan sebagai penipuan, apabila pemilik bisnis menjelaskan bisnisnya dengan bumbu-bumbu kepalsuan. Dalam Islam, tentu saja penipuan itu termasuk dosa yang harus dihindari, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil…”
(QS. An-Nisa: 29)

Dan juga

Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian harta yang lain diantara kamu dengan jalan yang batiil…” (QS. Al-Baqarah 2:188)

Menurut Ibnu Taimiyah, dua ayat tersebut menjadi dasar bahwa dalam setiap transaksi bisnis harus dilakukan dengan prinsip kejujuran antara penjual dan pembeli. Dengan cara inilah tujuan utama transaksi dapat tercapai, yaitu perpindahan hak yang benar dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Namun, apabila salah satu pihak melakukan kecurangan dengan praktik gharar, maka keberkahan dalam perdagangan akan hilang dan hal ini dapat menimbulkan perselisihan atau sengketa di antara mereka (Yusuf & Iswandi, 2021). 

Apa itu gharar? Gharar adalah istilah dalam bahasa Arab yang berasal dari kata gharra–yaghurru–gharran, yang bermakna penipuan atau tipu daya. Dalam pengertian etimologis, al-gharar berhubungan dengan al-khathar (sesuatu yang berisiko dan dilarang). Dari makna bahasa ini, gharar dipahami sebagai suatu ketidakpastian yang dapat menipu atau merugikan salah satu pihak. Dalam konteks jual beli, gharar berarti adanya unsur ketidakjelasan, spekulasi, atau perjudian baik terkait harga, kualitas, kuantitas, maupun waktu penyerahan barang, sehingga menimbulkan ketidakpastian dan potensi kerugian bagi salah satu pihak yang bertransaksi. Dalam Islam, segala usaha yang dilakukan harus bebas dari unsur tipu-daya. Karena itu, melakukan usaha Ponzi ini bisa menyebabkan dosa karena terdapat unsur tipu-daya yang dilakukan oleh pemilik bisnis terhadap investor barunya. 

Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmuh Ahmad ra., Khalifatul Masih ke-2 Jemaat Muslim Ahmadiyah juga menegaskan bahwa penipuan dalam bisnis merupakan penyakit moral yang dapat merusak kredibilitas suatu bangsa. Beliau menjelaskan bahwa ketika mengunjungi Kashmir (India), perdagangan tahunan peralatan perak dan syal menurun drastis dari sekitar 10 juta rupee menjadi hanya 1,7 juta rupee. Penurunan tajam ini terutama disebabkan oleh ketidakjujuran para pelaku usaha di industri ini. (The Way of the Seekers, hlm. 81–82).

Kesimpulannya, Islam melarang seseorang untuk terlibat dalam skema Ponzi, karena praktik tersebut bertentangan dengan prinsip kejujuran, keadilan, dan saling memberikan manfaat yang menjadi dasar etika bisnis dalam Islam. Skema Ponzi merupakan bentuk investasi ilegal yang bersifat menipu, karena mengimingkan keuntungan tinggi dengan risiko kecil atau bahkan tanpa risiko. Keuntungan yang diberikan kepada investor lama tidak berasal dari aktivitas bisnis yang sah, melainkan dari dana yang disetorkan oleh investor baru, sebagaimana yang telah dicontohkan diatas. Apabila seseorang telah terlanjur berinvestasi pada bisnis yang termasuk dalam skema Ponzi, sebaiknya segeralah melaporkannya kepada pihak berwenang.


Oleh : Fariz Abdussalam

Referensi

Alfinuri, N., & Sauri, S. (2022). Sustainability of Ponzi Scheme Scam from an Islamic Ethics Perspective. Asian Journal of Islamic Economics and Business, 1(1), 12–27. https://doi.org/10.18592/ajieb.v1i1.9336 

Al Hakam (2024) Islamic guidance on trade and business in the words of Hazrat Musleh-e-Maud, Al Hakam. Available at: https://www.alhakam.org/islamic-guidance-on-trade-and-business-in-the-words-of-hazrat-musleh-e-maud/ (Accessed: 14 November 2025). 

Ani, Q.S., Wulandari, D.D. and Faizal, L. (2023) ‘Tinjauan Hukum islam Dan Hukum Positif Terhadap investasi berskema ponzi’, ASAS, 14(02), pp. 40–50. doi:10.24042/asas.v14i02.13876. 

Farikhin, A. and Mulyasari, H. (2022) ‘Gharar, fraud and dispute in Islamic business transaction an Islamic Law Perspectives’, International Economic and Finance Review, 1(2), pp. 40–53. doi:10.56897/iefr.v1i2.18.

Image:
Image Thumbnail: Generate by chatGPT (24/11/2025)