Bermain Dengan Corona Dalam Logistic Map

3805

Tahun 2020 diawali dengan munculnya sebuah ancaman global, virus Corona. Sampai juga ia di Indonesia pada permulaan Maret. Sehubungan dengan itu, kita akan bermain tentang sebuah model peristiwa heboh yang terjadi saat ini. Tapi dalam sebuah persamaan matematika sederhana yang disebut dengan logistic map.

Apa itu logistic map?

Logistic map adalah sebuah peta suatu nilai dalam waktu yang diskrit (misalnya waktu ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya). Meskipun simpel, ia menunjukkan perilaku yang kompleks. Logistic map didefinisikan dengan persamaan berikut,

(Dengan Nilai n=1, 2, 3,… nilai awal 0 <= Xn <= 1, dan parameter 0 < r < 4)

Apa yang kita mainkan dengan ini?

Logistic map sering diaplikasikan dalam konteks biologi dan ekologi. Sekarang, kita akan coba terapkan pada pandemi COVID-19 ini. Variabel n menunjukan waktu terjadinya kasus, , misalnya hari, bulan, tahun, atau generasi ke-n. Lalu r adalah laju pertumbuhannya.
Kemudian Xn adalah rasio antara penduduk terdampak dan penduduk total pada waktu ke-n. Sedangkan Xn+1 adalah rasio pada waktu selanjutnya.

Misalkan ditemukan waktu pertama kali 7 orang dari 1,3 miliar penduduk di suatu negara terdampak COVID-19. Rasionya adalah Xn= 7 per 1,3 miliar, sangat kecil. Beberapa hari kemudian didapat laju pertumbuhan terdampaknya adalah 2,1. Maka jika kita buat grafik rasio terdampak vs waktu akan diperoleh

Yakni setelah waktu yang lama (n semakin besar) akan mencapai angka rasio stabil. Tapi untuk Corona? Sampai dengan bulan Maret 2020, dilaporkan oleh Lai dalam jurnalnya bahwa laju pertumbuhan COVID-19 berkisar antara 2,24 hingga 3,58, jika kita ambil angka di antara itu sebut saja r=3,1. Diperoleh grafik

Dengan kata lain, dalam waktu yang lama nilainya bolak-balik (flutkuatif) pada 0,55 dan 0,8, alias 55% dan 80%. Itulah mengapa WHO memprediksi 80% orang akan terinfeksi virus ini. Dua nilai ini kita sebut sebagai attractor nilai stabil.

Tunggu sebentar, apa yang terjadi jika kita terapkan nilai lajunya menjadi 3,58. Kita dapatkan

Ini berarti bahwa walau fluktuatif, ia tidak benar-benar beraturan. Hal ini lebih menjadi semacam chaos (kekacauan). Situasi ini akan lebih mudah dicerna jika kita memandangnya melalui bifurcation diagram.

Bifurcation diagram

Bifurcation diagram adalah instrumen penting untuk melihat sistem yang dinamis. Sederhananya, bifurcation diagram adalah grafik antara nilai laju, r, dengan nilai-nilai attractor stabil seperti yang telah kita lihat pada permisalan kasus COVID-19 tadi. Logistic map dalam diagram ini bentuknya seperti ini,

Membaca diagram ini kira-kira sebagai berikut, untuk r kurang dari 3, kita dapat melihat satu garis yang dapat kit katakan sebagai garis kestabilan. Dari r = 3 sampai kira-kira r = 3,45 garis kestabilan tersebut terbagi dua masih stabil tapi bisa dikatakan tidak stabil), setelah itu, dua garis itu juga terbagi lagi, seterusnya dan seterusnya. Dapat dilihat pada laju r = 3,569946 … ke atas, kestabilan mulai pudar dan chaos pun terjadi.

Kita recall kembali bahwa pada pandemik COVID-19 ini laju pertumbuhan tertinggi tercatat 3,58. Dapat kita lihat pada diagram bahwa di angka itu ada chaos yang akan terjadi. Jadi, apabila laju penularan tidak diturunkan dari angka itu, tunggu saja chaos-nya. Pada kenyataannya, faktor-faktor yang menjadi chaos bisa bermacam-macam, mulai dari transportasi, ekonomi, pendidikan, kultur, dan masih banyak lagi, yang satu persatu akan bermunculan seperti yang mulai kita alami hari ini.

Di luar informasi simpang-siur di media, tidak heran jika wabah Corona muncul pertama kali di China yang merupakan daerah terpadat di dunia. Ada chaos akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Waktu bermain telah selesai

Cukup sudah kita bermain-main dengan Corona. Bukan untuk menakut-nakuti, untungnya kita dapat menekan laju COVID-19 ini dengan berbagai cara.

Dengan pertumbuhannya yang kini masih eksponensial (semakin lama pertambahannya semakin banyak), akan ada ledakan pasien seperti yang terjadi di Italia, Iran, Korea Selatan, dan China. Itulah mengapa sampai dikatakan China harus segera membangun rumah sakit dalam waktu satu minggu saja. Oleh karena itu untuk memperlambat nya perlu usaha sesuai perannya masing-masing.

Jika memang 80% dari antara kita pasti akan terkena, minimal tidak terjadi secara serentak. Kata dokter Monica Nirmala, “kita sakitnya harus gantian, agar kita tidak kolaps”.

Apa yang dapat kita lakukan?

Akhirnya, sampailah kita pada pertanyaan, apa yang dapat kita lakukan? Pertama, taati pemerintah akan himbauannya, bekerja di rumah, social distancing, dan sebagainya, supaya laju COVID-19 tidak naik. Ingat ini,

Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antaramu. (Q.S. An Nisa : 60)

Kedua, selagi banyak di rumah, coba kita sesekali berkontemplasi. Ada apa dibalik wabah besar ini. Wabah besar pernah terjadi sebelumnya di India (Black Death) pada abad 20, atau dulu, mulai ada wabah kecil abad ke-6 di Arab sana. Ingat lagi,

Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta pertukaran malam dan siang, sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Q.S. Ali Imran : 191)

Ketiga, yang paling penting, berdoa dan berdoalah. Karena, jika daun yang jatuh pun adalah kehendak-Nya, apakah Corona tak bisa ditaklukan oleh-Nya?


Oleh: Said Ahmad

Sumber:

https://www.complexity-explorables.org/flongs/logistic/

cnn.com/cnn/2020/03/17/health/coronavirus-uk-model-study/index.html

https://www.metrotvnews.com/play/bw6C5W1P-jaga-jarak-sosial-kurangi-penyebaran-covid-19-2Sama2

www.nationalgeographic.com/science/health-and-human-body/human-diseases/the-plague/

Marr J. S., Hubbard E. J., Cathey J., 2015, The Year of The Elephant, Wikiversity Journal of Medicine, 2, 2.

Lai C., et al, 2020, Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) and Coronavirus Disease-2019 (COVID-19): The Epidemic and the Challenges, Elsevier.

Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Al Quran Terjemah dan Tafsir Singkat.

Sumber Gambar: unsplash.com