Oleh: Ammar Ahmad
Pernahkah pembaca yang budiman berfikir untuk menikahi dua orang perempuan sekaligus ? Ataukah mungkin pembaca yang budiman pernah menerima undangan pernikahan dari seseorang yang akan menikahi dua perempuan sekaligus ? Mungkinkah syariat Islam memperbolehkannya? Dan bagaimana hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mengaturnya ?
Dua tahun terakhir ternyata terjadi pernikahan seseorang dengan dua perempuan sekaligus. Tapi ada juga yang hanya berdekatan saja tanggal akad nya. Mereka adalah Candra sebagai mempelai laki-laki dengan Indah Lestari dan Perawati sebagai mempelai perempuan. Rencananya pernikahan akan berlangsung di Desa Teluk Kijing, Kecamatan Sungai Lais, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada 6 November 2017 (Indah Lestari sebagai mempelai perempuan) dan 8 November 2017 (Perawati sebagai mempelai perempuan) [1] lantas, ketiganya bakal duduk di satu pelaminan pada 9 November 2017 saat resepsi pernikahan digelar[2].
Pada tahun 2016 berdedar kabar pernikahan satu pria dengan dua perempuan sekaligus di daerah Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Kasus yang sama dikabarkan juga terjadi di Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah pada tahun yang sama.[3]
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan lainnya yang kamu sukai, dua atau tiga atau empat; akan tetapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang perempuan saja…” (QS. An-Nisaa’: 4)
Islam mengizinkan penganutnya untuk menikahi perempuan maksimal 4 orang (Poligami). Memang pada ayat di atas tidak tertera secara spesifik memperbolehkan seorang laki-laki berpoligami dengan beberapa perempuan sekaligus (dalam satu hari atau berdekatan hari). Namun tidak pula spesifik melarangnya. Sehingga ada juga ulama yang memperbolehkan umat Islam untuk menikahi dua perempuan sekaligus pada hari yang sama. Namun mereka sangat membenci bila malam pengantinnya bersama-sama.
Al Imam Yahya bin Abil Khair Al ‘Imraani Rahimahullah berkata :
“ Dan Makruh hukumnya apabila kedua istri (yang dinikahi pada hari yang sama,pen.) ingin melayani dan mempersembahkan kepada suaminya di satu malam yang sama ; karena sang suami tidak mungkin bisa menepati hak akad nikahnya kepada keduanya secara bersamaan, dan jika melaksanakan hasratnya kepada salah satu istrinya maka yang lain akan merasa kesepian atau merasa tidak enak dengan yang lain. Maka jika keduanya ingin mempersembahkan hasratnya kepada suaminya lalu ingin mendahulukan yang satunya sebelum yang lain, maka yang lebih utama didahulukan adalah yang pertama kali dia melaksanakan akad nikah dengannya kemudian baru yang kedua, karena yang pertama ini-lah yang layak didahulukan sebab dia memiliki kelebihan dengan dilaksanakannya akad nikah yang pertama dengannya, dan apabila kedua istri ingin mempersembahkan hasratnya dalam waktu yang sama maka suami berhak mengundi antara keduanya ; karena dengan mengundi tidak ada yang diistimewakan satu sama lainnya ”. (Al-Bayan , 9/520 karya Al ‘Imraani).
Pendapat serupa juga disampaikan oleh As Syaikh Manshoor Al Bahuti Rahimahullah dalam kitab “ Kassyaful Qina’ ( 5/208 ) dan bisa juga dilihat dalam kitab “ Al Mughni ” karangan Ibnu Qudamah ( 7/242 ).
Lalu bagaimana menurut hukum positif Negara?
Berikut penulis sampaikan ketentuan berpoligami di Indonesia yang merujuk kepada UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Pasal 3 ayat 2 : Pengadilan dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
- Pasal 4 ayat 2 : Pengadilan dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu apabila:
- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
- Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan
- Pasal 5 ayat 1 : Syarat untuk mengajukan permohonan ke pengadilan adalah:
- Adanya persetujuan dari istri atau istri-istri
- Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
- Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Berdasarkan UU di atas maka rasanya tidak mungkin bagi seorang warga negara Indonesia menikahi dua orang perempuan sekaligus atau dalam waktu yang berdekatan. Kita memerlukan waktu yang lama akibat proses pengadilan dan akibat syarat yang perlu kita penuhi juga.
Dengan demikian UU tidak mengizinkan warga negara Indonesia menikahi dua orang perempuan sekaligus namun mengizinkan untuk berpoligami. Terbukti dari pernyataan Alfajri, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sumsel dalam menanggapi kasus Candra dimana ia menyatakan kalau pernikahan Candra ilegal secara hukum negara[4].
Dalam Al-Quran Terjemah dan Tafsir Singkat JAI cetakan kelima (2014) halaman 322-324 dijelaskan mengenai syariat Islam tentang poligami sebagai berikut:
Izin berpoligami (QS.Al-Nisa:4) sangat berhubungan dengan perlindungan terhadap anak yatim dan masyarakat terlantar. Poligami dilakukan bila memang jalan yang tersisa untuk melindungi anak yatim tersebut adalah hanya dengan menikahi ibunya (janda) atau perempuan yang mengasuhnya. Dalam kondisi seperti itu tidak hanya izin poligami dapat diberikan bahkan poligami sangat tepat dan perlu untuk dilakukan. Artinya tidak sembarangan bisa berpoligami apalagi bila hanya demi memuaskan birahi. Poligami juga boleh dilakukan bila istri kita mengidap penyakit berat (sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya) dan/atau mandul.
Sunnah Nabi Muhammad saw dan para sahabat rhm. dalam poligami umumnya adalah untuk melindungi anak yatim dengan menikahi ibunya atau melindungi janda yang ditinggal mati oleh suaminya di medan perang. Inilah kenapa poligami diberlakukan. Poligami lebih menjadi solusi bagi anak yatim, janda, masyarakat bahkan negara yang terlantar terutama akibat peperangan.
Tidak disyariatkan oleh Islam dan tidak disunahkan oleh Rasulullah saw. bila berpoligami hanya karena seseorang itu kaya dan mapan. Rasulullah saw tidak pernah menikahi dua perempuan sekaligus dalam satu hari atau dalam tempo yang sangat berdekatan. Maka dari itu menikahi dua perempuan sekaligus bukan sunah Rasulullah saw. Sedang untuk memahami makna dan cara mengaplikasikan ayat Al-Quran Al-Nisa:4 (Rasul dikecualikan dari jumlah maksimal 4) yang menjadi dalil poligami, kita perlu memperhatikan bagaimana sunah Rasulullah saw dan para sahabat rhm dalam berpoligami dan apa dasar atau latar belakang mereka berpoligami.
Berkenaan hal ini, Mln. Mukhdam Syarif, Shd. Al-Hafiz menyampaikan yang kurang lebih sebagai berikut, yakni tidaklah bisa sembarangan untuk berpoligami. Orang bisa berpoligami bila tidak punya anak, istri sakit berat (sehingga tidak bisa menunaikan kewajibannya), dan telah mendapat izin dari istrinya. Bila tidak mendapat izin, maka lebih baik tidak berpoligami. Juga harus mampu berbuat adil.
Adapun menikah dengan dua orang atau lebih sekaligus bisa dilakukan dalam keadaan perang ketika banyak sekali perempuan yang menjadi janda akibat ditinggal mati suami di medan perang (sehingga perlu perlindungan segera). Sekarang apakah timbul situasi demikian (perang) sehingga ada yang mau menikahi dua perempuan sekaligus? (Saat perang) situasilah yang mengizinkan menikahi beberapa perempuan sekaligus dan syariat itu memberikan kemudahan (bukan kesulitan).[1]
Khalifah Ke-5 Jamaah Muslim Ahmadiyah, Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba, menyampaikan bahwa Masih Mau’ud as adalah hakim yang adil dan kita berpegang teguh pada beliau. (Huzur aba melanjutkan penyampaiannya) Hd.Masih Mau’ud as bersabda jika seorang laki-laki mengetahui betapa besar tanggung jawab yang harus dia penuhi kepada istrinya dan dosa besar serta pertanggungjawaban yang kelak dituntut disisi Tuhan akibat tidak memenuhinya. Mungkin laki-laki tidak mau menikah satu kali pun. Ini hal mendasar dan yang harus didahulukan. Khalifah Ke-2 Jamaah Muslim Ahmadiyah bersabda (tentang ayat izin poligami kenapa disebutkan maksimal 4) “jika kalian hendak melakukan 4 kali pernikahan bagaimana kalian akan tahu bahwa kalian mampu berbuat adil?”.
Masih Mauud As menyampaikan ada tiga alasan seseorang boleh poligami : 1.(tak punya)anak, 2. istri sakit dan tak bisa melakukan kewajibannya, 3. Karena keperluan-keperluan agama. Rasul menikah (poligami) untuk keperluan agama yakni untuk tarbiyat kaum wanita. Masih Mau’ud as bersabda jika ada laki-laki telah menikah atau belum lalu ia menjalin pertemanan dengan wanita lain dan lupa pada istrinya lalu ia ingin menikahi (poligami) wanita baru itu maka tak ada izin menikah semacam itu didalam Islam. Bahkan itu adalah dosa. bagi mereka yang memang ingin poligami maka lakukan dengan rasa malu sembari memenuhi segala persyaratannya sampai batasan itu dibolehkan.[2]
Dari dua pernyataan diatas jelaslah bahwa poligami bukanlah hal yang bisa seenaknya saja dilakukan. Penulis rasa sangat bijak kalau menganggap menikahi dua orang perempuan sekaligus tanpa dasar syar’i adalah hal yang bertentangan dengan keyakinan kedua tokoh Muslim diatas bila kita mencermati pernyataannya. Karena tak mungkin seseorang memenuhi syarat poligami dihari yang sama (atau hari yang berdekatan) ketika pernikahan pertama dilangsungkan. Bukankah mempelai pertamanya sehat-sehat saja? darimana ia tahu kalau ia mungkin tak memiliki anak dari istri pertamanya sehingga perlu langsung menikahi dua perempuan? Apakah terjadi perang sehingga situasi mendukungnya? Apa ia yakin akan mampu berbuat adil? Bila ya, apa jaminannya? Juga apa isteri pertamanya mengizinkannya dengan kesungguhan hati? Apa negara mengizinkannya?
Bila kita melihat dari sisi hukum negara, kearifan lokal dan agama sekaligus untuk menemukan jalan tengah maka pernikahan two in one ini secara tidak langsung memang dilarang negara dan kurang pas dilakukan ditengah-tengah budaya dan masyarakat Indonesia serta agamapun sebenarnya menetapkan standar untuk poligami sehingga tidak bisa sembarangan seperti itu.
UU Perkawinan dalam hal poligami khususnya sama sekali tidak bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu bagi mereka yang ingin berpoligami tempuhlah jalur hukum negara yang benar sebagai warga negara dengan senantiasa mengamalkan nilai-nilai islami yakni berupaya memenuhi standar poligami yang ditetapkan Islam. Dengan demikian secepat-cepatnya pun perlu melewati dulu masa pengadilan. Bukankah mentaati syariat dan hukum pemerintah yang berdaulat adalah bagian dari ajaran Islam juga ?
[1] Mln. Mukhdam Syarif, Shd. Al-Hafiz adalah mubaligh Jamaah Ahmadiyah. Beliau adalah lulusan Tahfidz Class dan Jamiah Ahmadiyah Qadian. Beliau pernah berkhidmat sebagai dosen di Jamiah Ahmadiyah Qadian. Sekarang beliau berkhidmat sebagai salah seorang Nazir dalam Sadr Anjuman Ahmadiyya. Pernyataan beliau diatas penulis peroleh dalam sesi wawancara antara beliau dengan tim Bisyarat (majalah Jamiah Ahmadiyah Indonesia) tanggal 24 September 2018 sehingga dicatat dalam catatan pewawancara. Namun tetap pendapat beliau tidak mewakili suara Jamaah Ahmadiyah dalam hal ini karena bukan pemegang otoritas pembuat fatwa. Kita hanya mempertimbangkannya mengingat keilmuan dan pengalaman beliau.
[2] Pernyataan Hd.Mirza Masroor Ahmad aba (Pimpinan Internasional Jamaah Ahmadiyah saat ini) ini penulis peroleh dari video tanya jawab di https://www.youtube.com/watch?v=DXXh-yI1m2E&list=PL-hvvlOyP2dBfmJAXTff6zKHyhusWUS9g&index=55 yang diakses pada 28 September 2018
Catatan: Pernyataan no.1 dan 2 diatas tidak dalam bentuk kalimat langsung
melainkan dalam kalimat tidak langsung berupa poin-poinnya.
Oleh: Ammar Ahmad
Sumber:
[1] https://fajar.co.id/2017/10/28/apa-hukumnya-pria-menikahi-dua-wanita-sekaligus-simak-disini/ Diakses pada tanggal 15 September 18
[2] https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41758408 Diakses pada tanggal 15 September 18
[3] https://fajar.co.id/2017/10/28/apa-hukumnya-pria-menikahi-dua-wanita-sekaligus-simak-disini/ Diakses pada tanggal 15 September 18
[4] https://news.detik.com/berita/d-3700758/ini-alasan-kemenag-batalkan-rencana-pria-nikahi-2-wanita-sekaligus Diakses pada tanggal 15 September 2018
Photo by Sandy Millar on Unsplash