Childfree, layakkah menjadi sebuah pilihan?

638

Childfree, kata ini seolah menjadi ramah di telinga akhir-akhir ini. Kata yang dapat diartikan sebagai keputusan dari seseorang maupun pasangan untuk tidak memiliki anak atau keturunan. Tak ayal, alasan dari keputusan tersebut pun beragam, ada yang terkait isu lingkungan, trauma masa kecil, kondisi finansial, hingga berbagai kekhawatiran bagaimana membesarkan anak kelak di kehidupan saat ini yang begitu keras. Entahlah, mungkin berbeda bagi mereka yang mengharapkan anak atau keturunan namun belum Tuhan karuniakan, dengan orang yang dengan sengaja memilih untuk mengambil keputusan childfree. Seolah keputusan tersebut memang menutup harapan juga kemauan untuk memiliki keturunan.

Fenomena childfree pun di Indonesia semakin hangat diperbincangkan ketika beberapa public figure mengemukakan keputusannya untuk childfree dengan alasan yang mungkin cukup logis bagi mereka. Lalu bagaimana menghadapi fenomena childfree? Terlebih kekhawatiran akan masa depan keturunan sejatinya menjadi bahan pemikiran para orang tua dimanapun. Ya, kekhawatiran menjadi orang tua yang baik dengan harapan menghasilkan keturunan yang baik pula, dengan tantangan zaman yang begitu mencekam. Kiranya menjadi ketakutan, yang cukup memancing hasrat seolah childfree tak sepenuhnya salah dan apakah layak menjadi pilihan?

Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah membahas dengan begitu lugas akan hal ini. Ketika ada yang menanyakan pandangan beliau terkait pilihan untuk menikah tapi lebih baik tidak mempunyai anak setelahnya. Sang penanya mengemukakan alasannya, karena betapa carut marutnya dunia dengan persaingan ketat untuk mengumpulkan harta benda. Belum lagi pelanggaran asusila, penyalahgunaan narkotika, hingga kemerosotan moral yang berkembang di masyarakat, membuat dirinya berfikir untuk tidak mempunyai keturunan setelah menikah.

Atas pemikiran sang penanya tersebut, Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah menjawab:

 “Ini pandangan pesimistik dan putus asa yang ekstrim. Hal ini sama saja dengan mengakui kekalahan dari Setan dan menerima Setan sebagai sumber kekuatan akhir. Seolah-olah Allah Ta’ala tidak memiliki kekuatan [na’udzu biLlah] untuk menyelamatkan kita dan anak-anak kita dari serangan gencar Setan, tak peduli berapa banyak jerih upaya yang telah kita lakukan dan doa yang kita panjatkan.”

“Dengan kata lain, ini seperti memberikan kebebasan penuh kepada Setan dan para pengikutnya, yang mengarah pada pemusnahan dan pembasmian keturunan orang-orang beriman selangkah demi selangkah. [Dengan pemikiran itu berarti orang-orang beriman tidak ingin berketurunan lagi] Hal ini tidak boleh terjadi. Karena itu, pemikiran seperti ini sangat berbahaya dan mengecewakan. Pemikiran seperti itu merendahkan seluruh kemampuan dan kekuatan kita sendiri.”

 Tak ayal, kekhawatiran bagaimana dapat membesarkan, mendidik, dan menjaga anak keturunan dengan dunia yang begitu mencekam dalam hal kemerosotan moral menjadi kekhawatiran yang besar bagi orang tua bahkan yang tidak menganut childfree  sekalipun. Namun, jawaban dari Pemimpin Muslim Jemaat Ahmadiyah, Hz. Mirza Masroor Ahmad Aba ini begitu membukakan mata dan menyadarkan kembali, bahwa pemikiran negatif yang terlahir dari kekhawatiran hingga menciptakan keyakinan untuk memilih tidak mempunyai anak adalah pemikiran yang begitu pesimistik. Alih – alih memberikan ketenangan orang tua menjalani kehidupan berdua tanpa anak, justru pemikiran tersebut membuat orang tua bertekuk lutut pada “setan”. Ya, sebuah ketenangan semu, terbungkus fatamorgana kebahagiaan yang justru diciptakan oleh “setan”.

Karena tanpa disadari, pilihan tak ingin mempunyai anak karena kekhawatiran yang begitu besar akan carut marutnya dunia ini, membuat sosok Tuhan seolah hilang sirna. Tuhan seakan tak mampu menjaga keturunannya dari kejahatan dunia. Padahal dalam do’a dan upaya orang tua, sejatinya menjadi senjata untuk menghancurkan kekhawatiran – kekhawatiran yang ada. Kemampuan dan sarana yang ada di dunia ini pun sejatinya dapat digunakan semaksimal mungkin untuk menjaga anak keturunan untuk tidak terperosok dalam jurang kemerosotan moral. Membesarkan anak – anak  dengan tarbiyat/ pendiidkan yang baik dengan diringi rintihan do’a memohon kepada Sang Kuasa agar keturunan terjaga dari mencekamnya kekotoran dan ketidaksenonohan yang ada di dunia, tentu tak akan membuat Tuhan tinggal diam dan membiarkan setan menang.

Jadi, apapun alasannya, sebesar apapun kekhawatiran yang ada, sejatinya keputusan childfree tidak layak menjadi pilihan. Karena tanpa disadari, ada sosok yang begitu besar, sosok Sang Pemilik Semesta Alam yang dapat menjadi tameng untuk menangkal berbagai alasan untuk memilih childfree.

Teringat sebuah do’a di dalam Al-Qur’an, yang Allah Ta’ala ajarkan kepada Nabi Zakaria as: ‘Rabbi hab lii mil ladunka dzurriyatan thayyibah. Innaka samii’ud du’aa.’ – “Wahai Rabbku, karuniakanlah hamba anak keturunan yang saleh dari Engkau. Sesungguhnya, Engkau Maha Pendengar doa-doa.” (Surah Ali Imran; 3:39)  

Ditulis Oleh: Mutia Siddiqa Muhsin

Referensi:

https://ahmadiyah.id/khotbah/keinginan-memiliki-anak-dan-membesarkan-mereka-dengan-layak
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20230210071802-277-911291/apa-itu-childfree-dan-apa-alasan-di-belakangnya
https://www.kompas.tv/article/241775/apa-itu-childfree-dan-kenapa-pasangan-enggan-memiliki-anak-berikut-penjelasannya
https://www.idntimes.com/hype/entertainment/ardi-dian-1/public-figure-ini-putuskan-childfree-c1c2?page=all

Gambar: