DOSA DARI KACAMATA KOSAKATA BAHASA ARAB

6027

Berbicara tentang dosa. Tentunya, tidak asing lagi di telinga kita. Lagi pula siapa yang tidak kenal dengan kata dosa? Hampir semua orang Indonesia pasti tahu, bahkan kata “dosa” itu sendiri telah termaktub dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kita. Didalamnya tertulis bahwa Dosa berarti (1) perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama, (2) perbuatan salah. Menurut Pendiri jemaat Muslim Ahmadiyah, “dosa adalah racun.”(Bahtera Nuh, Hal. 34) Namun, bagaimana kata dosa itu, bila ditinjau dari kacamata kosakata bahasa Arab?

Para pembaca, rahimakumullah.

Sebelum kita memasuki pembahasan, ada pengalaman yang menyebabkan hal ini perlu diungkap dalam sebuah tulisan. Sehingga menjadi sebuah wawasan bagi kaum milineal. Singkat cerita, saya pernah berbincang-bincang banyak hal dengan seseorang sampai akhirnya Seseorang tersebut berkata, “saya dinasehati oleh someone (biar ga ghibat) supaya banyak beristighfar… Dalam pikiran saya berkata.. Lah, buat apa saya banyak beristighfar? Emangnya saya pendosa.”

Nah, pernyataan itulah yang Kala itu terngiang-ngiang di pikiran saya. Disebabkan ketuna-ilmuan, saya pun sejenak terdiam dan mengalihkan pembicaraan. Semenjak Kejadian itu, penulis pun berusaha mencari pencerahan tentang hakikat kata dzanbun dalam kalimat istighfar berikut ini.

إليه أتوب و ذنب كل من رب الله استغفر

Artinya:

“Aku memohon ampun kepada Allah dari setiap dosa- dzanbin-ku dan aku bertaubat kepada-Nya”

Pernah terlintas, Kalau misalnya kata   ذنب (dzanbun) diartikan dosa atau perbuatan yang melanggar hukum Allah Ta’ala dan perbuatan salah. Naudzubillahi min dzaalika, berarti kekasih kita, junjungan kita, Nabi besar Muhammad Saw seorang pendosa dong? Tentu, Tidaklah mungkin ! Beliau berbuat demekian karena beliau adalah Uswatun Hasanah bagi kita semua..

Para pembaca yang budiman.

“Sumber segala kebahagiaan dan keselamatan bagimu terdapat di dalam Al-Quran.”(Bahtera Nuh. Hal. 49) adalah wejangan dari sang pecinta sejati Rasulullah Saw. Ketika kita mengkaji Al-Qur’an dan terjemahannya beserta tafsirnya. Kita akan tahu bahwa خطيئة (khatii-atun), اثم (itsmun),  جرم (jurmun) dan ذنب (dzanbun) adalah kata-kata bahasa Arab yang diartikan dosa dalam bahasa kita. Padahal, kosakata tersebut memiliki makna yang berbeda.

Para pembaca yang setia.

Untuk mengetahui kata dosa dari kacamata kosakata bahasa Arab. Mari kita kupas tuntas. Pertama-tama, kita perhatikan firman Allah Ta’ala berikut ini

Dan barangsiapa berbuat salah atau dosa, kemudian melemparkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh ia telah memikul beban kebohongan dan dosa yang nyata.(An-Nisa’:113)

Nah, di ayat ini ada 2 kata خَطِیۡٓٮـَٔۃً (khatii-atun) dan اِثْمٌ (itsmun) yang diartikan berbuat salah atau dosa. Ternyata tafsirnya adalah ini “Perbedaan antara kata Khatī’ah (kesalahan) dan Itsm (dosa) yang disebut berdampingan dalam ayat ini adalah, yang pertama bisa jadi dilakukan dengan sengaja atau tidak disengaja dan acapkali terbatas pada si pelaku sendiri saja; sedangkan yang kedua dilakukan sengaja dan ruang lingkupnya dapat meluas kepada orang-orang lain juga. Tambahan pula, yang kedua menunjukkan pengabaian kewajiban terhadap Allah maupun terhadap manusia, dan karenanya lebih parah dan layak menerima hukuman lebih besar daripada yang pertama … Suatu kesalahan atau dosa akan berlipat ganda beratnya apabila si pelakunya berusaha melimpahkan kesalahannya itu kepada orang yang tidak bersalah. Itulah sebabnya tindakan semacam itu telah dinamai bukan saja sebagai Buhtān (fitnah) tetapi juga sebagai Itsmun Mubīn (dosa yang nyata).” (Al-Qur’an dengan terjemahan dan tafsir singkat)

Pendek kata, خطيئة (khatii-atun) itu perbuatan salah yang bisa jadi disengaja atau tidak disengaja oleh si pelaku. Sedangkan إثم  (itsmun) adalah perbuatan salah si pelaku yang dilimpahkan kepada yang tidak bersalah.

Kemudian, kata jurmun itu digunakan untuk orang-orang yang benar-benar keterlaluan dalam berbuat buruk, kekejaman, kezaliman, kriminal, pembangkangan terhadap Allah Ta’ala dan para Rasul-Nya. Di dalam Al-Qur’an, kita dapat banyak menemukannya. Misalnya Lihat QS 6 : 124, 125, 147. QS. 7 : 41, 134 dan QS. 9 : 67.

Lalu bagaimana dengan kata dzanbun?

Para pembaca yang luar biasa.

Tafsir Ayat Al-Qur’an berikut ini akan memberikan jawaban diatas sekaligus menjadi pencerahan kepada kita semua.

 “Maka bersabarlah sesungguhnya janji Allah itu benar dan mintalah ampunan(2612) bagi mereka atas dosa yang diperbuat mereka terhadap engkau(2612A) dan sanjunglah dengan pujian Tuhan engkau pada waktu petang dan pagi. (QS. Al-Mukmin 40 : 56)

Tafsir singkat dari catatan no. 2612A adalah, ” ذَنْبَكَ (dzanbaka) artinya dosa-dosa yang diperbuat terhadap engkau; dosa-dosa yang dituduhkan musuh-musuh engkau seakan-akan engkaulah melakukan dosa-dosa itu; kealpaan dan kelemahan dikau sebagai manusia. Lihat catatan no.2675.”

Para pembaca, rahimakumullah !

Selanjutnya, kita dapat melihat catatan no. 2675 yang merupakan tafsir singkat dari surat Al-Fath ayat 3, yakni “Seseorang yang mempunyai martabat akhlak begitu mulia seperti Rasulullah Saw, yang telah mengangkat derajat seluruh bangsa yang telah tenggelam ke dalam lubuk kejahatan akhlak sampai ke dasar yang paling dalam ke puncak kemuliaan rohani tertinggi, tidak mungkin mempunyai kelemahan-kelemahan akhlak demikian … Kata Dzanb, telah dimanfaatkan untuk memfitnah beliau. Kata itu berarti kelemahan-kelemahan yang melekat pada sifat insani dan pada kesalahan-kesalahan yang diprakirakan akan menimbulkan akibat-akibat merugikan. Ayat ini mengandung arti bahwa Tuhan akan melindungi Rasulullah Saw terhadap akibat-akibat merugikan, yang akan datang… pada waktu itu diperintahkan supaya memohon perlindungan Tuhan terhadap Dzanb beliau, yakni kelemahan-kelemahan insani yang kiranya akan menghalangi jalan pelaksanaan tugas besar beliau…”

(Al-Qur’an dengan terjemahan dan tafsir singkat)

So, para pembaca yang setia. Dari pemaparan diatas, kita menjadi tahu bahwa kata dzanbun yang melekat pada kalimat istighfar yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, tidaklah berarti si pengamalnya adalah si pendosa. Bahkan Faktanya, hanya kata ذنب  (dzanbun) saja yang digunakan untuk para nabi Allah di dalam Al-Qur’an. Bukan kata خطيئة (khatii-atun), إثم ( itsmun), جرم  (jurmun) yang memiliki konotasi negatif. Sehingga penjelasan kata dosa dari kacamata kosakata bahasa Arab telah menjadi nyata bagi kita. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk perbanyak istighfar.

Para pembaca, rahimakumullah !

Disamping itu, ada yang perlu diketahui bersama bahwa arti kata غفر (ghafara) pada istighfar pun tidak hanya sebatas memohon ampun. Perhatikan tafsir singkat dari catatan no. 2612 yang ada di terjemahan surat Al-Mukmin ayat 56, yakni “Ghafar al-mata’a berarti ia barang-barang itu dalam kantong lalu menutupi dan melindungi barang-barang itu. Ghafran dan maghfirah kedua-duanya isim masdar (infinitive nouns) Dari ghafara dan berarti perlindungan dan pemeliharaan.

Mighfar berarti topi baja karena topi baja melindungi kepala, Istighfar bukan saja diperlukan oleh orang-orang mukmin awam, melainkan juga oleh wujud wujud suci, bahkan oleh nabi nabi Allah. sementara golongan pertama membawa istighfar untuk mencari perlindungan terhadap dosa-dosa yang akan datang dan pula terhadap akibat-akibat buruk kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat di masa lalu, maka golongan kedua mohon perlindungan terhadap kealpaan dan kelemahan manusiawi yang dapat merintangi kemajuan misi mereka. Nabi-nabi pun makhluk manusia dan walau mereka terpelihara dari dosa, namun mereka pun diwarisi kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan insani, maka Mereka beristighfar guna memohon pertolongan dan perlindungan Tuhan.”

Berkenaan dengan istighfar dan maghfirat (pengampunan), Pendiri jemaat muslim Ahmadiyah bersabda, “Tatkala dosa-dosa telah diampuni apa pula perlunya istighfar?

Jawabannya adalah arti maghfirat yang sebenarnya ialah menekan dan menutupi keadaan cacat dan kekurangan. Jadi para penghuni surga akan berkeinginan untuk meraih kesempurnaan yang paling lengkap serta tenggelam di dalam lautan cahaya. Setelah melihat keadaan yang kedua, mereka akan menemukan keadaan yang pertama tidak sempurna maka mereka akan berkeinginan agar keadaan pertama itu ditekan ke bawah. Kemudian setelah melihat kesempurnaan yang ketiga mereka berkeinginan untuk memperoleh maghfirat bagi kesempurnaan yang kedua. yakni supaya keadaan yang tak sempurna itu ditekan ke bawah dan diselubungi. Seperti itulah mereka akan terus menginginkan maghfirat yang tak terbatas.” (Filsafat Ajaran Islam. Hal. 162-163)

Pada kesempatan lain, beliau as bersabda, “Sekarang Anda telah bertaubat. Maka dari semenjak Anda bertaubat hingga kedepannya Allah ingin melihat Apakah masing-masing Anda telah melakukan perbuatan suci dengan taubat tersebut. Allah Ta’ala ingin membedakan diantara Anda semua berdasarkan ketakwaan. Banyak orang yang mengeluh, mengadu kepada Allah Ta’ala. Sedangkan mereka tidak melihat keadaan dirinya sendiri. Manusia telah menganiaya dirinya sendiri. Sebaliknya Allah Ta’ala adalah Yang maha pengasih lagi Maha mulia.

Sebagian orang ada yang seperti ini yakni mereka tahu atas dosa2nya. Sebagian lagi tidak tahu atas dosa- dosanya. Oleh karena itulah Allah Ta’ala telah memerintahkan agar selalu beristighfar untuk setiap dosa manusia, baik itu dosa yang Zahir maupun dosa yang tersembunyi. Apakah itu dosa yang disadari atau tidak disadari. Perbanyaklah beristighfar untuk segala macam dosa-dosa yang disebabkan oleh tangan, kaki, mulut, telinga,  mata dan lainnya. Sekarang amalkanlah doa Nabi Adam as berikut ini:

Artinya:

“Wahai Tuhan kami, kami telah berlaku aniaya terhadap diri kami, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihi kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi.”(Al-A’raf:24)

Doa ini sudah dikabulkan dari dulu. Janganlah Anda mengarungi kehidupan dengan kelalaian. Barangsiapa tidak mengarungi kehidupan dengan lalai, malas. Maka sekali-kali ia tidak akan jatuh dalam ujian, cobaan yang melebihi kemampuannya.  Tidak ada bala musibah yang datang tanpa izin Allah Ta’ala…” (Malfudzat jilid III. Hal. 440)

Para pembaca, rahimakumullah !

Demikianlah kajian singkat yang dapat saya sajikan. Mudah-mudahan bukan hanya sekedar wawasan dan pengetahuan, melainkan bisa kita terapkan, amalkan dalam keseharian. Marilah kita perbanyak istighfar.


Penulis : Andhika Akhir Putra

Referensi

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia online

2. Al-Qur’an dengan Terjemahan dan tafsir singkat. Dibawah pengawasan Hz. Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul-Masih IV rh. JAI. Penerbit : Yayasan Wisma Damai, 2002.

3. Bahtera Nuh karya Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan.

4. Filsafat Ajaran Islam karya Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan.

5. Malfudzat Hz. Masih Mau’ud as. Jilid III. Hal. 440.

Sumber Gambar : Google