Fenomena Cucoklogi, Mainnya Kurang Jauh atau Kemampuan Berpikir yang Terhambat

2412

Di zaman teknologi yang serba cepat ini, berita sangat mudah diakses siapapun begitu juga dengan menulis berita yang dapat dilakukan oleh semua kalangan mulai dari kaum intelektual, remaja, bahkan anak-anak. Ironisnya baik membaca maupun menulis, tidak diimbangi dengan kemampuan literasi yang mumpuni dan kemampuan berpikir yang tidak sesuai dengan usianya. Sehingga banyak kita temukan diskusi di media sosial ataupun surat kabar elektronik yang membahas soal ekonomi kreatif ujung-ujungnya menyalahkan China atau membahas tentang konflik negara lain responnya malah memaki dan menuding presiden juga pemerintah yang dianggap tidak mau bertanggung jawab untuk turut serta meringankan konflik negara lain.

Jangan heran kalau para pembaca ataupun penulis dadakan tidak mampu melihat bahwa seorang penyanyi atau public figure juga seorang manusia biasa, bisa sedih, tertekan, dan punya batasan privacy yang tidak layak untuk dijadikan konsumsi publik. Jangan heran juga kalau kita melihat banyak orang yang mudah ditipu oleh politisi abal-abal atau pemuka agama palsu tanpa berpikir kritis terlebih dahulu mengenai apa latar belakang pendidikannya, bagaimana sepak terjangnya di dunia politik maupun keagamaan.

Kita biasa menganggap mereka orang yang berpikiran dangkal atau menjulukinya dengan “mainnya kurang jauh”. Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah kemampuan berpikir merekalah yang terhambat. Menurut Jean Piaget, seorang filsuf dan psikolog berkebangsaan Swiss, manusia memiliki empat level perkembangan kognitif1 yaitu:

  1. Usia 0-2 tahun. Pada masa ini, kemampuan berpikir masih di level sensory motor yaitu, memahami sesuatu melalui kaitan antara gerak tubuh dan akibatnya. Seperti memahami kejadian ketika piring dibanting maka akan pecah.
  2. Usia 2-7 tahun. Pada masa ini, kemampuan berpikir berada di level pre operational yaitu, kemampuan berfikir yang mengandalkan daya imajinasi. Seperti ketika seorang anak diajak berbicara tentang vitamin, tapi justru menanggapi dengan komentar tentang Superman. Anak tersebut tidak mau disalahkan dan memang tidak usah disalahkan karena itulah yang terlintas di pikirannya. Anak tersebut belum paham bahwa komentarnya tidak nyambung dan belum mampu diajak berpikir konkrit mengenai sebab akibat karena daya imajinasinya yang kuat.
  3. Usia 7-11 tahun. Pada masa ini, kemampuan berpikir ada di level concrete operasional. Di tahap ini, mereka sudah mampu bicara soal konsep juga prinsip tapi masih dalam wujud yang bisa diserap oleh kelima panca indera dan dikemas dengan Bahasa yang sederhana. Mereka belum paham bahwa memenangkan sesuatu dengan berdiplomasi dan berpikir rasional itu jauh lebih hebat daripada memnangkan sesuatu dengan adu mulut yang emosional dan melibatkan kekerasan fisik.
  4. Usia 11 tahun ke atas, kemmpuan berpikirnya berada di level formal operational. Di usia yang sudah memasuki remaja ini, biasanya mampu diajak diskusi teoritis maupun hipotesis. Mereka mampu memahami kejadian dalam hidup dan mencari solusi sederhana dalam menghadapi masalah.

Celakanya, menurut Jean Piaget, kebanyakan orang dewasa tidak mencapai level formal operational atau advance dalam berpikir2 karena beberapa faktor seperti keluarga, lingkungan, pendidikan, asupan gizi, dll3. Sehingga yang terjadi adalah orang dengan usia dewasa namun pola berpikirnya seperti anak usia 7-11 tahun.           Lalu bagaimana menyiasati pola berpikir yang terhambat? Harus dilatih, dibangun, dan dibiasakan oleh orangtua, keluarga, dan lingkungan tumbuh kembang anak atau orang tersebut4. Adapun cara menghadapi orang yang kemampuan berpikirnya terhambat, harus dengan kesabaran sembari mengajak orang tersebut untuk memproses sesuatu dengan nalar dan data yang valid. Makian atau sindiran tidak lantas membuat kemampuan berpikir mereka jadi lebih baik, bahkan dapat memicu pertengkaran karena mereka gengsi dianggap bodoh5 dan akhirnya semakin tidak mau belajar untuk berpikir menggunakan nalarnya.


Oleh: Radhiyah Mardhiyyah

Sumber:
1. Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.Bjorklund, D.F. (2000) Children’s Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA: Wadsworth
2. https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/intel/article/download/%20197%20/178
3. Johnson, M.H. (2005) Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford: Blacwell publishing
4. Seifer, Calvin “Educational Psychology

Sumber Gambar: g-stockstudio