Islam adalah agama yang datang untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Ajarannya turut menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya. Islam memiliki pedoman hidup yang sangat fundamental: Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang luar biasa. Di dalamnya terkandung berbagai macam petunjuk untuk kemajuan jasmani maupun rohani manusia. Al-Qur’an adalah sebuah khazanah pengetahuan yang tidak terbatas. Berkenaan dengan hal ini Allah Taala berfirman:
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ
Hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan telah kulengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.[1]
Al-Quran juga merupakan sebuah kitabullah yang benar-benar terjaga dari awal penurunannya sampai sekarang. Sebagaimana janji Allah Taala bahwa Dia akan menjaga kitab ini, tidak ada perubahan sedikitpun, baik huruf, kata dan kalimat di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.”[2]
Salah satu bentuk penjagaan Al-Quran yang Allah Ta’ala tempuh ialah pengutusan Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud guna menyampaikan tafsir Al-Quran yang tepat kepada seluruh umat manusia di akhir zaman di bawah bimbingan wahyu Ilahi. Hd. Rasulullah saw. sendiri telah mengabarkan kedatangannya dengan misi menghidupkan agama dan menegakkan syariat. Orang yang dikabarkan oleh beliau saw. ini akan memiliki keturunan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم : يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ إِ لَى اْلأَرْضِ , فَتَزَوَّجُ وَ يُوْلَدُ لَهُ
Hd. Rasulullah saw. bersabda : “Isa Ibn Maryam akan turun ke muka bumi, maka ia akan berkeluarga dan dikarunia putera”.[3]
Pada suatu kali Hd. Mirza Ghulam Ahmad as., yang tak lain adalah Imam Mahdi dan Masih Mau’ud, berkhalwat di Hosiarpur selama 40 hari laksana Hadhrat Musa as. untuk memanjatkan doa khusus kepada Allah Taala kerena melihat kondisi umat Islam yang telah sedemikian rupa tenggelam dalam kegelapan. Kemudian pada tanggal 20 Februari 1886 Allah Taala memberikan kabar suka kepada beliau tentang akan lahirnya seorang putera yang memiliki kecerdasan yang luar biasa yang bernama Basir. Salah satu penggalan kabar suka tersebut adalah sebagai berikut:
وہ سخت ذہین و فہیم ہوگا اور دل کا حلیم۔اور علوم ظاہری و باطنی پرکیا جاۓگا۔وہ جلدجلد بڑھےگا اور اسیروں کی رستگاری کا موجب ہوگا اور زمین کے کناروں تک شہرت پاۓگا اور قومیں اس سے برکت پائیں گی
“Ia akan sangat cerdas, berkeyakinan dan berhati lembut serta dipenuhi dengan ilmu dunia dan ilmu rohani. Dia akan tumbuh cepat dan akan menjadi alat yang akan membebaskan mereka yang terkungkung. Kemasyhurannya akan tersebar ke setiap ujung dunia dan menusia akan mendapat karunia dengan perantaraannya.”[4]
Putera yang dijanjikan itu bernama Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. atau yang dikenal dengan Muslih Mau’ud: Sang Pembaharu yang Dijanjikan. Beliaulahir pada tanggal 13 Januari 1889 dan wafat pada 08 November 1965. Sesuai kabar suka yang tertera di atas beliau menjadi salah seorang yang sangat berkontribusi dalam memperjuangkan Islam di awal abad ke-20. Beliau terpilih menjadi Khalifah Muslim Ahmadiyah pada usia yang masih sangat muda yaitu 25 tahun tepatnya pada tanggal 14 Maret 1914. Beliau menjabat sebagai Khalifah selama 52 tahun, yang merupakan jabatan terlama dalam sejarah kekhalifahan Ahmadiyah.
Beliau memperjuangkan keagungan Islam dengan berbagai macam tulisan untuk menjawab tuduhan-tuduhan para penentang Islam. Beliau menulis kurang lebih 200 judul buku baik itu tentang Islam sendiri ataupun masalah-masalah umum. Karya monumental beliau adalah Tafsir Kabir, sebuah Tafsir Al-Qur’an yang terdiri dari sepuluh jilid, yang setelah dikomputerisasi menjad 15 jilid. Tafsir yang logis adalah jasa dan sumbangsih beliau terhadap dunia tafsir yang luas.
Tafsir Kabir merupakan tafsir Al-Qur’an yang sangat mendalam, mencakup aspek bahasa, sejarah, hukum Islam, dan korelasi dengan ilmu pengetahuan modern. Tidak hanya mengandalkan tafsir klasik, tetapi juga memberikan wawasan baru yang relevan dengan perkembangan zaman. Tafsir ini juga menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan metode rasional dan spiritual, menghubungkannya dengan sains, filsafat, dan perkembangan dunia. Salah satu penafsiran yang sangat luar biasa beliau adalah tafsir surah Al-Fatihah yang di dalamnya menjelaskan sifat-sifat utama Allah Taala. Beliau memulai penafisran mulai dari segi bahasa, kata yang digunakan, kemudian menyampaikan penafsiran para ulama-ulama serta keberatan-keberatan terhadap Al-Quran oleh para orientalis, kemudian beliau menjawab serta meluruskan penafsiran dan keberatan yang dibuat oleh orang-orang.
Beliau memiliki beberapa metode dalam menafsirkan Al-Qur’an. Pertama adalah penafsiran ilmiah yang mana menghubungkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan sains modern, seperti astronomi, biologi, dan fisika. Kedua adalah penafsiran rasional yang mana menggunakan pendekatan logis dalam memahami makna Al-Qur’an tanpa bertentangan dengan akal sehat. Ketiga adalah penafsiran spiritual yang mengedepankan makna batiniah dan hikmah rohani yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Keempat adalah penafsiran historis yang mengaitkan ayat-ayat dengan konteks sejarah Islam dan nubuat-nubuat yang telah terjadi.
Contoh salah satu penafsiran beliau ra. adalah sebagai berikut:
ASAL KATA JAHANNAM
Dalam menafsirkan surat Maryam ayat 69:
فَوَرَبِّكَ لَنَحۡشُرَنَّهُمۡ وَٱلشَّيَٰطِينَ ثُمَّ لَنُحۡضِرَنَّهُمۡ حَوۡلَ جَهَنَّمَ جِثِيّٗا
Di dalam Tafsir Kabir, Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani menerangkan berkenaan dengan akar kata jahanam: “Berkenaan dengan (kata) jahanam, para mufasir berpendapat bahwa ini adalah kata yang ‘ajami (asing), asal katanya tidak dijumpai dalam bahasa arab. Menurut para pakar bahasa asing, ini adalah kata (yang berasal dari bahasa) ARAMAIC yang digunakan untuk menyatakan “hukuman setelah kematian”. Dalam bahasa ibrani, digunakan kata Jihinnah (GEHENNA) yang berasal dari bahasa ARAMAIC yakni Hinnum (HINNOM) yang kemudian dirubah menjadi kata Jihinnuum (GE HINNOM).
Diperkirakan juga bahwa kata Hinnum adalah potongan dari suatu kata yang panjang yang diartikan Wadi e khunrezi yang berarti lembah pembunuhan atau “Qatl e ‘aam” yang berarti Pembunuhan umum/masal (Ensiclopedya Biblyka untuk kata Hinnuum Wely Kalim 2070)
Menurut saya “Jihinnuum” adalah satu kata bahasa arab yang sudah rusak. Dalam bahasa arab makna “hanam” adalah citah (sejenis singa/pencabik) dan dzu hinamin maknanya adalah tempat untuk citah-citah. Orang-orang Armic juga mengatakan bahwa kata ini merupakan potongan dari kata yang panjang yang artinya adalah lembah pembantaian atau pembunuhan masal. Walhasil, menurut saya (kata) ini sebenarnya adalah dzu hinamin yakni habitat citah-citah (tempat tinggal), merobek-robek dan melukai manusia. Karena orang asing pada umumnya selalu merubah huruf dzal dengan huruf jiim (dalam melafazkan-pent), karena itu orang Armik melafazkan kata dzu hinamin dengan kata jihinnum, kemudian orang-orang arab juga melafazkan kata itu mengikuti pelafazan orang-orang asing itu (armic). Banyak sekali dijumpai contoh seperti itu, yang terkadang dari satu bahasa berubah menjadi bahasa lain yang rusak, lalu berubah bentuk menjadi bentuk lain kemudian lafaz yang sudah rusak tadi, dilafazkan kembali oleh para pemilik bahasa aslinya dan dipakaikan lagi pemakaiannya dengan kata yang lain. Sebenarnya, lafaz ini adalah dzu hinamin, yakni habitat citah, dan ini adalah lafaz bahasa arab, lantas orang-orang asing mengambil lafaz ini dari orang Arab dan merubahnya menjadi jihinnum, kemudian orang-orang arab merubah jihinnum dari orang asing tadi menjadi jahannam. Selain itu, menurut saya bisa juga kata jahannam ini dijadikan dengan menyatukan dua lafaz tsulatsi, yakni kata jahan dan jaham. Arti kata jahan dalam bahasa arab adalah dekat dan arti kata jaham adalah menghampiri dengan bermuka masam. Jadi Jahannam asal katanya adalah jahan dan jaham yang maksudnya adalah sesuatu yang manusia pergi kepadanya dengan gembira, tapi ketika sampai didekatnya, dia akan bermuka masam. Sebenarnya dari makna itulah diambil pengertian tersebut dan dikatakan bahwa sebelumnya manusia beranggapan, melakukan perbuatan yang akan mengantarkannya ke neraka itu adalah baik, tapi karena perbuatan itu, ketika dia sampai di neraka, dia mulai bermuka masam (cemberut kesal) , (dan mengatakan) ini adalah tempat yang sangat buruk. Seolah-olah untuk mengekspresikan suatu keadaan yang timbul setelah melihat neraka, dan disebabkan karena perbuatan-perbuatan itu, yang sekalipun manusia menganggapnya itu baik, tapi justru (perbuatan-pent) itulah yang akan mendekatkannya kepada neraka, tempat itu dinamakan jahannam.
Hazrat Masih Mau’ud as juga menjelaskan satu kata lain yang masih dalam corak yang sama. Beliau as menulis didalam buku Islami Usul ki Filasafi bahwa kata Khinziir (babi) sebenarnya adalah meliputi kata khinz dan ar. Arti kata khinz adalah “sangat buruk” dan arti kata ar adalah “aku melihat”. Jadi makna kata khinziir adalah “aku melihatnya sangat buruk” fasid, dan rusak. Yakni hewan itu memiliki kebiasaan buruk yang bisa menyebabkan timbulnya najis (bakteri) dan kemudaratan. Dalam corak ini, saya menganggap bahwa kata jahannam juga meliputi kata jahan dan jaham yakni jahannam adalah sesuatu yang manusia berusaha untuk mendekatinya, yakni dia menyukai perbuatan yang bisa membawanya kepada jahannam, tapi ketika jahannam itu nampak kepadanya, maka wajahnya menjadi masam (cemberut) dan dia mengatakan, “Aduh, ini adalah tempat yang buruk”. [5]
Itulah sebuah penafsiran yang sangat luar biasa dari seseorang yang langsung mendapatkan ilmu dari Tuhan. Semoga kita bisa menjadi manusia-manusia yang terus belajar dan menebarkan kebaikan.
Oleh: Tata Rosada Nizamuddin
Catatan Kaki:
[1] QS. Al-Maidah : 4.
[2] QS. Al-Hijr :10
[3] HR. Misykat Al-Mashabih, Kitab Ar-Riqaq, bab Nuzul Isa, Hadist no. 5508; Darul Kutubil Ilmiyyah, edisi 2003
[4] Tadhkirah, hal. 125-126 cetakan pertama Mei 2014 versi Bahasa Indonesia. Sabz Ishtihar, hal. 21, catatan kaki; Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 467, catatan kaki.
[5] (Tafsir Kabir jilid 5 hal 331-332)
Image:
Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsir Singkat Jemaat Muslim Ahmadiyah.
