Kenali Lebih Dekat Dengan FOMO Dari Dampaknya Sampai Cara Mengatasinya

1420
FOMO - Fear Of Missing Out

Sobat pena, pernakah kamu mendengar istilah FOMO? Istilah Fear of Missing Out atau yang biasa disingkat FOMO, adalah salah satu fenomena nyata yang semakin umum terjadi di kalangan anak muda. Fenomena FOMO ini pertama kali muncul dalam artikel Harvard Business School, menjadi istilah global untuk kondisi tak nyaman ketika kita berpikir orang lain memiliki pengalaman yang lebih baik dan lebih kaya daripada diri kita. Diperkuat dengan maraknya media sosial, FOMO telah menjadi krisis budaya.

Fenomena FOMO ini sampai menyebar ke kalangan selebriti kelas dunia. Jika melakukan penelusuran di Google dengan kata kunci FOMO, kita akan mendapatkan lebih dari Sembilan juta hasil. Sementara itu, tagar #FOMO muncul ratusan ribu kali di situs seperti twitter dan Instagram. FOMO juga digunakan secara luas di iklan, bitmoji, dan entah berapa banyak percakapan di seluruh dunia.

FOMO mempunyai 2 definisi:

  1. FOMO adalah rasa cemas yang tidak diinginkan yang timbul karena persepsi terhadap pengalaman orang lain yang lebih memuaskan daripada diri sendiri, biasanya terpaan media sosial.
  2. FOMO adalah tekanan sosial yang datang dari perasaan akan tertinggal suatu peristiwa, atau tersisih dari pengalaman kolektif yang positif atau berkesan.

Fenomena FOMO sudah masuk Indonesia sejak pandemi covid-19 di tahun 2020. Bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia juga sudah kenal dengan fenomena tersebut. Laporan Statista (2020) mencatat, pengguna media sosial di Indonesia pada 2020 paling banyak yakni berusia 25-34 tahun. Rinciannya, pengguna laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 20,6% dan 14,8%. Posisi selanjutnya yakni pengguna berusia 18-24 tahun.  Rinciannya, pengguna laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 16,1% dan 14,2%. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia paling sedikit yakni berusia 55-64 tahun. Kemudian usia 65 tahun ke atas. Bahkan penggunaan ini semakin meningkat dikala wabah Pandemi Covid-19 ini.

Kondisi selama pandemic Covid-19 yang mengharuskan anak sekarang khususnya dari pelajar hingga mahasiswa mengakses pembelajaran di rumah dan menggunakan media sosial sebagai sarana hiburan untuk mengusir kejenuhan mau tidak mau terpapar penggunaan gadget ini. Oleh karenanya  keterikatan dengan gadget mereka rentan mengalami ganguan yang dinamakan sindrom FOMO (Fear of Missing Out) hingga adiksi gadget yang lebih kronis.

Dampak sindrom FoMO dapat berbahaya karena : (1) dapat menganggu keterampilan sosial individu dimana pengguna lebih suka berelasi di dunia maya, sehingga menyebabkan kecanggungan sosial saat harus berinteraksi di dunia nyata, (2) dapat menyebabkan gangguan emosi merasa harus menggunakan media sosial terus menerus, jika terhenti penggunaan media sosil akan merasa cemas atau marah, (3) meningkatkan rasa tidak bahagia dan ketidakpuasan dalam hidup., (4) konsetrasi dan minat untuk belajar menurun, (5) hingga mengembangkan persepsi bullying di media sosial.

Namun, tidak semua yang ditimbulkan FOMO ini negatif, ada pula dampak positif di antaranya dengan munculnya fenomena ini, millennials bisa memanfaatkan emosinya guna memaksa diri sendiri untuk mencoba hal-hal baru dan keluar dari zona nyamannya. Hal ini dikarenakan media sosial sudah berhasil menghancurkan segala batasan komunikasi dan memperluas cara-cara baru untuk masyarakat bisa berkomunikasi. Pada abad 21 ini, seluruh informasi bisa mudah sekali diakses serta bisa dibagikan kapanpun kepada dunia. Biar tidak terjebak oleh fenomena FOMO selama pandemi covid-19, ini dia cara mengatasi dari FOMO:

  1. Membangun komunikasi kembali dengan anggota keluarga. Pada masa pandemi Covid-19 sangat memungkinkan keluarga untuk berkumpul dan mengelola kembali kegiatan apa yang disukai atau tidak sukai, bahkan menemukan kegiatan bersama yang saling mempererat hubungan antar anggota keluarga dari pada bergadget ria, misalnya menjadwalkan kembali tugas rumah harian masing-masing anggota keluarga, memodifikasi permainan ular tangga menjadi permainan bercerita tentang hal yang positif yang telah dilakukan seminggu ini dalam keluarga, dan lain-lain.
  2. Orang tua menetapkan batasan waktu dan konsisten dengan aturan penggunaan gadget selama di rumah.
  3. Selalu pantau dan damping anak terkait akses gadget yang digunakan.
  4. Menggunakan media sosial secara bijak dan tidak berlebihan: Cara satu ini dilakukan agar manfaat dari media sosial dapat kita rasakan dan tidak terkena dampak negatifnya atau pun sampai kecanduan dengan media sosial yang berujung pada nomophobia.
  5. Mengatur waktu penggunaan gadget ataupun penggunaan media sosial, agar dapat tetap beraktivitas yang lainnya.
  6. Tidak terkungkung di dalam dunia maya.
  7. Berhenti membandingkan diri sendiri dengan kehidupan orang lain, karena semua orang memiliki waktunya sendiri-sendiri untuk sukses.
  8. Fokus terhadap dirimu, cita-citamu, dan kehidupan nyata saat ini.
  9. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
  10. Selektif dalam memilah informasi, mana yang baik untuk dibagikan di media sosial dengan yang tidak perlu orang lain ketahui.

Satu hal penting lainnya yang harus diingat untuk menyikapi dan menghindari dampak negatif dari fenomena FOMO ini, yakni fokus terhadap pencapaian diri sendiri, menjadikan pencapaian seseorang sebagai motivasi untuk sukses, bukan sebagai ajang membanding-bandingkan dengan pencapaianmu yang berujung membuat diri sendiri stres. Bijak dan selektiflah dalam berselancar di media sosial agar kalian tidak menjadi seorang FOMO Sapiens. Begitulah sahabatku.


Penulis: Hafiz Abdul Jabbar

Referensi:

J. McGinnis, Patrick. Fear Of Missing Out. Gramedia Pustaka Utama, 2020

https://yoursay.suara.com/kolom/2021/12/15/144759/fear-of-missing-out-fomo-fenomena-baru-media-sosial-di-kalangan-remaja-milenial

https://www.parapuan.co/read/532681081/banyak-terjadi-di-kalangan-milenial-apa-itu-fenomena-fomo

Sumber Gambar : Unplash.com