Keyakinan Nabi Muhammad SAW Sebelum Menjadi Rasul

4986

Benarkah Rasulullah saw pernah tersesat? Apa keyakinan beliau tentang Tuhan sebelum ditunjuk sebagai Rasul-Nya? Apakah beliau mengenal Allah lewat agama Yahudi dan Nasrani? Pernahkah beliau menyembah berhala? Apa mungkin beliau seorang ateis? Apa agama beliau sebelum mendapat wahyu di Gua Hira? Pertanyaan-pertanyaan ini akan kita jawab pada tulisan ini.

Arti kata ‘agama’ menurut KBBI adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan itu.

Adapun latar belakang penulis menulis topik ini adalah karena banyak sekali orang yang beranggapan bahwa Nabi Muhammad saw pernah menyembah berhala sehingga beliau dikatakan sesat sebelum diutus nau’udzubillah. Salah satunya adalah Philip K. Hitti dalam bukunya History of Arabs halaman 123-124, ia menuliskan,

“Ketika masih lemah, Muhammad tergoda untuk mengakui dewa-dewa masyarakat Mekah dan Madinah, serta berkompromi untuk menghargai mereka…Ketika masih muda, Muhammad pernah menyuguhkan persembahan untuknya (Al-Uzza, salah satu berhala perempuan yang dianggap sebagai anak perempuan Allah)”.

Benarkah pernyataan ini ?

Pertama-tama kita akan membahas ‘Apakah Allah dikenal oleh bangsa Arab melalui Yahudi atau Nasrani yang sudah biasa menyembah-Nya?’ Fakta menyatakan bahwa bangsa Arab demikian juga Rasulullah saw mengenal adanya sosok Maha Kuasa bernama Allah bukan dari Yahudi atau Nasrani. Mereka mengenal Allah melalui nenek moyang mereka Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Meski berkeyakinan politeisme, bangsa Arab mengetahui betul bahwa nenek moyang mereka yakni Nabi Ibrahim as adalah penganut Tauhid yakni meyakini adanya Tuhan Yang Tunggal atau Esa (lihat Pengantar Mempelajari Al-Quran cet. Ke-4 hlm. 190-191).

Nama dari ayahanda Rasulullah saw juga adalah Abdullah yang berarti ‘hamba Allah’. Artinya keluarga beliau memang telah mengenal sosok Allah Ta’ala sedari dulu. Dengan demikian beliau pun tidak pernah tersesat dalam mengimani siapa Tuhannya. Beliau pun bukan seorang ateis juga. Terlepas mau dikatakan dengan istilah apapun baik Deisme (mengakui adanya Tuhan Yang Esa tanpa terikat suatu agama manapun), agama Hanif/milah Ibrahim (istilah untuk ajaran Nabi Ibrahim as) dan lain sebagainya, pada dasarnya beliau adalah penganut Tauhid sebagaimana Nabi Ibrahim as.

Bahkan Philip K. Hitti pun mengakui bahwa Allah adalah Tuhan-nya orang-orang Arab (Hijaz). Berikut ini pernyataannya,

“Bagi masyarakat Hijaz (sebelum Islam muncul), Allah adalah Tuhan yang paling utama, meskipun bukan satu-satunya.” (History of Arabs halaman 126)

Berikut ini beberapa nas Al-Quran yang menyatakan bahwa bangsa Arab memang mengakui sosok Allah Ta’ala sebagai Tuhan, Sang Pencipta nan Mahakuasa meski mereka penganut politeisme.

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS Al-Ankabut: 62)

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (QS Al-Ankabut: 24)

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman: 26)

Bila mereka mengimani Allah sebagai Tuhannya lalu kenapa mereka menyembah berhala? Menurut Hazrat Mirza Basyirudin Mahmud Ahmad ra , sebagai pembelaan diri, bangsa Arab mengatakan bahwa untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan, mereka memerlukan perantara yakni syafaat orang-orang soleh. Oleh karena itu mereka membuat patung orang-orang soleh terdahulu dan mulai berdoa di hadapan patung-patung tersebut supaya orang-orang soleh tersebut menyampaikan mereka kepada Tuhan Yang Esa. Bahkanpada saat kelahiran Nabi Muhammad saw terdapat 360 patung di dalam Kabah (rumah ibadah yang didirikan oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as) (Pengantar Mempelajari Al-Quran cet. Ke-4 hlm. 190-191).

Berkenaan dengan masa sebelum menjadi Rasul, Aisyah ra menyampaikan

وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ

Nabi saw (biasa) menyendiri di Gua Hira melakukan Tahannuts. (HR. Bukhari no. 3)

Mengenai makna tahannuts, dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar, maknanya ada 2:

Pertamatahannuts [التحنّث] artinya tahannuf [التحنّـف], yang artinya mengikuti ajaran hanifiyah. Itulah ajaran dan millah Ibrahim.

Kedua, tahannuts artinya menjauhi dosa. Dari kata al-Hints [الحنث] yang artinya dosa. Dan kata ‘tahannuts’ [التحنّث] memiliki arti ‘Yatajannabu al-Hints’ [يتجنب الحنث], yang artinya menjauhi dosa. (Fathul Bari, 1/23).

Berkenaan dengan tahannuts Rasul di Gua Hira, Hazrat Mirza Basyirudin Mahmud Ahmad ra menyampaikan:

“Ketika usia Rasulullah saw mencapai lebih dari tiga puluh tahun, kecintaan kepada Tuhan dan ibadah kepada Dia semakin menguasai beliau. Muak akan kedurhakaan, kejahatan dan berbagai perbuatan dosa kaum Mekah, beliau memilih bertafakur pada suatu tempat, berjarak dua-tiga mil. Tempat itu di puncak bukit, semacam gua terbentuk dari batu, bernama Gua Hira” (Pengantar Mempelajari Al-Quran cet. Ke-4 hlm. 199).

Jelaslah beliau sama sekali terbebas dari aib dan cela sama sekali. Beliau bersih dari segala keburukan yang biasa kaum beliau lakukan saat itu termasuk penyembahan berhala. Beliau cinta untuk beribadah kepada Allah bahkan sebelum menjadi Rasul serta sangat membenci perbuatan dosa kaum Mekah saat itu.

Berikut beberapa riwayat pendukung yang penulis kutip dari buku Sirat Khataman Nabiyin karya Hazrat Mirza Bashir Ahmad, M.A.,

“Bagaimanapun Islam dengan segala teori/ajarannya yang terperinci turun di kemudian hari. Oleh karena itu tidak ada seorang pun yang dapat mengajukan keberatan atas apa yang Hd. Rasulullah saw lakukan sebelum pengutusan (menjadi Nabi)…Namun terbukti dari sejarah bahwa…fitrah benar beliau saw selalu terhindar dari adat istiadat buruk masyarakat Arab. Beliau pun tidak pernah melakukan perbuatan syirik. Oleh karena itu pada masa kenabian, dari Hd. Aisyah ra, beliau saw bersabda: aku tidak pernah makan makanan yang dipersembahkan untuk berhala’[1] . Dalam satu riwayat Hd. Ali ra menjelaskan bahwa suatu kali ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw Ya Rasulullah! Pernahkah engkau memuja berhala?Beliau menjawab Tidak. Lalu orang-orang bertanya Pernahkah engkau minum minuman keras (khamar)? Beliau menjawab Tidak’. Lalu beliau menambahkan ‘Sedari dulu aku selalu membenci berhala-berhala. Hanya saja sebelum Islam aku tidak mempunyai suatu pengetahuan tentang syariat dan iman (rukun iman dsb.)’[2] (Sirat Khataman Nabiyin hlm. 129-130).

Apakah pernyataan dan jawaban Rasulullah saw di atas layak dipercayai ? Tentu saja sangat layak. Baik teman maupun lawan mengakui sifat beliau yang selalu jujur dan benar sehingga beliau dijuluki Al-Amiin (orang yang dapat dipercaya) dan As-Saadiq (orang yang benar) di kalangan umat beliau jauh sebelum diutus menjadi Rasul. Berikut ini pernyataan Wikipedia yang dikenal sebagai sumber rujukan paling netral,

“Sebelum masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua gelar dari suku Quraisy (suku terbesar di Mekkah yang juga suku dari Muhammad) yaitu Al-Amiin yang artinya ’orang yang dapat dipercaya’ dan As-Saadiq yang artinya ‘yang benar’.”[3]

Dengan demikian jelaslah bahwa agama yakni ajaran atau sistem yang mengatur tata peribadatan dan tata kaidah kepercayaan yang Rasulullah saw anut sebelum menjadi Rasul adalah kepercayaan akan Tauhid Ilahi yakni meyakini Allah Yang Maha Esa hanya saja belum mengenal adanya hukum-hukum syariat Islam. Beliau bukan ateis bukan pula penganut politeisme. Beliau sangat mencintai ibadah kepada Allah lewat tahannuts di Gua Hira. Hingga tiba Jibril/Gabriel menemui beliau yang menjadi awal diserahkannya tanggung jawab besar yang kelak beliau emban yakni tugas sebagai utusan Allah, Tuhannya.


Oleh: Ammar Ahmad

Sumber:

[1] Sirat Halbiyah jld. I bab ma hafadho-Allohu

[2] Sirat Halbiyah jld. I bab ma hafadho-Allohu

[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad yang diakses pada tanggal 28 September 2018

Sumber Gambar: pixabay.com