Larut dalam Mencintai Allah SWT

1788

Dunia dengan segala ketidakpastian, memancing hasrat bertekuk lutut pada-Nya. Berupaya sekuat tenaga untuk mampu berdiri tegak menghadapi segala ujian yang menerpa, layaknya tak cukup mampu memberi kepastian dari ketidakpastian yang ada. Lalu, apa yang harus dilakukan? Apa yang harus diupayakan? Dan apa yang harus dipasrahkan? Sejatinya, jawabannya hanya ada pada-Nya. Dia yang tak nampak, namun dapat dirasakan. Dia yang tak terlihat, namun yang memberi kekuatan. Dia yang seolah diam, namun menunggu apa yang dilakukan hamba-Nya.

Ya, begitulah Dia, sosok segalanya namun kadang terlupakan dibalik segala kesibukan yang begitu fana. Jangankan mengucap syukur atas segala yang dilimpahkan-Nya, jiwa dan raga seolah sulit menyapa-Nya. Dia pun tak membutuhkan hamba-Nya, tapi sifat Rahman-Nya, hadir setiap saat untuk hamba-Nya. Begitu naifnya jiwa yang begitu tenggelam dalam kefanaan ini, tanpa menyadari, sedikit saja sosok yang begitu mencintai hamba-Nya.

Padahal, Dia senantiasa mengingatkan hamba-Nya dalam setiap kalam-Nya. Dalam Surah Al Fajr ayat 28-31, Allah SWT berfirman:

 ”Hai jiwa yang mendapat ketentraman dari Tuhan! Kembalilah kepada Tuhan engkau, Yang ridha kepada engkau dan engkau ridha kepada-Nya. Maka masuklah engkau kedalam kelompok hamba-hamba-Ku dan masuklah kedalam Surga-Ku.”

Janji-Nya begitu nyata dalam setiap Kalam-Nya. Dia menunggu, Dia menanti, hamba-Nya kembali keharibaan-Nya. Surga Keridhaan-Nya, menanti para hamba yang senantiasa mencintai-Nya dan menapaki dunia yang begitu fana ini dengan senantiasa mengingat-Nya, ada dalam jalan yang diinginkan-Nya, serta hanya demi meraih ridha-Nya.

Pendiri Jama’ah Muslim Ahmadiyah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as menyampaikan:

 ”Apabila manusia sudah betul-betul ridha secara sempurna dengan Allah Ta’ala dan tidak mempunyai suatu keluhan apapun terhadap dirinya, pada waktu itulah timbul kecintaan pribadi kepada Allah Ta’ala.”

Terkadang, karena ujian yang datang silih berganti, keluhan pun senantiasa mengikuti. Kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, melahirkan umpatan seolah dunia hadir begitu kejam. Padahal, ketika manusia ridha secara sempurna kepada Tuhan-Nya, sejatinya tak ada lagi keluhan apapun pada dirinya, hingga timbul kecintaan kepada-Nya. Baik dikala suka duka, senang ataupun susah, haru bahagia ataupun sedih berlinang air mata, semestinya manusia senantiasa ridha pada-Nya. Karena Dialah yang lebih tahu, yang terbaik bagi hamba-Nya.

Tak ada lagi keluhan bahkan umpatan, merasa dunia ini tak adil baginya. Hingga tak ada lagi rasa kecewa atas apa yang diterima. Dengannya akan terlahir kecintaan sempurna kepada Sang Maha Segalanya.

Kemudian, Hz. Mirza Ghulam Ahmad menyampaikan: ”Hakikat mahabbat (kecintaan) menuntut agar manusia dengan hati yang tulus mencintai semua sifat kekasihnya, akhlak dan budi pekertinya dan berusaha dengan sepenuh hati dan jiwanya untuk menyerahkan diri dan fana dalam diri kekasihnya hingga dapat menjalani kehidupan yang diraih oleh kesayangannya itu.”

Melalui kecintaan pada-Nya dalam menghadapi kefanaan dunia ini, manusia menjadi terarah. Bagaimana mengarungi samudera yang serba tak pasti dengan berharap kepastian pada-Nya. Dengan mempelajari serta meresapi sifat-sifat Ilahi, manusia dapat berupaya menapaki dunia ini dengan berlandaskan  petunjuk dari-Nya.

Teringat apa yang disampaikan oleh Khalifah ruhani Jama’ah Muslim Ahmadiyah Hz. Mirza Masroor Ahmad aba;

“Tuhan adalah satu khazanah kesayangan maka hargailah Dia, sebab Dia Penolong-mu dalam setiap gerak tindakanmu. Tanpa Dia kamu tidak berarti sedikitpun; begitupun segala upaya dan rencanamu tiada artinya.”

Ya, hanya Dia-lah yang mampu memberikan kepastian atas segala ketidakpastian yang ada. Hanya Dia-lah yang mampu menguatkan ketika kenyataan tak sesuai dengan harapan. Hanya Dia yang dapat mengerti dan mampu memberi arti. Dan pada akhirnya, hanya kepada Allah-lah tempat kembali.


Oleh : Mutia Siddiqa Muhsin

Sumber materi : https://ahmadiyah.id/khotbah-intisari-cinta-sejati-kepada-allah-taala