Muslih Mau’ud, putra yang dijanjikan, menorehkan begitu banyak karya ilmu duniawi dan rohani. Putra yang dinubuatkan 3 tahun sebelum kelahirannya, memiliki keistimewaan yang begitu besar sebagai khadim Islam, dan menjadi fakta yang tak terbantahkan membuktikan kebenaran dan keunggulan Islam.1 Artikel, buku, hingga tafsir shagir dan khabir menjadi bagian dari karyanya yang luar biasa. Namun siapa sangka, masa kecil putra yang dijanjikan ini tak semudah yang dibayangkan. Ketika masih anak-anak, kesehatannya begitu lemah. Kian memburuk hingga pada usia 11 atau 12 tahun berada diambang perseteruan antara hidup dan mati. Penghilatannya pun berkurang diakibatkan rasa sakit yang juga terjadi pada mata. Tak hanya itu, demam berturut turut hingga 6 atau 7 bulan lamanya menyebabkannya tidak dapat belajar dengan teratur hingga tak memungkinkan pergi ke sekolah. Dengan berbagai keterbatasan yang menimpa, seolah tak ada jaminan untuk dapat berumur panjang.2
Di sisi lain, dengan kondisinya yang kian melemah, Muslih Mau’ud ra tetap berupaya keras mempelajari Al-Qur’an dan hadits. Hingga pada akhirnya, Allah Ta’ala sendiri yang menjadikan nubuatan itu menjadi nyata. Allah Ta’ala dengan cara-Nya menjadikan Muslih Mau’ud mumpuni dengan berbagai ilmu duniawi dan rohani. Ruqyah pun tengah dirasakan ketika Muslih Mau’ud pada masa kanak-kanak. Allah Ta’ala melalui malaikat-Nya mengajarkan tafsir Al-Fatihah kepada Muslih Mau’ud. Hingga kini, tafsir Al-Qur’an dapat menjadi santapan rohani yang begitu luar biasa.
Urgensivitas atas tafsir Qur’an yang kontemporer begitu dinanti untuk menjawab tantangan zaman yang tak henti berkembang. Al-Qur’an sebagai magnum opus Sang Maha Agung sejatinya dapat memberikan petunjuk bagi para pencari kebenaran untuk membuka tabir kegelapan. Mengapa tidak, pada masa awal Al-Qur’an diturunkan, bangsa Arab dalam keadaan jahiliah, berkarakter bar bar, juga buas. Namun, perlahan tetapi pasti bangsa Arab dapat bermetamorfosis menjadi manusia beradab bahkan ber-Tuhan, juga menjadi manusia yang berada di atas puncak kejayaan rohani dan jasmani, berkat buah hasil menjadikan Al-Qur’an sebagai pedomannya.
Seiring berkembangnya waktu, metode penafsiran Al-Qur’an oleh para mufasirin begitu menjamur. Metode tafsir Al-Qur’an yang berkembang saat ini sejatinya memberikan banyak ruang ilmu yang kemudian menjadi santapan rohani bagi para pencari kebenaran. Namun pada hematnya, penafsiran yang ada kiranya “kurang mampu” menjawab tantangan sains. Sebut saja dalam hal penafsiran yang baru-baru ini diperingati dan setiap tahunnya diperingati oleh umat Muslim yaitu Isra Mi’raj. Kejadian perjalanan Rasulullah Saw ini menjadi fakta yang tak terbantahkan menjadi bagian dari keimanan, karena tentu sudah tertuang dalam Kitab suci umat Islam itu sendiri yaitu Al-Qur’anul karim. Namun, penafsiran yang selama ini menjamur nan berkembang kejadian Isra Mi’raj yang dialami oleh Rasulullah Saw bersifat fisik atau jasmani. Pemahaman ini seakan menjadi rancu hingga berujung pangkal pada kebuntuan, apabila disandingkan dengan ilmu sains. Bagaimana Rasulullah Saw “diimajinasikan” bertemu dengan Tuhan menembus segala sekat bumi dan lapisan langit. Tentunya paham ini akan berbenturan dengan kaidah ilmu pengetahuan atau bahkan Al-Qur’an itu sendiri. Insiden ini terjadi karena belum dapatnya “memahami” isi kandungan Al-Qur’an melalui kajian tafsir yang komprehensif.
Hingga pada akhirnya, nubuatan yang melekat pada Hz.Muslih Mau’ud ra seibarat menjadi jawaban atas paham yang berbenturan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Tafsir karya Hz.Muslih Mau’ud ra memberikan cahaya baru atas kegelapan paham Umat Islam. Jawaban atas tanda tanya besar perjalanan Isra Mi’raj yang sebelumnya tidak tervalidasi oleh Ilmu sains, terjawab dengan begitu apik dan rinci, dalam tasir Surah Al Isra dan An Najm karya Hz. Muslih Mau’ud. Singkatnya, dalam tafsir khabir dan shagirnya Hz. Muslih Mau’ud ra menyatakan bahwa kejadian Isra Mi’raj tidak terjadi secara fisik namun terjadi secara rohani.3 Bagaimana wujud Tuhan yang tidak tampak secara fisik dapat bertemu dengan Rasulullah Saw yang berwujud fisik dalam kasyaf. Kiranya penafsiran yang begitu detail dihadirkan sebagai karya agung Hz.Muslih Mau’ud ra, menjadi sangat relevan dengan ilmu sains bahkan Al-Qur’an itu sendiri yang berlandaskan pada nubuatan yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala sendiri.
Tak hanya kejadian Isra Mi’raj, bahasa Arab yang berpola filsafat, yang kaya akan makna, bahkan jauh dari itu akar-akar katanya pun memiliki arti yang begitu luas, sejatinya diperlukan penafsiran khusus atau catatan-catatan penjelasan guna menunjukan keluasan arti yang tersembunyi didalam kalimatnya.4 Berkat Janji-Nya dalam nubuatan yang telah lama, juga karunia-Nya turun kepada putra yang dijanjikan untuk “memudahkan” para pembaca Al-Qur’an mengerti hingga memahami maksud dari kata hingga sebaris firman-Nya. Dari kata hingga kalimat yang memiliki banyak makna Hz.Muslih Mau’ud ra tafsirkan dengan berbagai landasan, sumber, dan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan menjadi sebuah keniscayaan, tidak akan bertentangan dengan Al-Qur’an itu sendiri.
Kini, siapapun para pencari kebenaran, Tafsir shagir dan tafsir khabir karya Hz.Muslih Mau’ud ra tentunya akan menjadi pelepas dahaga. Menjadi cahaya dari kegelapan pemahaman yang ada. Al-Qur’an sebagai magnum opus Sang Maha Segalanya seolah dapat lebih dimengerti, dipahami, hingga diamalkan segala perintahnya dengan bantuan tafsir yang terlahir juga atas janji-Nya. Teringat firman-Nya lâ yamassuhû illal-muthahharûn(Al Waqiah:79). Hanyalah mereka yang disucikan oleh Allah Ta’ala yang dapat menyentuh kedalaman kandungan Al-Qur’an.
Oleh : Mutia Siddiqa
Referensi:
- https://ahmadiyah.id/nubuatan-dan-pribadi-mushlih-mauud.html
- https://ahmadiyah.id/nubuatan-mushlih-mauud.html
- Tafsir Surah Al Isra dan An Najm
- Buku Pengantar Mempelajari Al-Qur’an