Merayakan Tahun Baru Secara Islami

1429

Tahun baru sudah didepan mata, tak pelak menjadi tahun baru yang begitu berbeda. Pasalnya, pandemi covid 19 masih terjadi dimana-mana. Namun, tak perlu risau, tak perlu gundah gulana. Sejatinya terdapat hikmah dibalik semuanya. Setidaknya, tradisi euphoria tahun baru yang terbiasa dilakukan, yang memaksa para manusia merogoh kocek lebih dalam, dapat berkurang saat ini. Karena, dengan adanya pandemi ini, tidak mungkin lagi dipaksakan adanya kerumunan untuk sekedar menghitung detik – detik pergantian tahun baru, meniup terompet bersama, hingga berpesta pora bersama, yang sejatinya masuk ke dalam hal yang dapat dikatakan laghau atau sia – sia.

Lalu, bagaimanakah cara merayakan tahun baru di tengah pandemi? Sejatinya, tak hanya ditengah pandemi, cara ini begitu indah jika dapat dilakukan disetiap awal tahun baru. Yaitu merayakan tahun baru secara Islami. Perayaan secara Islami, terbilang begitu hemat, tak perlu lagi untuk merogoh kocek lebih dalam. Dari segi kesehatan, perayaan ini pun tak akan mengganggu tubuh seperti biasanya, karena harus dipaksakan semalam suntuk hingga larut menanti hitungan pergantian tahun baru. Tanpa disadari, perayaan ini, justru malah akan lebih mendekatkan para manusia kehadirat sang Pencipta-Nya. Mari menelisik lebih dalam bagaimana merayakan tahun baru secara Islami.

Hz. Mirza Masroor Ahmad Aba, Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah, menasehatkan para anggotanya untuk melakukan evaluasi terhadap tahun yang telah berlalu, merenungkan kondisi rohani, hingga menghabiskan waktu untuk memohon kepada Allah Taala, dan berupaya menjadi orang-orang yang bekerja menuju kehidupan akhirat yang baik. Lalu, melewati tahun baru dengan beribadah kepada Allah Taala, dengan bangun lebih awal untuk melaksanakan Shalat Nafal untuk memulai tahun baru.

Terkait evaluasi, evaluasi terhadap kehidupan duniawi, mungkin sering dilakukan, seperti halnya sejauh mana pencapaian karir yang telah dijalani, hingga sebesar apa perolehan materi yang telah dikejar selama ini. Namun, bagaimana dengan evaluasi rohani? Pernahkah dilakukan? Sejatinya, di penghujung tahun ini, mengevaluasi rohani diri sendiri, justru lebih layak dan harus dilakukan.

Dengan bertanya pada diri sendiri, apakah jalan hidup kita sudah sesuai dengan apa yang Allah Taala inginkan?  yang sejatinya sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Surat Adz Dzariyat ayat 57, yaitu tujuan manusia diciptakan untuk menyembahNya? Atau alih – alih menyembah Allah Taala, waktu malah telah terkuras habis diperbudak dunia? Seolah dunia bukan menjadi sarana persinggahan untuk mencapai akhirat kelak, malah dijadikan tujuan akhir pencapaian.

Lalu, apakah segala hal yang kita lakukan selama ini, sudah sesuai dengan apa yang dicontohkan sang uswatun hasanah, baginda Rasulullah Saw? Alih – alih, mengikuti segala sunnahnya hingga mengamalkan sabda beliau. Diri terlampau disibukkan, mengkaji pencapaian urusan duniawi. Yang masih terus kekurangan hingga tak akan ada rasa cukup, layaknya sabda Rasululullah Saw, Orang yang mengejar dunia itu laksana orang yang meminum air laut, semakin banyak diminum, malah semakin bertambah haus. [al Amstal wa al hikam hal.173].

Lalu, Apakah setiap ucapan, perkataan, hingga perilaku kita, sudahkah bermanfaat bagi yang lain? Alih – alih berupaya bermanfaat bagi orang lain, tanpa disadari malah menyakiti yang lain. Bukannya sesama muslim adalah bersaudara? Bahkan, Hz.Ali Bin Abi Thalib ra pun menasehtakan ia yang bukan saudaramu seiman, adalah saudara dalam kemanusiaan. Hingga tak ada lagi sekat pemisah untuk lebih memanusiakan manusia, dengan bermanfaat bagi orang lain.

Ah, tak pelak memang, dengan mengevalusi rohani, begitu banyak kelemahan yang diperbuat, diri akan menyadari bahwa selama ini masih tak dapat lepas dari jeratan noda dan dosa. Sejatinya, dengan mengawali tahun baru dengan bangun lebih awal untuk melaksanakan Shalat Tahajud menjadi obat penawar dikala diri merasa berlumur dosa. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:

‘Alaikum bi qiyaamil laili fa-innahu da-bush shaalihiina qablakum wa inna qiyaamal laili qurbatun ilaLlahi wa manhaatun ‘anil itsmi wa takfiirun lis sayyi-aati wa mathradatun lid daa-i ‘anil jasadi.’ 

“Kalian harus berusaha mengerjakan Qiyamul Lail (bangun di malam hari untuk ibadah, Shalat Tahajjud) juga. Sebab hal itu merupakan cara yang dilakukan oleh orang-orang saleh di masa lampau. Qiyamul Lail adalah sarana untuk meraih qurb Ilahi, dapat mencegah manusia dari dosa-dosa, menghapuskan keburukan-keburukan dan menyelamatkan manusia dari penyakit-penyakit jasmani juga.”

 Sunan at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’waat (doa-doa), bab 115, 3895

          Di sepertiga malam, manusia dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang Kuasa, memohon ampunan atas dosa yang telah lalu, baik secara sadar maupun tidak sadar telah dilakukan selama ini. Memohon Allah dengan Kuasa-Nya, untuk melindungi diri agar tidak terperosok kembali kedalam keburukan – keburukan di tahun baru nanti. Sejatinya, dengan memperbaiki rohani di dalam diri, tak pelak, urusan duniawi pun akan mengikuti. Teringat nasihat pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as: “Bila engkau menginginkan falaah (kesuksesan, kesejahteraan) di dua tempat (dunia dan akhirat) dan memenangkan hati orang lain, berusahalah menempuh kesucian. Gunakanlah akal dan jalankanlah petunjuk-petunjuk Kalam Ilahi. Perbaikilah diri sendiri dan perlihatkanlah teladan akhlak fadillah kepada orang lain.” 


Oleh : Mutia Siddiqa Muhsin

Sumber :

https://ahmadiyah.id/khotbah/cara-islami-merayakan-tahun-baru

https://ahmadiyah.id/khotbah/2016-01-01-Tahun-2016-dan-Tanggung-Jawab-Kita

Sumber Gambar : https://govalleykids.com/appleton-fireworks/