Pandangan Islam Tentang Tabligh

157

Islam merupakan sebuah agama tablig dan pendiri sucinya yakni Nabi Muhammad saw diperintahkan oleh Allah Ta’ala agar kebenaran yang turun dari langit melalui Islam hendaknya tidak hanya tersembunyi pada diri beliau sendiri melainkan sampai juga kepada umat manusia, serta menjelaskan kepada umat manusia seluruh aspek yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu Allah Ta’ala dalam Al-Quran berfirman kepada Hadhrat Rasulullah saw:

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُۚ[1]

Artinya: “Wahai Rasul, sampaikanlah apa-apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhan engkau kepada orang-orang secara jelas. Dan jika engkau tidak melakukan hal itu (menyembunyikan sebagian dan menyampaikan sebagiannya) maka ketahuilah engkau tidak dianggap sebagai orang yang menyampaikan risalah Tuhan”.

Kewajiban bertabligh ini tidak hanya terbatas untuk Rasulullah saw saja melainkan semua orang yang beriman kepada beliau saw pun memiliki tanggung jawab yang sama yakni menyampaikan kepada yang lain tentang kebenaran Islam. Seperti halnya Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ[2]

Artinya: “Wahai orang-orang Muslim! Kalian adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia. Tugas kalian adalah menyeru manusia ke arah kebaikan Islam dan melarang dari berbuat keburukan yang bertentangan dengan Islam”.

Kemudian, selangkah lebih dari itu diperintahkan agar sekelompok orang muslim hendaknya mewakafkan dirinya untuk mengkhidmati tablig Islam dan mewakafkan diri sepenuhnya untuk mengkhidmati agama, seperti halnya difirmankan:

وَلْتَكُنْ مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ  [3]

Artinya: “Dan hendaklah ada diantaramu segolongan yang mengajak manusia kepada kebajikan dan menyuruh kepada kebaikan dan melarang terhadap keburukan. Dan mereka itulah orang-orang yang berhasil”.

Bersamaan dengan memperhatikan perintah tablig dengan sungguh-sungguh, Al-Quran  juga mengajarkan dasar bahwa tablig hendaknya dilakukan dengan cara yang paling baik dalam corak kebijaksanaan, sehingga di dalam hati pencari kebenaran tidak tercipta pertentangan dan jendela hatinya akan terbuka dengan sendirinya untuk menerima kebenaran, sebagaimana difirmankan:

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ [4]

Artinya: “Wahai Rasul Allah, serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan jika ada kesempatan untuk berdiskusi maka berdiskusilah dengan cara yang menarik dan terbaik”.

Kemudian tidak dibenarkan memaksa seseorang dalam urusan agama. Keimanan sejati tidak bisa tercipta dengan cara paksaan. Oleh karena itu, setelah memberikan pemahaman dengan dalil-dalil dan bukti-bukti kepada seseorang, hendaknya membiarkannya memilih apakah ia menerima ataukah menolak. Karena tanpa kebebasan menerima ataupun menolak tidak ada seorangpun yang bisa dianggap berhak atas ganjaran dan balasan orang lain. Sebagaimana difirmankan:

لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّ[5]

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam agama, kebenaran dan kesesatan adalah sesuatu yang terbuka lebar dan setiap orang berhak memutuskanya sendiri”.

Kemudian pada ayat lain:

فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِنْ وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡ إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا [6]

Artinya: “Maka barangsiapa menghendaki, maka berimanlah, dan barangsiapa menghendaki, maka ingkarlah. Sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang aniaya itu ada azab api di akhirat”.

Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan sisi lain bahwa orang yang beriman karena hasil dari paksaan maka ia tidak akan mendapatkan hakikat kebenaran bahkan hal itu tidak layak dikatakan sebagai iman karena pada keadaan ini mulut manusia mengucap lain dan hatipun lain. Orang seperti ini sebagaimana orang munafik yang bermuka dua ditetapkan untuknya balasan azab dua kali lipat karena selain dosa kekafiran, ia pun berdosa karena kebohongan dan penipuan. Ia kafir karena hatinya mengingkari dan ia berbohong serta menipu karena hatinya tidak yakin sedangkan ia mengaku Islam secara bohong melalui lidahnya untuk menipu orang-orang Muslim. Sebagaimana difirmankan:

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ فِي ٱلدَّرۡكِ ٱلۡأَسۡفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ [7]

Artinya: “ Orang-orang munafik yang mengaku Islam dengan mulutnya akan tetapi dalam hati mereka bertambah kekafiran maka bagi mereka di akhirat akan ditetapkan paling pedih dan paling bawah di api nereka.

Pada akhirnya, Islam berkebalikan dengan para nabi terdahulu (yaitu Hadhrat Musa as, Hadhrat Isa as, Hadhrat Krisna as, dan lain-lain) misi Hadhrat Rasulullah saw tidak hanya terbatas pada kaumnya saja yakni Bangsa Arab saja dan tidak juga dikhususkan untuk satu masa yang khusus saja melainkan untuk seluruh kaum di dunia ini dan juga untuk sepanjang masa. Oleh karena itu, orang-orang muslim hendaknya memperhatikan semua kaum. Karena Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran:

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيۡكُمۡ جَمِيعًا ٱلَّذِي لَهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ[8]

Artinya: “Wahai nabi, katakanlah kepada manusia bahwa, Allah Ta’ala telah mengirimku sebagai rasul bagi kalian semua. Dialah Tuhan pemilik seluruh alam yakni pemilik langit dan bumi”.

Selanjutnya dalam menguraikan perintah ini berkenaan misi universalnya beliau saw bersabda:

اُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ اَحَدٌ قَبْلِيْ. نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ وَ جُعِلَتْ لِيَ الاَرْضُ مَسْجِدًا وَ طُهُوْرًا وَ اُحِلَّتْ لِيَ الغَنَائِمُ وَاُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ اِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَ يُبْعَثُ اِلَى النَّاسِ عَامَّةً[9]. وَ فِيْ رِوَايَةٍ بُعِثْتُ اِلَى الاَحمَرِ وَ الاَسْوَدِ

Artinya: “Kepadaku dianugerahkan 5 kelebihan yang tidak pernah diberikan kepada nabi-nabi sebelumku. (1) Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepadaku ruub (wibawa) sejauh satu bulan perjalanan, (2) untukku seluruh tempat di bumi ini bisa dijadikan masjid dan bersuci, (3) bagiku diperbolehkan untuk membagi-bagikan harta rampasan perang (ghanimat), (4) aku telah dianugerahi sebagai pemberi syafaat,  dan (5) nabi-nabi sebelumku hanya diutus untuk satu kaum saja akan tetapi aku diutus untuk seluruh umat manusia. Dan (pada riwayat lain) aku diutus untuk kaum Arab dan non Arab” [10].

Lima kekhususan yang terdapat pada Hadhrat Rasulullah saw ini sangat bersinar pada diri beliau saw.

Hadhrat Rasulullah saw adalah nabi yang diutus untuk seluruh umat manusia, oleh karena itu Allah Ta’ala memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk bertablig atau menyampaikan ajaran Islam kepada mereka yang belum mengetahuinya sehingga mereka tidak luput dari nikmat Islam yang luar biasa ini.


Oleh: Abdul Ghandi

Sumber:
[1] QS. Al-Maidah ayat 68
[2] QS. Ali-Imran ayat 111
[3] QS. Ali-Imran ayat 105
[4] QS. An-Nahl ayat 126
[5] QS. Al-Baqarah ayat 257
[6] QS. Al-Kahf ayat 30
[7] QS. An-Nisa ayat 146
[8] QS. Al-A’raf ayat 159
[9] Shahihul-Bukhari, Kitabut-Tayammum, Babut-Tayammum, Hadith No. 335
[10] Musnad, Oleh Imam Aḥmad bin Hanbal, Volume 5, Hal. 38, Musnadu Jabir-ibni ‘Abdillahil-Anshariyyi, Hadith No. 14314, ‘Alamul-Kutub, Beirut (1998)

Sumber Gambar: Minaratul-Masih, Qadian, India https://www.pinterest.com/pin/484066659919007913/