Peranan Ibu dalam Menanggulangi Kemunduran Moral

161

Tantangan yang dihadapi oleh dunia kontemporer saat ini, salah satunya adalah perbaikan terhadap kemunduran moral, yaitu perbaikan terhadap jatuhnya nilai-nilai moral kemanusian yang mengakibatkan timbulnya berbagai macam kejahatan, kerusuhan, sikap individualisme yang tinggi, sikap tidak menghormati, dan tidak adanya toleransi dan kepercayaan satu sama lain. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab jatuhnya nilai-nilai moral ini. Secara umum, kemundurankemunduran tersebut merupakan dampak dari kurangnya perhatian dan penerapan terhadap nilai-nilai keagamaan, yang mana nilai-nilai ini merupakan unsur yang membentuk kehidupan dan jiwa dari agama itu sendiri. Sejauh mana pengikut suatu agama mengabaikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya, sejauh itu pulalah kemunduran yang akan terjadi.

Semua agama secara umum mengajarkan dua hal kepada pengikutnya yaitu; bagaimana cara berhubungan dengan Tuhan, dan mengajarkan agar para pengikutnya melakukan amalanamalan terpuji terhadap satu sama lain. Tidak ada agama yang mengajarkanpara pengikutnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk dan dosa. Meskipun ada, itu bukanlah ajaran murni yang diberikan Tuhan di dalam agama itu sendiri, melainkan adalah hasil dari campur tangan para pengikut agama tersebut.

Terlepas dari itu semua, saat ini penulis tidak akan menjelaskan mengenai pandangan agama-agama yang kini telah dimasuki oleh pahampaham yang tidak sesuai dengan ajaran aslinya, namun lebih spesifik akan diuraikan pandangan Islam mengenai perbaikan-perbaikan terhadap merosotnya nilai-nilai kemanusiaan yang letak pondasi utamanya adalah peranan seorang ibu dalam mendidik anaknya.

Orang tua merupakan pelaku utama terhadap pembentukan agama, sifat, dan karakter anaknya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah setiap anak yang dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti halnya seekor induk yang melahirkan anaknya, dimana kalian tidak akan mendapatkan seekorpun dari mereka yang telinganya terpotong” (HR. Bukhari)

Dalam hadist ini, Rasulullah saw. jelas menyebutkan bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan suci. Seseorang yang dalam hidupnya diwarnai keburukan-keburukan dan dosa, itu tidak instan terjadi ketika dia besar, akan tetapi itu merupakan rentetan dari sekian banyak peristiwa yang bermuara kepada pendidikan orang tuanya. Setiap gerak-gerik, ucapan serta perbuatan orang tua, melalui proses yang Panjang dan berulang-ulang, dilihat dan diserap oleh anaknya yang kemudian menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupannya. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah saw., yakni orang tualah yang menjadikan anaknya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Di dalam Islam, Rasulullah saw. memberikan gambaran bahwa pendidikan yang paling penting itu adalah pendidikan orang tua terhadap anaknya yang dilakukan sejak dini. Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda: “Suruhlah anak-anakmu shalat jika mereka sudah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka supaya shalat setelah berumur sepuluh tahun, selanjutnya pisahlah tempat tidur mereka sendiri-sendiri

Jelas dalam hadist ini ditekankan mengenai pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak yang merupakan sesuatu yang tidak bisa disepelekan, yaitu shalat. Ini juga bersesuaian dengan hadist yangsebelumnya, bahwa yang paling utama diberikan kepada anak adalah pendidikan agamanya.

Sejak kecil, seorang anak dirawat dan dibesarkan dengan tidak terlepas dari pangkuan dan kasih sayang ibunya. Segala apa yang diperlukan, ibu lah yang senantiasa memberikan perhatian yang lebih dari pada yang lain, termasuk ayah dari anak itu sendiri. Ibu lah yang senantiasa tahu kenapa anaknya menangis, bagaimana cara membuat anaknya tersenyum dan tertawa, apa yang baik bagi anaknya dan apa yang buruk yang harus dihindari. Ibu lah yang senantiasa rela berkorban demi anaknya kapanpun dan dimanapun semata-mata demi kebaikan dan kebahagiaan anaknya. Inilah gambaran kecil mengenai sifat dasar yang dimiliki oleh seorang ibu terhadap anaknya. Betapa semua kasih sayang dan pendidikannya sangat berpengaruh terhadap mental dan kepribadian anaknya.

Di zaman ini, dimana kaum wanita menuntut kesetaraan gender dengan kaum laki-laki, yaitu sebagaimana kaum laki-laki bisa memperoleh pekerjaan dan kedudukan di masyarakat, begitu juga kaum wanita, mereka menginginkan kesetaraan ini. Namun amat disayangkan, saat mereka mulai berkarir, kewajibanya sebagai seorang ibu sering dilalaikan. Anaknya dititipkan kepada orang lain dan tanggung jawab pendidikannya pun diberikan kepadanya. Sehingga pendidikan anaknya pun tidak terjamin. Jangan pula kita berharap mereka bisa menanamkan nilai-nilai agama dengan baik, sehingga pendidikan agama yang seharusnya menjadi pondasi kehidupan baginya, tidak terbentuk dengan kokoh. Diperparah dengan pengaruh lingkungan sekitarnya. Contohnya, bagaimana kehidupan di negeri-negeri barat, dimana pendidikan yang diterapkan adalah Pendidikan keduniawian dan kecil sekali yang memprioritaskan kepada Pendidikan agama, karena pengaruh lingkungan dan kesibukan orang tua, khususnya ibu,telah menjadikan kehidupan anaknya ketika dewasa kurang atau bahkan bisa dikatakan tidak memiliki nilai-nilai moral keagamaan. Mungkin boleh jadi negeri-negeri barat mengklaim bahwa dirinya adalah negeri yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Namun, jika kita renungkan di dalamnya kosong dari nilai-nilai kebajikan dan peradaban sejati.

Oleh karena itulah, Islam mengajarkan untuk menitik beratkan pendidikan agama terhadap anak keturunannya. Pondasi utama seorang anak adalah pendidikan agamanya. Inilah sebenarnya hak yang harus didapatkan pertama kali sebagai bekal kehidupannya. Sedemikian rupa kemuliaan seorang ibu, sampaisampai Rasulullah saw. Memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya bahwa surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.


Oleh : Abdul Ghandi