Baca bagian sebelumnya : Yesus Menjadi Putra Ilahi | RajaPena.Org
Al-Qur’an mengatakan kepada kita bahwa Yesus (as) tidak pernah mengajari pengikutnya apa pun selain Tauhid dan tentu saja tidak pernah menyuruh mereka untuk menganggapnya sebagai sosok ilahi. Al-Qur’an menyatakan bahwa keyakinan seperti itu hanya datang untuk diterima secara luas ketika ia tidak lagi hadir di antara umatnya setelah penyalibannya, dan juga setelah kematiannya. “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”’. Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib’”.
‘Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu’”. (Qs Al-Maidah : 117-118)
Beberapa keyakinan semacam itu menyebar selama ketidakhadiran Yesus, di mana dia tidak lagi dapat memperbaikinya.[1]
Al-Qur’an mengatakan kepada kita bahwa orang-orang Kristen meniru dan menggunakan kembali keyakinan politeistik yang mereka warisi dari orang-orang sebelumnya dalam membangun keyakinan politeistik mereka tentang Yesus (as). Dalam hal ini, kepercayaan politeistik Romawi dan Yunani. Allah memberi tahu kita dalam Al-Qur’an: “Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah’ dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Al Masih itu putera Allah’. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?”
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs At-taubah 30-31)
Hal yang bisa diambil dari penjelasan ayat ini adalah, corak politeisme dan pendewaan manusia yang berbeda sudah ada jauh sebelum agama Kristen dan Yudaisme. Orang-orang Kristen tidak lebih dari mengadopsi cerita-cerita yang sudah ada di zaman mereka ke dalam tradisi dan ajaran agama Kristen yang baru, jatuh ke dalam jenis pemikiran politeistik yang sama seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Bukannya mengindahkan kata-kata para Nabi dan kitab suci mereka yang mengajarkan Tauhid, mereka menganggap penafsiran politeistik yang keliru dari para guru agama, pengkhotbah dan petapa mereka sebagai sesuatu yang berwibawa.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) menyatakan, “Dan di dalam Taurat mereka, yang telah diubah dan dirusak, terdapat beberapa jenis kemarahan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya, dalam Kejadian 32, tertulis bahwa Tuhan bergumul dengan Yakub sepanjang malam sampai pagi, namun Ia tidak mampu mengalahkannya. Dengan cara yang sama, bertentangan dengan prinsip bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa adalah pencipta segala sesuatu di alam semesta, mereka telah menyatakan orang-orang tertentu sebagai anak-anak Tuhan. Di satu tempat, wanita digambarkan sebagai putri Allah, dan di tempat lain di Alkitab disebutkan bahwa kalian semua adalah allah. Dan kebenarannya adalah orang Kristen telah belajar tentang penyembahan makhluk dari ajaran ini. Ini karena ketika orang Kristen menyadari bahwa ajaran Alkitab membuat banyak orang menjadi putra dan putri Tuhan, melainkan menjadi Tuhan sendiri, mereka sampai pada keputusan, menyatakan, ‘mari, mari kita sertakan putra Maria di antara mereka. sehingga dia tidak boleh tinggal kurang dari anak laki-laki lainnya. Berdasarkan hal ini bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menyatakan dalam Alquran bahwa orang-orang Kristen tidak menemukan sesuatu yang baru dalam menjadikan Yesus sebagai anak Tuhan, melainkan mereka hanya mengikuti jejak orang-orang yang tidak beriman dan pemuja berhala yang datang sebelum mereka.”[2]
Selain itu, Al-Qur’an menunjukkan bahwa para pemimpin Yahudi menciptakan cerita palsu dan melontarkan tuduhan tidak benar terhadap Yesus (as). Dalam kasus ibunya (Maryam), al-Quran menyatakan; وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَىٰ مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا “Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina)”. (Qs An-Nisa, 4:157)
Jika mereka bersedia untuk memfitnah bahkan terhadap ibunya, yang dengannya mereka tidak pernah bertengkar secara langsung, seberapa besar fitnah dan upaya mereka terhadap pribadi Yesus (as)?
Dengan demikian, Islam mengatakan kepada kita bahwa interpretasi politeistik tentang Yesus sebagai Anak Tuhan yang ilahi adalah sesuatu yang muncul bertentangan dengan klaim Yesus (as). Interpretasi politeistik ini menemukan dasarnya dalam ajaran penyembahan berhala dari bangsa-bangsa sebelumnya. Orang-orang Yahudi yang memusuhi Yesus kemungkinan besar memiliki andil dalam mempromosikan gagasan itu. Dengan cara yang benar-benar ajaib, Al-Qur’an memberikan interpretasi ringkas dan kuat tentang apa yang tersirat dalam narasi Alkitab.
Kesimpulan
1. Oleh karena itu, istilah ‘anak Tuhan’ adalah salah satu yang paling mungkin tidak digunakan secara luas oleh Yesus (as) atau orang-orang sezamannya.
2. Arti istilah tersebut tidak menyiratkan keilahian dalam konteks Yahudi – konteks di mana Yesus (as) hidup dan berkhotbah. Penjelasannya sendiri tentang istilah tersebut menunjukkan bahwa dia memahaminya sebagai metaforis, sepenuhnya dalam ranah monoteisme (keesaan Tuhan) dan sama sekali tidak menyiratkan keilahiannya.
3. Gagasan bahwa dia adalah putra ilahi Tuhan menjadi terkenal setelah kepergiannya setelah penyaliban. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh propaganda orang Yahudi, rumor dan kebohongan yang tidak berdasar tentang kehidupan dan ajarannya yang berputar-putar di antara penduduk yang buta huruf dan kesediaan orang-orang Kristen yang bukan berasal dari bangsa Yahudi untuk memuja dan menyembah manusia dan tokoh pahlawan lainnya.
Penulis : Azhar Goraya adalah lulusan the Ahmadiyya Institute of Languages and Theology (Institut Bahasa dan Teologi Ahmadiyah = Jamiah Ahmadiyah) di Kanada. Saat ini beliau bertugas sebagai Imam (Muballigh) Jemaat Muslim Ahmadiyah di Meksiko. Beliau juga adalah Koordinator Majalah The Review of Religions en Español (bahasa Spanyol) di wilayah Amerika tengah.
Penerjemah: Raden Riyazi Arifin, Muhyiddin Ahmad dan Rismansyah, JAMAI Darjah Tsalitsah Studi Muwazanah Madzahib (Perbandingan Agama) tahun ajaran 2020-2021. Editor dan pengajar tahun ajaran 2020-2021: Dildaar Ahmad Dartono
[1] Hamamatul Bushra (A Pidgeon of Glad-Tiding), pg. 198-199, Ruhani Khazain (Spiritual Treasures) vol. 7
[2] (براھین احمدیہ حصہ چہارم ، صفحہ ۴۶۴ تا ۴۶۵ حاشیہ، روحانی خزائن جلد ۱) Baraheen-e-Ahmadiyya (Arguments in Support of Muhammad (sa)) part 4, pgs. 464-46, Footnote, Ruhani Khazain (Spiritual Treasures) vol. 1): اور ان کی توریت میں جو محرف اور مبدل ہے خدائے تعالیٰ کی نسبت کئی طور کی بے ادبیاں پائی جاتی ہیں۔ چنانچہ پیدائش کے ۳۲ باب میں لکھا ہے کہ خدائے تعالیٰ یعقوب سے تمام رات صبح تک کشتی لڑا گیا۔ اور اس پر غالب نہ ہوا اسی طرح برخلاف اس اصول کے کہ خدائے تعالیٰ ہریک مافی العالم کا رب ہے۔ بعض مردوں کو انہوں نے خدا کے بیٹے قرار دے رکھا ہے۔ اور کسی جگہ عورتوں کو خدا کی بیٹیاں لکھا گیا ہے اور کسی جگہ بیبل میں یہ بھی فرما دیا ہے کہ تم سب خدا ہی ہو۔ اور سچ تو یہ ہے کہ عیسائیوں نے بھی انہیں تعلیموں سے مخلوق پرستی کا سبق سیکھا ہے کیونکہ جب عیسائیوں نے معلوم کیا کہ بائیبل کی تعلیم بہت سے لوگوں کو خدا کے بیٹے اور خدا کی بیٹیاں بلکہ خدا ہی بناتی ہے۔ تو انہوں نے کہا کہ آؤ ہم بھی اپنے ابن مریم کو انہیں میں داخل کریں تا وہ دوسرے بیٹوں سے کم نہ رہ جائے۔ اسی جہت سے خدائے تعالیٰ نے قرآن شریف میں فرمایا ہے کہ عیسائیوں نے ابن مریم کو ابن اللہ بناکر کوئی نئی بات نہیں نکالیؔ بلکہ پہلے بے ایمانوں اور مشرکوں کے قدم پر قدم مارا ہے۔.