Vaksin Haram, Jangan Sampai “The Black Death” Terulang

4189

Sejak akhir Agustus hingga sekarang, Dinas Kesehatan Pekanbaru menghentikan program vaksin MR (Measles Rubella) ke sekolah karena banyaknya penolakan dari orang tua murid dan LSM di sana. Penolakan pun berawal dari anjuran secara lisan oleh MUI Riau yang mendapat kabar kandungan vaksin MR berasal dari unsur babi.

Unsur haram dalam vaksin ini menjadi dasar penolakan beberapa pihak ada ada keengganan dari para orang tua untuk mempersilakan Dinas Kesehatan memvaksin anak mereka. Mungkin para orang tua juga kebingungan ketika MUI Riau merekomendasikan supaya anak-anak tidak diberi vaksin yang mengandung unsur haram tetapi juga mempersilakan supaya diberi vaksin jika kondisinya darurat.

Sedangkan MUI pusat tegas membolehkan walaupun terdapat unsur tidak halal di dalam vaksin MR karena kondisi darurat. Namun, tidak semua MUI di daerah memberi tanggapan positif mengenai imbauan MUI pusat.

Sebelumnya, fase pertama imunisasi MR dilakukan di Pulau Jawa bagi anak berusia 9 bulan hingga 15 tahun pada Agustus-September 2017. Pemerintah pun menargetkan dapat memberi vaksin sebanyak 31.963.154 anak di 28 provinsi di luar Jawa dari target total sebanyak 57. 843.570 anak di seluruh Indonesia.

Perdebatan mengenai halal dan haram seharusnya tidak menghilangkan kemaslahatan umat manusia sebagaimana dikatakan dalam Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, halaman 142:

“Sesungguhnya kemaslahatan sehat dan selamat itu lebih sempurna dibanding kemaslahatan menjauhi najis.”

Al-Quran pun mengatakan bahwa jika dalam keadaan terpaksa, Allah SWT memperbolehkan supaya umat-Nya mengkonsumsi hal yang haram asal tidak melampaui batas seperti dikatakan dalam ayat ini:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(Al-Baqarah:173)

Menurut hemat saya, cukup menggunakan satu ayat dalam Al-Quran itu saja sebetulnya sudah cukup menjelaskan bahwa umat muslim dibolehkan menggunakan hal-hal yang telah ditentukan haram jika dalam keadaan terpaksa atau darurat.

Namun, bisa jadi para orang tua ini terpengaruh oleh propaganda “Haram menggunakan vaksin mengandung babi” di berbagai tempat dan kesempatan. Salah satunya adalah ceramah Alfian Tanjung yang menyebutkan bahwa vaksin mengandung tripsin yang berasal dari saripati anjing, monyet, dan babi.

Entah bagaimana penelitian atau pendalaman materi yang dilakukan Alfian Tanjung sebelum ceramah. Tentu pernyataan Alfian Tanjung itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena kurang ilmiah. Tapi, bagi masyarakat yang mempercayai sepenuhnya sosok yang memiliki gelar ustadz akan menelan mentah-mentah tanpa menggali sendiri kebenarannya.

Tetapi, ada beberapa ustadz seperti ustadz Abdul Somad dan ustadz Syafiq Reza Basalamah yang menyuarakan walaupun vaksin itu hukumnya haram tetapi ketika berhadapan dengan kemungkinan kematian maka vaksin itu harus dilakukan. Terlebih ustadz Abdul Somad menambahkan penjelasan ketika kita masuk ke hutan dan berhadapan dengan pilihan mati atau makan babi, maka kita harus makan babi.

Melihat bahaya campak Rubella atau biasa disebut campak Jerman bagi anak-anak, seharusnya para orang tua tidak ragu supaya anak mereka diberi vaksin. Jika anak terkena virus Rubella, ia bisa mengalami gatal-gatal hingga muncul ruam merah di sekujur tubuh, demam, sakit kepala, mata merah, bengkak di beberapa bagian tubuh, batuk-batuk, bahkan mata mereka bisa mengalami katarak. Gejala ini pun bisa dialami orang dewasa dengan kadar yang relatif rendah.

Virus Rubella ini pun pernah mewabah di AS pertama kali pada tahun 1964-1965 dengan sekitar 12.5 juta orang terjangkit, 11.000 bayi mati di dalam kandungan, 2.100 bayi yang baru lahir mati, dan 20.000 bayi lahir dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) atau Sindroma bawaan Rubella.  Pada tahun 2004, Rubella kembali mewabah di AS namun setelah 12 bulan dengan memberi vaksin di daerah-daerah terjangkit wabah hingga wabah ini hilang sama sekali.

Sejauh ini menurut WHO, pencegahan penyebaran virus Rubella ini hanya dengan menggunakan vaksin MR (Measles Rubella) atau MMR (Measles and Mumps Rubella) atau MMRV (Measles, Mumps and Varicella). Organisasi kesehatan dunia itu juga merekomendasikan vaksin dilakukan kepada semua anak di dunia supaya penyebaran virus ini tidak meluas. Bahkan WHO, menyarankan anak diberi 2 kali vaksin yang pertama ketika anak berusia 9 bulan atau 12-15 bulan. Dosis kedua diberikan ketika anak berusia 15-18 bulan atau 4-6 tahun.

Melihat bahaya penyakit ini, penulis teringat akan wabah pes yang pernah melanda dunia atau dikenal dengan tragedi The Black Death atau The Great Plague sepanjang tahun 1346-1353. Selama 7 tahun, tidak kurang dari 200 juta orang tewas di Eropa dan Asia.

Bakteri Yersinia pestis dibawa oleh tikus yang tersebar melalui orang-orang yang melaut dari Eropa hingga Asia dan beberapa wilayah lain. Banyaknya korban yang jatuh akibat dari belum adanya obat atau vaksin yang ditemukan untuk melawan wabah ini pada waktu itu.

Hingga pada akhirnya The Third Plague terjadi yang kebanyakan terjadi di China dan India pada tahun 1894-1897. Tindakan represif pemerintah Inggris yang memaksa memvaksin seluruh penduduk India mendapat penolakan keras dari beberapa kelompok. Salah satunya oleh kakak beradik Hindu yang dikenal Chapekar Brothers (Damodar, Balkrishna, dan Vasuedo Chapekar). Bahkan mereka berhasil membunuh Walter Charles Rand yang bertugas sebagai Ketua Komite Khusus Pes di Pune, India.

Sejak wabah pes mulai merambah India sekitar tahun 1894, pemerintah Inggris di India melakukan berbagai cara untuk menanggulangi wabah ini. Hingga akhirnya bakteriologis bernama Vladimir Khavkin atau dikenal dengan nama Waldemar Haffkine menemukan vaksin anti-pes setelah 3 bulan penelitian.

Setelah vaksin anti-pes ditemukan, permasalahan ternyata tidak langsung berhenti. Namun justru terjadi penolakan dari pejuang kemerdekaan India dan ulama muslim di sana yang menganggap suntikan pes ini sebagai tanda tunduk kepada penjajahan. Seiring berjalannya waktu, suntikan pes berhasil tersebar dan menghapus kemungkinan sekitar 12 juta jiwa di India.

Merujuk pada kejadian luar biasa The Black Death hingga The Third Plague di China dan India, bukan tidak mungkin kejadian yang serupa terjadi di Indonesia jika penolakan vaksin semacam di Riau meluas. Sebagai manusia, kita tidak pernah tahu kapan wabah akan datang dan pergi. Sebagaimana Al-Quran berkata:

“Sekali-kali tidak akan menimpa musibah kepada kami selain apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dia Pelindung dan hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal.”

(At-Taubah:51)

Seharusnya kita bersikap bijaksana dan bersyukur vaksin untuk menangkal campak Rubella telah ditemukan. Tentu dengan usaha peniliti muslim menemukan vaksin halal untuk berbagai penyakit yang mungkin kembali mewabah dunia.

Diterbitkan juga di Qureta dengan tautan: https://www.qureta.com/post/vaksin-haram-jangan-sampai-the-black-death-terulang

Referensi:

World Health Organization.Weekly epidemiological record. 15 July 2011


Kontributor : Taufik Khalid Ahmad