Waqfeen Ilmuwan Sebagai Penyingkap Tabir Rahasia Alam Semesta di Masa Depan

114

Dalam kesempatan Mulaqat virtual Waqf-e-Nau di Jemaat Inggris pada 5 Maret 2021, salah seorang Waqfeen bertanya kepada Hadhrat Khalifatul Masih V aba, “Hudhur tercinta, pertanyaan saya tentang pelajar Waqf-e-Nau yang sedang menempuh studi ilmu hayati, seperti fisika, kimia, dan biologi. Haruskah mereka fokus ke riset atau karir dalam bidang pendidikan?”. Lalu Hudhur aba menjawab, “Kita membutuhkan banyak orang di bidang ini. Cendekiawan muslim Ahmadi harus melakukan riset juga. Mereka yang belajar fisika khususnya juga harus melakukannya. Mereka yang belajar biologi harus menempuh ilmu biomedis dan mereka juga dapat melakukan riset.”

Hadhrat Khalifatul Masih merupakan seorang pemimpin spiritual bagi umat manusia di seluruh dunia, dan bagi para muslim Ahmadi pada khususnya, yang diberikan amanat oleh Allah Ta’ala untuk melanjutkan misi kekhalifahan dari Hadhrat Masih Mauud as sebagaimana yang telah dinubuwwatkan oleh Hadhrat Rasulullah Saw, sehingga dalam perkataan dan keputusannya, Khalifah memiliki pandangan ruhani yang jauh melebihi pandangan ruhani manusia pada umumnya. Dalam hal ini, setiap jawaban-jawaban yang diberikan Hudhur atas pertanyaan para anggota Jemaat, terutama Waqf-e-Nau, pasti terdapat pertimbangan-pertimbangan yang telah mendapatkan petunjuk dan ridha dari Allah Ta’ala, termasuk jawaban atas pertanyaan Waqfeen tersebut. Dalam jawabannya, Hudhur telah memberi petunjuk bahwa para Waqfeen yang menempuh studi biologi dapat melakukan penelitian di bidang biomedis.

Biomedis merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menggabungkan ilmu biologi dengan ilmu kedokteran, sehingga lingkupan diskursusnya meliputi biologi manusia, perjalanan suatu penyakit, dan pengentasan masalahnya dengan pendekatan-pendekatan empiris dan molekuler. Selain itu, dalam ilmu biomedis juga dikaji bagaimana melakukan tindakan penelitian di laboratorium untuk menemukan solusi dalam mengobati suatu penyakit secara molekuler sehingga luaran dari penelitian tersebut dapat diaplikasikan secara klinis di masyarakat melalui pelayanan di fasilitas kesehatan, seperti klinik, puskesmas, atau Rumah Sakit.

Para ahli biomedis berpangkat akademik magister (S2) dan doktor (S3) banyak yang berasal dari berbagai lulusan sarjana rumpun ilmu sains dan kesehatan, seperti dokter umum, dokter gigi, dokter hewan, perawat, ahli gizi, farmasi, biologi, kimia, dan bahkan teknologi pangan. Mereka memiliki kompetensi lebih unggul dalam hal pemecahan permasalahan kesehatan dari sudut pandang akademisi dan berbasis riset. Seperti halnya seorang dokter dengan kualifikasi Magister Biomedik, maka dalam mengamalkan pelayanan sehari-hari kepada pasiennya, ia akan diperkaya dengan ilmu-ilmu terkini yang up to date berdasarkan hasil penelitian terbaru. Begitupun seorang ahli biologi dengan kualifikasi S3 Biomedik yang lebih banyak berkecimpung di laboratorium untuk terus mencari dan menemukan solusi dalam permasalahan kesehatan dengan pendekatan molekuler.

Di era teknologi ini, dunia kedokteran dan kesehatan terus mengalami dinamika yang pesat setiap detiknya. Zaman dahulu ada beberapa kasus penyakit yang kerap dianggap sebagai kutukan, sihir, dan pengaruh roh jahat. Sebelum era pandemi Covid-19, masyarakat sangat awam terhadap virologi (ilmu tentang mempelajari virus) dan cara penanganannya. Dan bahkan hingga kini, masih banyak masyarakat yang menganut sistem pengobatan 1 dosis untuk semua pasien dengan penyakit yang sama. Namun berkat melejitnya ilmu biomedis, semua dapat dipecahkan secara ilmiah dengan pembuktian-pembuktian di laboratorium.

Di zaman ini mulai terbuka sistem pengobatan presisi (precision medicine), dimana 1 dosis obat untuk 1 individu (pasien) dengan penyakit yang sama berdasarkan profil genetik setiap pasien (tentu berbeda), sehingga tidak ada istilah “cocok-cocokkan obat” bagi pasien-pasien yang penyakitnya sama dan diberikan obat dengan dosis yang sama. Kedokteran presisi menggunakan pendekatan farmakogenomik, yakni studi tentang bagaimana genom merespon obat sehingga obat-obat yang diberikan kepada individu akan berbeda dosisnya. Disinilah peran besar ilmu biomedis dalam mengungkapkan bagaimana uniknya gen dalam tubuh setiap manusia ketika merespon suatu obat atau terapi.

Pengobatan yang presisi juga hadir dalam sistem pengobatan homeopati. Homeopati merupakan pengobatan alternatif yang dicetuskan oleh dr. Hahnemnan dari Jerman di abad ke-18 yang berprinsip bahwa setiap penyakit dapat disembuhkan dari gejala penyakit itu sendiri sehingga pada dasarnya, tubuh manusia dituntut untuk membangun sistem kekebalan sedemikian rupa hingga dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Materi yang digunakan dalam obat homeopati ini beraneka ragam, dari tanaman herbal, mineral, saripati tumbuhan, bahkan racun. Semua materi tersebut diencerkan dengan potensi yang sangat tinggi (dilusi). Menurut penelitian, homeopati akan bekerja secara nanopartikel dalam tubuh manusia dan dapat menembus sawar atau batas-batas pembuluh darah dan otak. Berdasarkan teori fisika nano, semakin kecil partikel suatu materi (dalam hal ini adalah bahan obat homeopati yang diencerkan), maka akan memiliki daya sembuh yang tinggi. Seperti halnya air, semakin kecil ukuran partikel, maka akan semakin memiliki daya kuat.

Dalam kesehariannya, homeopati telah mendapatkan tempat yang terpercaya di hati para setiap Ahmadi. Hal tersebut dilandaskan atas rekomendasi dan diamalkan langsung sejak Hadhrat Khalifatul Masih IV rh untuk menggunakan obat homeopati dalam menyembuhkan penyakit. Namun, tugas terbesar bagi anggota Ahmadi, terutama anak Waqf-e-Nau, adalah membuktikan keilmiahan homeopati (yang masih dianggap sains semu/pseudosains) dalam menyembuhkan suatu penyakit. Khasiat homeopati yang memiliki daya sembuh ini menyimpan enigma yang belum terpecahkan hingga kini. Dengan mengandalkan testimoni-testimoni tanpa bukti empirik di laboratorium tidak cukup menguatkan bahwa homeopati adalah pengobatan berbasis sains. Disinilah peran para Waqfeen dibutuhkan untuk memecahkan teka-teki ini dengan menjadi seorang ilmuwan biomedis sebagaimana yang dikatakan Hudhur aba.

Beralih ke ilmu fisika. Hudhur aba tidak serta merta menyebutkan bahwa jemaat membutuhkan ahli fisika tanpa dasar alasan yang jelas. Saat ini telah terpampang di depan mata kita bagaimana dunia sedang dalam keadaan krisis perdamaian akibat narasi Perang Dunia III. Gencatan senjata yang terus digerakkan mendorong para negara berseteru tersebut untuk berupaya bagaimana menciptakan suatu sistem perlawanan yang jitu demi melumpuhkan negara musuh. Teknologi nuklir dan persenjataan sedang banyak didalami oleh para ahli untuk menemukan penyelesaian agar perang ini dapat dihentikan, atau paling tidak ditemukan solusi agar efek perang tidak begitu menimbulkan banyak penderitaan bagi warga sipil yang negaranya terlibat dalam perang. Selain itu, dengan mendalami ilmu fisika, seorang ilmuwan dapat mempelajari alam semesta secara mendalam. Bumi yang semakin tua dan mengarah pada kehancuran ini memicu narasi-narasi “Apakah di luar angkasa sana ada suatu sistem kehidupan yang menyerupai bumi sehingga umat manusia dapat berbondong-bondong hijrah ke tempat baru yang layak huni?”. Jika seorang Waqfeen dapat berpikir sejauh alam semesta itu, maka terjawablah sudah sabda Hudhur aba berkenaan dengan perlunya cendekiawan Ahmadi menjadi ilmuwan fisika, mengilhami Professor Abdussalam, seorang Ahmadi mukhlis yang menerima nobel fisika.

Sejatinya, semua rumpun ilmu pengetahuan dapat menjadi ladang pengkhidmatan seorang Waqfeen untuk negara dan jemaat. Seorang Waqfeen ilmuwan informatika dapat melawan kejahatan dan fitnah Dajjal lewat teknologi digital. Seorang Waqfeen ilmuwan bidang lingkungan dapat mencari solusi permasalahan iklim global yang semakin memprihatinkan. Seorang Waqfeen ilmuwan bidang pertanian diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan krisis pangan di negara-negara berkembang. Dan seorang Waqfeen ahli ilmu sosial, politik dan hukum dapat menjadi seorang penegak konstitusi di negara masing-masing dengan keadilan tanpa mendatangkan kerugian bagi masyarakat.

Rahasia-rahasia lain masih banyak yang belum terpecahkan di dunia ini. Anak-anak Waqf-e-Nau merupakan harapan jemaat untuk terus belajar mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi seorang ilmuwan. Para ilmuwan yang bertaqwa seyogyanya tetap memerhatikan rambu-rambu dalam Al Quran sehingga tidak ada perasaan berkuasa melebihi Allah Ta’ala. Namun, Allah Ta’ala tidak membuat partisi bagi umat manusia untuk menelaah khazanah-khazanah ilmu pengetahuan dari semesta yang Dia ciptakan. Dalam suatu ayat di Al-Qur’an, Allah Ta’ala memerintahkan kita menggunakan akal untuk berpikir. Maka dari itulah, berbagai riset dan penelitian sangat dianjurkan.

Dalam Konferensi Ahmadiyya Muslim Researcher Association (AMRA) tahun 2019, Hudhur aba mengutip sabda Hadhrat Masih Mauud as, “Ketika orang beriman mempelajari dan merenungkan benda-benda langit yang ada di alam semesta, maka pikiran mereka akan terbuka dan mendapatkan pencerahan.” Beliau juga berpesan bagi para ilmuwan dan saintis Ahmadi untuk senantiasa mengapresiasi penciptaan Allah Taala, jika mereka melihat Allah Taala melalui cara ini (riset dan penelitian), maka arahkanlah tujuan mereka kepada Allah Ta’ala dengan semangat dan gairah, serta mohonlah pertolongan Allah Ta’ala dalam usaha mereka memahami dan memecahkan misteri di alam semesta.


Oleh : Umar Farooq Zafrullah