Tragedi Cikeusik, Pengingat Tuhan Tak Pernah Tidur

1949

Cikeusik, mungkin nama ini menimbulkan trauma tersendiri bagi para anggota Jama’ah Muslim Ahmadiyah. Bagai membuka kembali luka lama yang begitu dalam dan perih, sejarah kelam yang harus menelan 3 korban anggota Ahmadi hingga para korban luka-luka, semakin membuat ingatan tak mampu membayangkan. Tragis, penuh dengan air mata, luka, hingga nyawa yang harus meninggalkan raga dengan keji oleh para manusia yang seolah haus akan darah.

Masih teringat jelas, pekikan teriakan Allahu Akbar, disandingkan dengan tangan yang senantiasa terus menghakimi para manusia yang tidak berdosa. Entah apa yang merasuki tubuh manusia yang merasa menjadi Tuhan itu, alih-alih mengagungkan nama-Nya seraya mengingat Keangungan Allah itu disandingkan dengan batu, kayu, hingga senjata tajam di tangan.

Dengan buas, mereka menghakimi para manusia yang hanya mencoba mempertahankan aqidah Keislamannya. Kekerasan, keganasan, hingga kebrutalan terjadi tanpa ada yang melindungi. Atribut Keislaman yang bertengger dikepala dan pakaian mereka, tak dapat menghentikan keganasan mereka. Tak puas dengan membranguskan rumah dan kendaraan yang ada, nyawa pun dengan buasnya mereka renggut dengan cara yang tidak manusiawi. Ya, tragedi Cikeusik, minggu berdarah pada 6 Februari 2011. 10 tahun silam yang masih menyisakan trauma dan kesedihan mendalam, tidak hanya bagi para keluarga korban, namun bagi para anggota Jama’ah Muslim Ahmadiyah hingga siapapun yang masih memiliki rasa kemanusiaan.

Beredar sebuah video mengingat tragedi kemanusiaan dalam situs Youtube Cokro TV oleh Akhmad Sahal yang menerangkan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) saat itu, Sobri Lubis pernah mengajak umat melakukan pembunuhan terhadap pengikut Ahmadiyah. Dalam video yang berdurasi 10 menit 23 detik itu, juga menayangkan potongan video Sobri Lubis pada tahun 2008 yang saat itu masih menjabat menjadi Sekjen FPI. Sobri Lubis saat itu sedang berdakwah di depan umat. Namun dengan mudahnya kata bunuh, bunuh dan bunuh dilontarkan dan disandingkan dengan kalimat Allahu Akbar. Tak hanya ajakan untuk membersihkan Ahmadiyah dari Indonseia, darah Ahmadiyah pun dihalalkan olehnya. Ajakan untuk memerangi dan menghabisi nyawa pengikut Ahmadiyah di manapun mereka berada, dilontarkan dengan begitu kerasnya. Dia menyatakan akan bertanggung jawab dunia akhirat. Akhmad Sahal menerangkan, seolah ada benang merah dari potongan video di tahun 2008 dengan tragedi Cikeusik pada tahun 2011.

Entah apa alasanya, ajakan untuk membunuh hingga pembunuhan itu telah terjadi atas nama Agama. Padahal, Allah Ta’ala berfirman dalam Surah AnNisa ayat 94 yang artinya :

“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan disengaja, maka balasannya adalah Jahannam, ia akan tinggal lama didalamnya, dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya dan akan menyediakan baginya azab yang sangat besar.

Pengikut Ahmadiyah yang juga berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah baginda Rasulullah SAW, serta senantiasa berpegang teguh pada rukun Iman dan rukun Islam. Sejatinya dapat dikatakan, mereka sendiri adalah orang Islam dan bagian dari Islam. Namun, fakta berbicara bagian dari mereka telah menjadi sasaran pembunuhan. Apa yang dapat dilakukan para pengikut Ahmadiyah atas persekusi, terror, hingga intimidasi yang telah terjadi? sedih? marah? atau mungkin ada sedikit upaya untuk melawan atau membalas? Tidak, seberapapun kesedihan hingga luka yang begitu membekas, tak ada sedikit pun balasan hingga kekerasan yang dilakukan kepada mereka. Sebagaimana Khalifah Muslim Ahmadiyah menyatakan: “Bagaimanapun peristiwa-peristiwa yang terjadi terhadap Jema’at, kita serahkan kepada Allah SWT dan akan kita hadapi dengan penuh sabar dan tabah.”  Karena memang, hanya Dialah sebaik-baik penolong.

10 tahun berlalu pasca tragedi Cikeusik, pengikut Jama’ah Muslim Ahmadiyah di Indonesia, dengan karunia Allah Ta’ala, masih dapat mempertahankan aqidah Keislamannya di bumi Pertiwi. Memang, masih ada persekusi yang tengah terjadi, namun tak begitu berarti dibanding minggu berdarah itu. Ahmadiyah sebagai organisasi Islam dengan statusnya yang sudah berbadan hukum semenjak tahun 1953 dengan karunia Allah Ta’ala anggotanya masih terus dapat beribadah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Karena memang, tidak ada kekuatan duniawi manapun yang mampu menghancurkan orang-orang yang senantiasa larut dalam kecintaan pada Allah Ta’ala.

Lalu, sang pengujar kebencian yang mengajak untuk umat melakukan pembunuhan, saat ini harus rela berada di dalam bui. Memang, penahanannya bukan karena kasus Cikeusik, tapi karena kasus kerumuman di Pertamburan. Namun setidaknya, dia dapat merasakan hukum dunia yang harus dia pertanggungjawabkan. Entah seperti apa hukum Allah Ta’ala bekerja di Akhirat kelak, karena Dialah sebaik-baik Hakim yang adil.

Teringat pendiri Jama’ah Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad AS pernah menyampaikan: “Allah Ta’ala akan menjadi Penolong hamba-Nya. Dia tidak akan menebang batang pokok (pohon) yang telah Dia sendiri tanam dengan tangan-Nya.”


Oleh: Mutia Siddiqa Muhsin

Editor: Irfan Al-Wahid

Referensi:

https://ahmadiyah.id/khotbah/perlawanan-dan-penganiayaan-terhadap-jemaat-ilahi

Sumber gambar:

https://unsplash.com/