Doa yang Tergesa-gesa Tidak Akan Dikabulkan

1298

Bila ada doa kita yang lama atau bahkan tidak dikabulkan, ada beberapa faktor yang bisa menjawab hal ini. Salah satunya adalah mungkin kita terlanjur jemu dan tidak sabar dalam berdoa. Sehingga kita memutuskan untuk berhenti berdoa, sebagaimana Mirza Ghulam Ahmad (Hazrat Ahmad), pendiri Jemaat Ahmadiyah, menjelaskan:

“Mereka menyatakan, jika memang ada Tuhan yang menerima doa-doa manusia, kenapa doa mereka tidak dikabulkan padahal mereka sudah lama memohonkannya? Kalau saja mereka yang berpikir demikian itu mau merenungi kurangnya keteguhan hati mereka, mereka akan menyadari bahwa frustrasi mereka itu adalah hasil dari ketergesaan dan ketidak-sabaran mereka sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan pandangan salah terhadap kekuatan Allah Swt dan berakhir dengan keputusasaan. Karena itu janganlah pernah jemu.[1]”

Pengabulan doa itu meliputi proses di dalamnya, sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah Ta’ala sendiri. Hazrat Ahmad menyatakan:

“Mereka selalu merasa tergesa dan tidak sabar menunggu, padahal kinerja Allah Swt selalu mengikuti proses tertentu. Tidak pernah terjadi ada manusia yang menikah hari ini lalu keesokan harinya sudah mendapat seorang anak. Meskipun Tuhan itu Maha Kuasa dan bisa melakukan apa pun yang diinginkan-Nya, namun tetap saja Dia akan mengikuti kaidah dan sistem yang telah diterapkan-Nya sendiri.[2]”

Inilah mengapa kita diharapkan untuk tidak jenuh dan jemu dalam berdoa. Karena bisa jadi, pengabulan doa Allah Ta’ala itu masih dalam proses yang mengarah pada wujud doa yang kita inginkan.

Hazrat Ahmad memberikan penggambaran doa itu bagaikan seorang ibu hamil yang menginginkan anaknya lahir. Beliau menjelaskan:

“Bila seorang wanita hamil setelah empat atau lima bulan menjadi tidak sabaran untuk melihat anaknya dan mengupayakan melahirkan cepat dengan bantuan obat-obatan, tidak saja anaknya tidak akan lahir hidup tetapi ia sendiri juga akan mengalami kekecewaan berat. Begitu pula dengan orang-orang yang tidak sabar melihat hasil sebelum waktunya, bukan saja ia akan merugi tetapi juga membahayakan keimanannya sendiri. Dalam keadaan demikian itu orang lalu menjadi atheis.[3]”

Bila kita tidak sabar, cepat jemu dan jenuh dalam berdoa, maka tidak saja kita akan gagal dalam mendapatkan apa yang kita doakan, tetapi juga keimanan kita, keyakinan kita akan kekuasaan dan janji Allah Ta’ala dalam mengabulkan doa, menjadi jatuh ke dalam jurang yang dalam. Dan yang menderita kerugian itu semua tidak lain hanyalah kita sendiri. Allah Ta’ala tidak mengalami kerugian sedikitpun.

Kesabaran dalam berdoa ini juga diajarkan oleh Rasulullah SAW, dimana beliau bersabda:

“Tidaklah seseorang berdoa kepada Allah, melainkan doanya pun akan dikabulkan. Bisa saja dengan disegerakan di dunia, atau disimpan untuk nanti pada hari akhirat, atau Allah Azza wa Jalla akan menghapuskan dosa-dosanya sesuai dengan kadar doanya. Itu selama ia tidak berdoa meminta suatu hal berdosa, atau memutus tali silaturahim, atau ia berlaku tergesa-gesa.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana maksud ia tergesa-gesa?”

Beliau menjawab, ”ia berkata, ‘Aku sudah berdoa kepada Rabb ku, namun Dia tidak mengabulkan doaku.[4]”

Bisa dilihat di sini bahwa Rasulullah SAW menjelaskan 3 syarat terkabulnya doa. Pertama, doa tidak akan dikabulkan bila manusia berdoa memohon suatu hal yang berdosa. Kedua, doa juga tidak akan dikabulkan bila manusia memutuskan tali silaturahmi. Dan ketiga, doa juga tidak akan dikabulkan ketika manusia berlaku tergesa-gesa.

Adalah sangat wajar kalau memohon sesuatu yang berdosa tidak akan dikabulkan Allah Ta’ala. Sedangkan untuk memutuskan silaturahmi juga adalah penanda tingkat keimanan si pendoa. Menguatkan tali silaturahmi adalah salah satu perintah Allah Ta’ala. Bila manusia mudah dalam memutuskan silaturahmi, maka ia tidak menjalankan perintah Allah Ta’ala. Ia tidak cukup memiliki pribadi yang dianggap baik oleh Allah Ta’ala sehingga keterkabulan doa menjadi terhalang karena sikap ini.

Sementara tergesa-gesa di sini jelas menunjukkan ketidaksabaran dan rasa jemu dalam berdoa yang kemudian membuat seseorang berhenti untuk berdoa. Padahal, kesabaran dalam berdoa juga termasuk dalam upaya kita menunjukkan kualitas keimanan yang kita miliki, sebagai syarat diterimanya doa-doa kita.

Ketika Hz. Nabi Ibrahim as. berdoa “Ya Allah, utuslah di antara anak keturunan kami ini seorang Rasul yang akan membacakan ayat-ayat-Mu, mengajarkan Kitab dan Hikmah dan menyucikan umatnya”, kapan doa ini terkabul? Ya, setelah sekian ratusan tahun lamanya, yakni seorang Rasul tersebut adalah Rasulullah SAW. Dan ini juga menjadi bukti bahwa Allah Ta’ala bisa saja mengabulkan doa kita setelah bertahun-tahun lamanya. Karena itu, jika doa seorang Nabi saja baru dikabulkan dalam waktu yang sangat lama, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tergesa-gesa dalam berdoa.

Terakhir, berikut nasihat Hazrat Ahmad:

“Nabi Ibrahim as. telah mengajukan permohonan doa kepada Tuhan agar muncul seorang Nabi di Arab dari antara keturunan beliau. Apakah permohonannya dikabulkan secara langsung dan seketika? Setelah sekian lama sepeninggal Nabi Ibrahim as. dan orang tidak ada lagi yang mengingat doa itu, nyatanya Tuhan kemudian mengabulkan permohonannya dengan menurunkan Rasulullah SAW yang menunjukkan betapa agungnya pengabulan doa tersebut.[5]”


Penulis: Lisa Aviatun Nahar

Referensi:

[1] Inti Ajaran Islam hlm. 183

[2] Inti Ajaran Islam hlm. 184

[3] Inti Ajaran Islam hlm. 185

[4] Shahîh Sunan At-Turmudzi, no. 2652

[5] Al-Hakim, vol. 7, no. 8, 28 Pebruari 1903, hal. 1-3 dalam Inti Ajaran Islam hlm. 186