Baca bagian sebelumnya : Apakah Yesus (as) Disebut ‘Anak Tuhan’ atau ‘Hamba Tuhan’ ? | RajaPena.Org
Sebuah Pokok bahasan untuk Direnungkan – Gelar Lain Yesus (as) dan Tolok ukur Obyektif untuk Memisahkan Metafora (kiasan) dari yang Literal
Sementara itu, pada topik penafsiran yang benar pada istilah ‘anak Tuhan’, cukup membantu untuk melihat istilah dalam konteks yang lebih luas dari gelar lain yang dikaitkan dengan Yesus (as).
Hal yang perlu diingat di sini adalah: tanpa standar umum yang dengannya kita dapat menilai apa yang literal dari apa yang merupakan metafora dan arti yang benar dari metafora itu, maka setiap orang bebas untuk membangun interpretasi mereka sendiri terhadap Injil. Harapan untuk memahami sejarah Yesus dan pesan sejatinya kemudian akan hilang.
Umat Kristen, pada umumnya, bersalah karena jatuh ke dalam kekeliruan ini. Sementara pada satu segi mereka dengan gigih mengejar tafsiran non-monoteistik istilah ‘anak Tuhan’, di sisi lain mereka dengan mudah dan senang hati menerima interpretasi monoteistik tertentu untuk banyak gelar lain dari Yesus (as).
Misalnya, Yesus disebut ‘Anak Domba Allah’ dalam Injil Yohanes (Yohanes 1:29, 36). Apa pun penafsirannya, satu hal yang pasti – tidak ada orang Kristen yang akan menyatakan Yesus adalah anak domba secara harfiah. Interpretasi (tafsiran) adalah salah satu yang pasti merupakan kiasan.
Dia adalah ‘Raja orang Yahudi’ (Matius 2:12) atau setidaknya dianggap demikian (Matius 27:37). Sekali lagi, raja dan kerajaan secara literal membangkitkan gambaran yang sangat berbeda dari pelayanan (tugas dan pekerjaan) Yesus (as). Penafsiran bahasan ini, sekali lagi, harus sangat sangat metaforis.
Dia adalah ‘putra Yusuf’ (Lukas 4:22). Nah, ini kasus yang menarik. Apakah dia putra harfiah Yusuf atau putra Allah? Jika ia adalah anak kandung Yusuf secara harfiah, seseorang harus menyangkal kelahiran perawan. Karena kesulitan-kesulitan ini, kebanyakan orang Kristen menyatakan bahwa gelar ini tidak literal.
Dan daftarnya terus berlanjut. Yesus mengaku diri sebagai ‘Terang Dunia’ (Yohanes 8:12), ‘Roti Hidup’ (Yohanes 6:35), ‘Roti Hidup’ (Yohanes 6:51) ‘Kebangkitan dan Hidup’ ( Yohanes 11:25). Tidak ada orang Kristen yang mengklaim bahwa semua gelarnya literal.
Sejauh ini, kita telah melihat beberapa gelar metaforis dari Yesus (as). Namun demikian, kami menemukan bahwa ada gelar-gelar tertentu Yesus yang secara keras kepala dianut oleh orang-orang Kristen dalam sudut pandang literal, terlepas dari kesulitan-kesulitannya. Umat Kristen mengklaim bahwa Yesus (as) adalah raja Mesianik yang ditunggu dari garis keturunan Daud dan merupakan ‘putra Daud’ secara literal, meskipun mereka kesulitan untuk menunjukkannya.
Silsilah Yesus (as) dicatat dalam dua cara berbeda dalam Injil Matius (1: 1-17) dan Lukas (3: 23-38). Kedua Injil menelusuri garis keturunannya melalui Yusuf – suatu problem, karena orang Kristen mengklaim Yesus bukan putra kandungnya! Untuk menyiasati masalah ini, komentator biasanya menyatakan bahwa Matius menelusuri garis keturunannya melalui Yusuf, sedangkan Lukas melalui Maria, ibu Yesus. Dengan penjelasan ini, para komentator mengakui silsilah yang disajikan dalam Matius tentang Yusuf dengan serta-merta tidak valid dan tidak perlu – Yesus tidak memiliki andil di dalamnya, karena dia tidak berbagi darah dengan (bukan anak kandung) Yusuf.
Datang dari garis keturunan kedua dalam Lukas, kita menemukan bahwa Yesus dinyatakan sebagai ‘Yusuf, putra Heli’. Para komentator mengklaim bahwa bagian itu tidak literal. Sebaliknya, mereka mengklaim bahwa Heli mengacu pada ayah mertua Yusuf; yaitu, ayah dari Maria. Ini juga tidak masuk akal. Tidak ada catatan silsilah, baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru, yang menyebut seorang pria sebagai anak dari ayah mertuanya. Tidak ada ayat dalam Perjanjian Baru yang mengatakan Maria adalah putri Heli.
Bagaimanapun, bahkan jika seseorang menerima bahwa Lukas menyajikan garis keturunan Maria dan bukan Yusuf, masalah tetap ada. Hubungan keturunan melalui garis ibu tidak cukup untuk suksesi (peralihan) takhta Daud, yang diwariskan hanya melalui garis laki-laki yang berkelanjutan. Secara alkitabiah, hak istimewa garis keturunan, yaitu jabatan raja dan imamat, secara eksklusif diteruskan melalui garis laki-laki. Tidak ada contoh yang diteruskan melalui garis ibu.
Jadi, melalui kedua garis keturunan, Yesus didiskualifikasi (dikeluarkan) dari keturunan Daud yang dapat duduk di tahta Daud. Namun demikian, orang-orang Kristen bersikeras, dan melalui perselisihan teologis, mencoba untuk menunjukkan bahwa Yesus secara harfiah adalah keturunan Daud. Sebabnya ialah, interpretasi metaforis tidak akan berhasil dalam hal ini.
Dalam nada yang sama, Yesus juga disebut putra Maria (Markus 6: 3). Apakah bagian ini literal atau metaforis? Dengan standar objektif apa kita akan menentukan jawabannya?
Kesulitan dengan metafora adalah tidak ada kata yang memenuhi syarat yang memberi tahu kita bahwa kita tengah berurusan dengan sesuatu yang tidak literal. Hal itu harus dipahami dari konteks dan akal sehat. Selain itu, khususnya dalam kasus teologi, begitu kita menentukan suatu istilah tertentu bersifat metaforis, ia harus ditafsirkan dengan cara yang benar. Penafsiran itu harus didasarkan pada akal sehat dan dasar-dasar yang diterima, teruji dan benar.
Dalam kasus agama Kristen, tidak ada yang lebih mendasar atau fundamental daripada kepercayaan pada monoteisme murni, Tuhan yang Esa, tidak terpisahkan dan secara unik Ilahi tanpa tandingan atau pasangan. Yesus (as) sendiri menekankan bahwa percaya pada satu Tuhan adalah perintah pertama dan terpenting: salah satu ahli Taurat datang dan mendengar mereka berdebat. Memperhatikan bahwa Yesus telah memberi mereka jawaban yang bagus, dia bertanya kepadanya, “Dari semua perintah, mana yang paling penting?”
“Yang paling penting,” jawab Yesus, “adalah ini: ‘Dengar, hai Israel: Tuhan Allah kita, adalah Tuhan Yang Satu.’” (Markus 12: 28-29)
Di tempat lain dia menyatakan: “Sekarang inilah hidup yang kekal: bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Tuhan yang benar, dan Yesus Kristus, yang telah Engkau kirim.” (Yohanes 17:3)
Singkatnya, monoteisme murni harus menjadi dasar penafsiran kita tentang kata-kata Yesus (as). Jika tidak, seseorang akan segera tersesat ke alam pemikiran politeistik.
Baca bagian selanjutnya : Al-Qur’an Suci – Yesus (as) sebagai ‘Hamba Tuhan’ | RajaPena.Org