Kenabian setelah Hadhrat Masih Mau’ud as.

929

Seseorang dari Mesir menyimpulkan dari ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini:

“Demikianlah sunnah Allah berkenaan dengan orang-orang yang telah berlalu sebelum kamu, dan engkau tidak akan pernah mendapatkan perubahan dalam sunnah Allah.” (Al-Ahzab: 63)

“…Maka tidakkah mereka menantikan kecuali sesuatu yang lain selain sunnah Allah dalam memperlakukan orang-orang yang terdahulu? Maka sekali-kali tidak akan engkau dapatkan suatu perubahan dalam sunnah Allah, tidak pula sekali-kali engkau dapatkan suatu pergantian dalam sunnah Allah” (Fatir: 44)

Orang tersebut kemudian menulis kesimpulannya kepada Hadhrat Amirul Mukminin, Khalifatul Masih V aba dimana dinyatakan bahwa beberapa hukum Allah bersifat kategoris dan permanen, termasuk hukum Allah mengutus nabi-nabi yang membawa syari’at maupun yang tidak. Dia kemudian bertanya apakah seorang nabi pembawa syari’at, seperti Nabi Musa as  atau Nabi Suci Muhammad SAW, bisa datang 622 tahun setelah kedatangan Hadhrat Masih Mau’ud as atau jika Islam adalah agama tertinggi, dapatkah seorang nabi yang tidak membawa syari’at, atau seorang Khalifatul Masih menjadi nabi pengikut Hadhrat Masih Mau’ud as?

Hudhur Anwar aba, dalam pidato beliau tanggal 9 September 2021, menjawab pertanyaan ini sebagai berikut:

“Pertama-tama, argumen anda, bahwa sunnah Tuhan Yang Maha Esa untuk  mengutus nabi-nabi pembawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at adalah kategoris dan abadi, tidak dapat disimpulkan dari ayat-ayat Al-Qur’an yang telah anda kutip dan simpulkan darinya. 

Dalam ayat Surah al-Ahzab, Allah berbicara tentang kekalahan dan kehancuran para penentang Islam, terutama orang-orang munafik, terhadap kaum Muslimin. Kemudian, Allah Ta’ala menyatakan bahwa itu adalah sunnah-Nya yang telah berlaku untuk jema’at Ilahi sebelumnya juga dan akan terus demikian, yaitu orang-orang munafik dan penentang Islam lainnya akan kalah dengan terhina serta para pengikut Islam sejati akan diberikan kesuksesan dan kemenangan. 

Adapun ayat-ayat pada Surah Al-Fatir membahas tema berikut: Sebelum munculnya seorang nabi, orang-orang membuat banyak pernyataan bahwa jika seorang pemberi peringatan dari Tuhan datang kepada mereka, mereka pasti akan menjadi lebih terbimbing dari pada orang-orang sebelum mereka. Namun, ketika Tuhan mengirim seorang utusan kepada mereka, mereka berkolusi melawannya, dengan angkuh menolaknya dan berkomplot menentangnya dengan segala cara yang mungkin. Dalam keadaan seperti itu, Allah Ta’ala juga menegakkan sunnah-Nya yang lain terhadap lawan-lawan itu dan menyebabkan mereka gagal total dengan menjatuhkan berbagai hukuman kepada mereka. Kemudian, Dia meninggikan derajat utusan-Nya dengan bantuan-Nya dan menganugerahkan kemenangan akhir.

“Jadi, kesimpulan yang anda tarik dari ayat-ayat ini tidak lah benar. Namun, kita percaya bahwa setiap kali seorang nabi atau pembaharu diperlukan untuk membimbing dan mereformasi dunia, Allah Ta’ala, karena rahmat-Nya bagi umat manusia, pasti mengutus para nabi atau pembaharu. Rahmat itu akan terus turun di masa depan, tetapi hanya Dia yang paling tahu bagaimana rahmat-Nya akan terwujud. 

“Ketika kita mencari petunjuk tentang masalah ini dari Al-Qur’an dan hadis dari junjungan dan guru kita, Nabi Suci Muhammad SAW, kita menemukan bahwa beiau SAW  telah memberikan kabar gembira tentang pembentukan sebuah khilafah atas dasar kenabian (Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah) dua kali di ummatnya. Beliau SAW menyatakan bahwa berkat ini akan diangkat setelah didirikan untuk pertama kalinya, tetapi beliau SAW memberikan kabar gembira tentang pembentukan kembali berkat ini untuk kedua kalinya, lalu beliau  berdiam diri. Dari riwayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa berkat khilafah yang kedua kalinya ini akan berlangsung sampai Hari Kiamat. ( Musnad Ahmad bin Hanbali, Jil. 6, Musnad Nu’man ibn Bashir, Hadis 18596, Beirut: ‘Alam Al Kotob, 1998, hlm. 285)

“Selain itu, Hadhrat Masih Mau’ud as, sang pencinta Nabi Muhammad SAW yang paling setia dan sang hakim yang adil (Hakam ‘Adl) di zaman sekarang, setelah diberitahu oleh Allah SWT, telah berargumentasi dari berbagai ayat Al-Qur’an,  hadis-hadis  Nabi Muhammad SAW dan sejarah agama-agama lain, bahwa umur umat manusia adalah tujuh ribu tahun; Nabi Suci Muhammad SAW diutus  pada milenium kelima dan kita sedang menjalani milenium ketujuh dispensasi ini. Oleh karena itu, Hudhur as. menyatakan:

“Tetapi Al-Qur’an mengatakan kepada kita bahwa Tuhan adalah Pencipta Abadi yang, jika Dia menghendaki, dapat menghancurkan langit dan bumi miliaran kali dan menciptakannya kembali seperti sebelumnya. Tuhan telah memberitahu kita bahwa ras manusia saat ini berasal dari Adam, nenek moyang kita yang datang setelah ‘ras’ sebelumnya, dan ras manusia ini memiliki usia tujuh ribu tahun, dan bahwa tujuh ribu tahun ini bagi Tuhan sama seperti tujuh hari bagi manusia. Telah ditetapkan oleh hukum Ilahi bahwa setiap ‘ras’ memiliki umur tujuh ribu tahun, dan untuk menyoroti fakta ini bahwa tujuh hari telah ditetapkan untuk manusia. Dengan demikian, waktu yang ditetapkan untuk anak-anak Adam adalah tujuh ribu tahun, lima di antaranya telah berlalu pada masa Nabi kita Muhammad SAW, seperti yang ditunjukkan oleh nilai numerik dari kata-kata dari Surat Al-Ashar. Sekarang enam ribu tahun era ini telah berlalu dan tinggal seribu tahun lagi yang tersisa. Telah dinubuatkan, tidak hanya oleh Al-Qur’an tetapi oleh banyak kitab suci sebelumnya, bahwa utusan terakhir yang akan muncul dalam rupa Adam, dan akan dinamai Al-Masih as., akan muncul pada akhir milenium keenam, sama seperti Adam yang lahir menjelang akhir hari keenam. Semua tanda-tanda ini seharusnya cukup bagi orang yang berakal.

Menurut Al-Qur’an dan kitab suci Ilahi lainnya, tujuh milenium telah dibagi lebih lanjut sebagai berikut: Milenium pertama: untuk penyebaran bimbingan dan kebajikan. Milenium kedua: untuk dominasi setan. Milenium ketiga: untuk penyebaran bimbingan dan kebajikan. Milenium keempat: untuk dominasi Setan. Milenium kelima: untuk penyebaran kebajikan (ini adalah milenium dimana junjungan kita Nabi Muhammad SAW muncul untuk mereformasi umat manusia dan Setan dibelenggu). Milenium keenam: untuk pelepasan dan dominasi Setan (milenium ini berlangsung dari akhir abad ketiga era Islam hingga awal abad keempat belas). Milenium ketujuh: untuk supremasi Tuhan dan Al-Masih-Nya, penyebaran kebajikan, iman dan kebenaran, pembentukan Ke-Esaan Tuhan dan ibadah Ilahi, dan dominasi setiap kebajikan.”

Kita sekarang berada di puncak milenium ketujuh dan tidak ada ruang bagi Al-Masih lain untuk datang setelah ini, karena hanya ada tujuh milenium yang semuanya telah dibagi menjadi baik dan jahat. Semua nabi telah membicarakan pembagian ini baik secara sepintas maupun secara rinci. Tetapi Al-Qur’an telah menyebutkannya dengan sangat jelas, dan dari sini kita menyimpulkan nubuatan tentang Hadhrat Masih Mau’ud as.

Sungguh luar biasa bahwa semua nabi, dalam satu atau lain cara, telah menubuatkan tentang waktu kedatangan Al-Masih dan kerusakan yang ditimbulkan Dajal. Faktanya, tidak ada nubuatan lain yang dibuat begitu sering dan dengan konsistensi seperti itu.” (Pidato Lahore, Ruhani Khazain, Vol. 20, hlm. 184-186)

Di tempat lain, beliau as. menulis:

“… kitab suci semua nabi serta Al-Qur’an menunjukkan bahwa dari Adam sampai akhir, Allah telah menetapkan usia dunia menjadi tujuh ribu tahun, dengan periode per seribu tahun baik untuk cahaya dan kegelapan. Dengan kata lain, ada periode kebenaran menang dan periode di mana kejahatan dan kesesatan berkuasa. Menurut kitab suci Ilahi, kedua zaman ini dibagi menjadi periode seribu tahun masing-masing. Yang pertama dari periode ini didominasi oleh hidayah di mana tidak ada tanda-tanda penyembahan berhala. Ini diikuti oleh periode lain, juga berlangsung seribu tahun, di mana segala macam penyembahan berhala berakar, kemusyrikan merajalela dan menyebar di setiap negeri. Pada milenium ketiga, tauhid ditegakkan kembali dan menyebar di dunia sejauh yang Tuhan kehendaki. Kemudian, selama milenium keempat, kegelapan muncul kembali; Bangsa Israel tersesat dan kekristenan mati tepat pada saat kelahirannya, seolah-olah kelahiran dan kematiannya terjadi pada saat yang bersamaan.

Kemudian datanglah milenium kelima, yang merupakan zaman hidayah. Munculnya Nabi kita Muhammad Mustofa SAW terjadi di milenium ini. Melalui beliau, Tuhan menegakkan kembali  tauhid  di dunia. Fakta bahwa beliau muncul di milenium yang telah ditakdirkan untuk hidayah sejak zaman azali, sudah cukup untuk membuktikan bahwa beliau memang berasal dari Tuhan. Ini bukan hanya pandangan saya, tetapi semua kitab suci Ilahi bersaksi tentang itu. Fakta ini juga membuktikan kebenaran pendakwaan saya sendiri sebagai Masih Mau’ud, karena menurut pembagian masa ini, milenium keenam adalah masa kegelapan dan kejahatan. Periode seribu tahun ini dimulai tiga ratus tahun setelah Hijrah dan berakhir pada pergantian abad keempat belas. Rasulullah SAW telah menetapkan mereka yang termasuk dalam milenium keenam sebagai  Faij-A’waj  (Gerombolan yang  sesat).

Milenium ketujuh di mana kita hidup adalah era cahaya dan hidayah. Karena ini adalah milenium terakhir, tidak dapat dielakkan bahwa Imam akhir zaman harus lahir pada pergantian milenium ini. Setelah beliau, tidak ada imam dan Almasih kecuali seseorang yang datang sesuai dengan ciri Al-Masih yang lama, karena dalam milenium ini dunia akan berakhir seperti yang  telah dikabarkan oleh semua nabi. Imam ini, yang telah ditetapkan Allah sebagai Masih Mau’ud, adalah  Mujaddid  (Pembaharu) abad ini yang merupakan milenium terakhir. Bahkan orang-orang Kristen dan Yahudi setuju bahwa, dihitung dari zaman Adam, milenium sekarang adalah yang ketujuh. Allah telah mengungkapkan kepadaku waktu Adam, yang dihitung berdasarkan nilai numerik dari Surah Al-‘Asr. Ini juga membuktikan bahwa kita sekarang berada di milenium ketujuh. Semua nabi sepakat bahwa Masih Mau’ud akan lahir pada akhir milenium keenam dan muncul pada pergantian milenium ketujuh, karena dia akan menjadi yang terakhir datang, sebagaimana Adam adalah yang pertama.” (Pidato Sialkot, Ruhani Khazain, Vol. 20, hlm. 207-208).

“Jadi, ini adalah milenium terakhir dari dispensasi itu di mana Allah mengutus anak rohani dan pengikut Nabi Suci Muhammad SAW yang paling mencintai beliau, tepat sesuai dengan nubuatannya sebagai Hd. Masih Mau’ud as. dan Khatam al-Khulafa’. Dapat disimpulkan dari nubuatan Nabi Muhammad SAW dan  sabda Hadhrat Masih Mau’ud as. bahwa, dengan karunia Allah Ta’ala, karena ini adalah era Khilafah Islam Ahmadiyah, yang didirikan melalui Hadhrat Masih Mau’ud as. di akhir zaman, oleh karena itu, jika ada kebutuhan akan pembaharu guna mereformasi dunia, Allah Ta’ala niscaya akan mengangkat seseorang dari antara pengikut Hadhrat Masih Mau’ud as. untuk reformasi tersebut. Siapa yang menjadi Khalifah saat itu akan diberikan kedudukan sebagai pembaharu (Muslih) juga, sebagaimana Allah Ta’ala menganugerahkan kedudukan ini kepada Hadhrat Muslih Mau’ud, Khalifatul Masih al-Tsani ra. Oleh karena itu, sembari menjelaskan status kekhalifahan yang dijanjikan itu, beliau ra. menyatakan:

‘Selain itu, ini bukan hanya masalah kekhalifahan sepele belaka, tetapi masalah kekhalifahan yang dijanjikan. Ini adalah permintaan akan kekhalifahan yang didirikan oleh wahyu dan ilham ilahi. Salah satu jenis khilafah adalah ketika Allah SWT membuat orang memilih seorang khalifah kemudian Dia mendukungnya, tapi ini bukan hanya khilafah semacam itu. Artinya, saya bukan hanya seorang Khalifah yang terpilih pada hari setelah wafatnya Hadhrat Khalifah I ra. oleh para anggota Jemaat Ahmadiyah yang berkumpul dan menyetujui kekhalifahan saya, melainkan saya juga seorang khalifah yang dijanjikan, karena sebelum kekhalifahan Khalifah I ra., seperti yang juga telah dikatakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. berdasarkan wahyu bahwa saya akan menjadi khalifah. Jadi, saya bukan hanya seorang khalifah tetapi khalifah yang dijanjikan. Saya memang bukan seorang ma’mur tetapi suara saya adalah suara Tuhan Yang Maha Esa karena Tuhan Yang Maha Esa memberikan kabar ini melalui Hadhrat Masih Mau’ud as. Dengan kata lain, posisi khilafah saya berada di antara ma’muriyyat dan khilafat. Ini bukanlah kesempatan bagi Jemaat Ahmadiyah untuk melepaskan dan tetap dibebaskan oleh Tuhan. Sebagaimana benar adanya bahwa nabi tidak muncul setiap hari, demikian juga khalifah yang dijanjikan tidak muncul setiap hari.’ ” (Laporan Majlis-e-Mushawarat 1936 dalam Khitabat-e-Shura , Vol. 2, hal. 18)

(Disusun oleh Zaheer Ahmad Khan, Kepala Departemen Catatan, Sekretariat Swasta, London. Diterjemahkan oleh  Al Hakam). 

Sumber : https://www.alhakam.org/answers-to-everyday-issues-part-43/

Alih Bahasa: Mln. Muhammad Talha, Shd.