Al Qur’an Membantah Nabi Isa Diserupakan Disalib

146

“Tapi kan yang disalib itu bukan Nabi Isa (as), ini buktinya ada di Al Qurán”, sembari menunjukan terjemahan surat An Nisa ayat 157 yang menyebutkan kalimat “tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” Dulu saya percaya saja, tapi setelah mempelajari lebih jauh, ternyata bukan seperti itu maksud dari ayat Al Qu’ran tersebut.

Teori Nabi Isa as.  diserupakan dengan orang lain, yang lebih dikenal dengan teori substitusi, sebenarnya bukan berasal dari Al-Qur’an. Penjelasannya bisa kita gali dari tinjauan tata bahasa arab yang ada di ayat ini. Pada kalimat yang menyebut kata diserupakan, yakni syubbiha, memiliki bentuk kalimat dengan kata kerja pasif.

Dalam tata bahasa arab, jika menggunakan kalimat kata kerja pasif, maka yang ditekankan adalah bukan teknis dari kata kerjanya, melainkan implikasinya atau hasil akhir dari kata kerjanya. Maka kata “diserupakan” yang menggunakan kalimat kata kerja pasif, artinya ayat ini menceritakan ada objek yang dijadikan penyerupaan tetapi tidak menekankan teknis bagaimana penyerupaan itu terjadi.

Pertanyaannya siapa atau apa objek dari penyamaran tersebut, tentunya harus mengacu kalimat sebelum syubbiha lahum, yakni wa mā qatalūhu wa mā ṣalabūhu wa lākin. Artinya adalah “padahal mereka tidak membunuhnya dan mereka tidak pula menyalibnya, melainkan..”. Di ayat ini jelas dan tegas bahwa yang menjadi objek penyerupaannya adalah peristiwa pembunuhan diatas salibnya. Kata “wa lākin” dalam arti bahasa arab juga menegaskan negasi atau bantahan kepada kalimat sebelumnya, yakni pada peristiwa pembunuhan di atas kayu salib. 

Kemudian setelah “syubbiha” adalah “lahum” berarti kepada mereka, yakni tentara Romawi, atau kaum Yahudi. Sehingga ayat ini, yang menggunakan kalimat kata kerja pasif pada wa mā qatalūhu wa mā ṣalabūhu wa lākin syubbiha lahum, hanya menegaskan bahwasanya peristiwa kematian Nabi Isa (as) di atas salib yang dilihat oleh tentara Romawi seolah-olah terjadi, padahal tidak. Sedangkan teknis mengenai bagaimana peristiwa penyerupaan itu terjadi, tidak dibahas di ayat ini. Dari sinilah para mufasir kemudian harus mencari riwayat-riwayat lain untuk menjawab pertanyaan ini. Salah satu riwayat yang diambil adalah dari injil yang menjelaskan bahwa ada murid Nabi Isa (as) yang berkhianat, dan sebagainya[1,2]. Tetapi karena riwayat ini berasal dari injil, bukan dari Rasulullah SAW, maka kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa teori substitusi ini berasal dari Al Qur’an.

“Tapi kan belum tentu tidak benar juga, selama Al Qur’an tidak menyangkal, maka riwayat dari injil pun bisa kita percayai sebagai kebenaran”. Sayangnya Al Qur’an justru membantah teori subtitusi ini, jika dilihat dari bentuk kalimat kata kerja pasif yang ada pada ayat ini.

Teori subtitusi mengatakan bahwa Allah menyerupakan seseorang menjadi mirip Nabi Isa as. Jika ini benar, maka seharusnya kalimat pada ayat tersebut menggunakan bentuk kalimat kata kerja aktif, karena kalimat ini digunakan dalam Al Qur’an untuk menunjukan kata kerja yang subjek dan/atau objeknya jelas. Misalnya فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ” (Fa-salli li-rabbika wanhar, maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah )[3]. Disini kalimat aktif yang memiliki subjek yaitu kita, dan kata kerjanya adalah solat dan berkurban. Disini jelas dan tegas Allah menyuruh kita untuk melakukan salat dan berkurban. Nah, karena kalimat “Allah menyerupakan seseorang” ini adalah kalimat dengan kata kerja aktif, jadi seharusnya pada ayat An-Nisa 157 juga menggunakan kata kerja aktif, misalnya “Shabbaha Allahu lahum ‘Isa” yang artinya Allah menyerupakan terhadap mereka sosok Nabi Isa (as), atau “Shabbaha Allahu lahu shakhsan” yang artinya “Allah menyerupakan seseorang menjadi serupa Nabi Isa (as).” Inilah bentuk kalimat dengan kata kerja aktif yang mendukung teori subtitusi.

Tapi karena kalimatnya menggunakan kata kerja pasif, dengan sendirinya Al Qur’an membantah bahwa Allah menyerupakan seseorang menjadi Nabi Isa as.  JIka tetap memaksa mengartikannya sebagai seseorang diserupakan, mungkin benar apa yang dikatakan Ar-Razi dalam tafsirnya[4]:

“jika mungkin (dikatakan) bahwa Allah telah melakukan penyerupaan seseorang dengan yang lain, maka hal ini bisa membuka pintu safsathah (kesesatan cara berpikir). Ini karena jika kita bertemu dengan Zaid, bisa jadi dia bukanlah Zaid. Melainkan seseorang yang diberi penampakan mirip Zaid. Jika kejadiannya seperti itu, maka pernikahan, pentalakan, serta hak kepemilikan semuanya akan binasa.

Keadaan demikian juga akan merendahkan (standar epistimologi) tawatur (isnad yang diriwayatkan oleh banyak orang hingga mustahil adanya kebohongan). Karena sebuah riwayat tawatur hanya bisa dipastikan validitasnya setelah diketahui bahwa pembawa informasi saling bertemu secara fisik (mahsusat). Jadi, jika kita menerima pemikiran mengenai penyerupaan untuk hal-hal kasat mata, ia akan membatalkan tawatur. Dan pada akhirnya, bisa merendahkan semua hukum-hukum syariat (yang sumbernya juga melalui tawatur)”.


Oleh : Fariz Abdussalam

Referensi:

[1] https://www.pande.co.id/religi/1814690805/yang-disalib-itu-bukan-yesus-tapi-yudas-iskariot-ini-analisis-pakar-teologi-terhadap-injil-barnabas?page=2

[2] https://tafsiralquran.id/benarkah-nabi-isa-disalib-dan-wafat-di-tiang-salib-2/ 

[3] Surat Al Kautsar

[4] https://tafsiralquran.id/benarkah-nabi-isa-disalib-dan-wafat-di-tiang-salib-1/