Mengambil Jalan Pertengahan Solusi untuk Strawberry Parents

181

Strawberry generation, topik ini mulai ramah ditelinga seakan mewakili bagaimana kondisi generasi anak muda masa kini yang terkukung dalam kata manja. Apa itu strawberry generation? Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam buku dan kanal youtubenya, strawberry generation adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah, dan gampang sakit hati. Definisi ini pun terpampang jelas melalui laman-laman sosial media. Begitu banyak anak muda masa kini, yang memiliki banyak gagasan kreatif, namun tak pelak diiringi dengan cuitan keresahan yang menggambarkan kekhawatiran mereka. Hingga pada akhirnya kata menyerah pun seolah menjadi opsi yang paling memungkinkan.

Fenomena manja, mudah menyerah, hingga mudah sakit hati, sejatinya tak lepas dari buah hasil pola asuh strawberry parents. Yaitu, orang tua yang memberikan pola asuh yang overprotective terhadap anak-anaknya, hingga cenderung memanjakan. Berbagai fasilitas pun diberikan, yang sebetulnya belum menjadi kebutuhan anak-anaknya. Perlahan tetapi pasti, berbagai previlege yang didapatkan oleh anak-anaknya, sedikit banyak membentuk mental mereka, menjadi generasi yang lemah, bergantung pada orang lain, hingga takut dan tak cukup mampu untuk menerima tantangan. Alhasil, sehebat apapun anak dengan berbagai gagasan kreatifnya, mereka akan sulit menjalankan gagasannya, disebabkan lemahnya mental hingga daya juang mereka. Ya. layaknya strawberry yang begitu indah dalam penglihatan, namun mudah hancur dengan sedikit saja tekanan.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan orang tua agar tidak melahirkan strawberry generation? Apakah dirasa perlu kembali ke pola asuh otoriter? Pola asuh yang mengedepankan kontrol yang sangat tinggi terhadap anak-anak. Dengan pola satu arah yang penuh dengan larangan serta perintah demi membagun mental anak yang kuat dan tak mudah menyerah?

Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Aba bersabda: “Beberapa orangtua memarahi anak-anak mereka begitu keras mengenai berbagai hal, sementara yang lainnya malah bersikap begitu lunak ketika anak-anak mereka melakukan kesalahan. Sikap seperti ini akan membuat mereka tidak memahami mana yang benar dan yang salah. Kedua cara tersebut memberikan pengaruh buruk dalam mendidik anak.

          Sejatinya pola asuh yang terlalu keras untuk bersikap otoriter atau juga terlalu lunak untuk bersikap memanjakan, keduanya bukanlah pilihan yang tepat. Alih-alih membentuk mental anak yang kuat dengan sikap otoriter penuh amarah, anak malah menjadi bingung karna terus dipojokan hingga disalahkan. Alhasil anak semakin hilang arah hingga tidak percaya akan kemampuan dirinya. Begitu pun dengan sikap lunak dengan penuh memanjakan layaknya strawberry parents di masa kini yang sudah menjadi kepastian akan melahirkan strawberry generation.

Rasulullah Saw bersabda:

خَيْرُ الْأُمُورِ أَوْسَاطُهَا

Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan

Hadits ini sejatinya dapat menjadi pilihan terbaik yang dapat diaplikasikan dalam memberikan pola asuh kepada anak-anak. Dengan mengambil sikap pertengahan menjadi pedoman yang sangat tepat dalam hal ini. Tidak menjadi orang tua yang terlalu otoriter dan memaksakan kehendaknya, tanpa mendengarkan isi hati anak. Namun juga tidak membiarkan anak dibebaskan hingga begitu memanjakan dengan memberikan berbagai previlege kepada mereka.

Layaknya layang-layang yang senantiasa ditarik ulur. Ada kalanya anak mendapatkan kelemah lembutan dalam memberikan pola asuh. Namun disisi lain, ada kalanya anak juga perlu diberikan ketegasan, terlebih ketika mereka melakukan kesalahan. Kelemah lembutan dan ketegasan silih berganti diberikan dalam pola asuh, demi membangun mental anak yang percaya diri dan tangguh, serta siap mengahadapi rintangan dalam kehidupan.

Sejatinya, orang tua yang tak mungkin lepas dari kelemahan dan keterbatasan, mau tidak mau sudah semestinya hadir dan berkontribusi penuh dalam pola asuh anak-anak. Hadir dengan perhatian, kasih sayang, hingga memberikan nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dengan kelemah lembutan dan ketegasan, tanpa menghakimi ataupun memanjakan dengan berlebihan. Dengannya, berharap terlahir generasi yang percaya diri dan mampu menghadapi dunia, menjadi sebuah keniscayaan.


Oleh : Mutia Siddiqa Muhsin

Sumber :
https://ahmadiyah.id/khotbah/2016-03-18-Khutbah-jumat-khalifatul-masih-II-mutiara-hikmah
https://pimtar.id/books/strawberry-generation/5025a582b47a4329699432491?page=1