Menelusuri jejak hidup Hazrat Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad(ra) ibarat disuguhkan sebuah epos historis, seorang pemuda jenius yang kelahirannya telah dinubuwatkan oleh Tuhan sebagai bukti keunggulan dan kebenaran Islam. Ayahanda nya, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad(as) tatkala menghabiskan waktunya dalam do’a dan pengasingan selama 40 hari, mendapat kabar suka dari Tuhan bahwa beliau akan dikaruniai seorang putra yang memiliki karakterstik sebagai berikut:
“Ia telah dikaruniai ruh kesucian, dan ia terbebas dari segala kekotoran. Ia adalah cahaya Allah… Ia akan sangat cerdas dan tanggap, serta akan lemah lembut hatinya, dan akan dipenuhi dengan pengetahuan duniawi dan rohani.”
Nubuwat tentang Putra yang dijanjikan ini beliau tulis dalam sebuah selebaran di surat kabar Riaz-e-Hind pada 20 Februari 1886. Tiga tahun setelahnya, lahirlah Hazrat Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad(ra). Ketika itu orang-orang belum mengetahui siapa sosok putra tersebut.
Sedari kecil, beliau memiliki kondisi kesehatan yang lemah dan sering sakit-sakitan. Matanya hampir rabun sebagian dan ia didiagnosis menderita tuberkulosis serta berbagai penyakit lain. Di umur 12 tahun, para dokter pesimis terhadap peluang hidupnya dan berkali-kali menyatakan bahwa anak ini tidak akan berumur panjang.
Meskipun begitu, berkat janji dan karunia Tuhan, anak kecil ini sembuh dari sebagian besar penyakitkan dan tumbuh menjadi pemuda yang cerdas nan bijaksana serta menunjukkan hubungan yang kuat dengan Tuhan sejak usia dini.
Hazrat Syed Sarwar Shah(ra), salah seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud(as), bersaksi tentang kedekatannya dengan Tuhan di usia dini. Ia bertanya kepada Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad(ra) apakah ia melihat mimpi yang nyata, anak kecil itu menjawab:
“Maulvi sahib! Saya punya banyak mimpi dan ada satu mimpi yang hampir saya lihat setiap hari. Begitu kepala saya menyentuh bantal hingga saya terbangun di pagi hari… saya bermimpi bahwa saya ada di sana.. memimpin pasukan. Dan terkadang saya melihat kami menyeberangi lautan untuk melawan musuh. Dan seringkali terjadi bahwa jika saya tidak punya apa-apa untuk menyeberang, saya membuat perahu dari alang-alang dan sebagainya dan dengan perahu itu saya menyeberang untuk menyerang musuh.”
Mendengar hal itu, Hazrat Syed Sarwar Shah(ra) menuturkan, ‘Ketika aku mendengar mimpi itu darinya, hal yang tertanam di hatiku sejak saat itu adalah bahwa anak ini akan memimpin Jemaat suatu saat nanti.’
Sesuai dengan nubuwatan, beliau tumbuh menjadi pemuda bijak yang berwawasan luas. Di usia 25 tahun, beliau diangkat menjadi Khalifatul Masih II dan hal ini merupakan bukti penggenapan nubuwat Allah Ta’ala tentang Putra yang dijanjikan yang akan meneruskan misi Hazrat Muslih Mau’ud(as).
Semasa hidup, beliau sangat mementingkan segala bentuk ilmu pengetahuan. Beliau berkata:
“Berkat karunia Allah Ta’ala, saya membaca buku-buku dari semua bidang ilmu pengetahuan … Kadang-kadang, saya dapat menyelesaikan 400 halaman buku dalam satu malam. Dan hingga saat ini, saya telah membaca hampir 20.000 buku. Saya memiliki 10.000 buku di perpustakaan saya di Qadian saja.” ( Anwar-ul-Ulum , Vol. 21 hal. 556)
Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan berkat bimbingan ilahi, membuatnya berhasil menulis 220 buku dan pamflet. Selama hampir 52 tahun, ia menyampaikan pidato dan ceramah yang telah disusun menjadi lebih dari 26 jilid dan Khotbah Jumatnya sendiri mencapai hampir 40 jilid. Pidato dan ceramahnya begitu menarik sehingga para pendengar rela duduk berjam-jam, terpukau oleh kata-kata yang mengalir lancar tanpa henti.
Salah satu karya agung beliau adalah Tafsir Kabir −sebuah tafsir rinci tentang Al-Qur’an suci, yang terdiri dari 10 jilid dan mencakup lebih dari 10.000 ribu halaman. Tafsir ini beliau tulis dalam kurun waktu 20 tahun. Tafsir ini adalah jenis tafsir pertama yang menawarkan penjelasan baru tentang ayat-ayat Al-Quran Suci dalam perspektif ilmu pengetahuan dan penemuan modern.
Hazrat Muslih Ma’uud(ra) memukau pembaca dengan menggabungkan wawasan dari berbagai bidang seperti teologi, hukum islam, politik, sejarah, antropologi, filsafat, geografi, sosiologi, psikologi dan leksikografi. Ini menunjukkan pengetahuan dan pemahaman beliau yang luas tentang realitas tersembunyi dan aspek temporal. Karyanya bukan hanya tambahan bagi tafsir klasik; tetapi sebaliknya, ia menawarkan pendekatan baru dalam studi ilmu tafsir dan ilmu agama komparatif yang membuka jalan baru dalam bidang studi ini.
Merupakan fakta yang diakui oleh non-Ahmadi juga bahwa penguasaannya atas Al-Qur’an dan tafsirnya tak tertandingi oleh siapa pun. Bahkan para penentangnya mengakui keunggulannya dalam ilmu Al-Quran. Maulvi Zafar Ali Khan, seorang tokoh Muslim dan kritikus Ahmadiyah, mengakui bahwa tak seorang pun bisa menyaingi Hazrat Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad(ra) karena kedalaman pemahamannya tentang Al-Quran. Beliau berbicara pada kelompoknya:
“Dengarkanlah baik-baik, Anda dan pengikut Anda tidak akan pernah bisa menyaingi Mirza Mahmood hingga hari kiamat. Mirza Mahmood memiliki Al-Quran disisinya, serta pengetahuan yang mendalam tentang Al-Quran. Apa yang Anda miliki?…” [Ek Khofnak Saazish, oleh Moulvi Mazher Ali Azhar, hlm. 196]
Pada masa ini, ketika Islam seringkali dikritik sebagai agama yang paling banyak memicu kekerasan dan ajaran nya dianggap kuno dan ketinggalan zaman, nampaknya baik para pengkritik Islam maupun umat Muslim sendiri sering kali menggunakan teks Al-Qur’an dengan penafsiran yang kadang keliru dan tidak mencerminkan ajaran Islam yang sebenarnya. Meskipun banyak tafsir klasik yang ada, mereka belum cukup membahas perkembangan zaman dan tantangan yang kita hadapi sekarang. Al-Qur’an sebagai kitab yang abadi dan relevan untuk segala waktu dan budaya, belum sepenuhnya diterjemahkan dengan menggunakan pengetahuan modern seperti sains, sejarah, dan arkeologi dalam tafsir klasik. Padahal, penerapan pengetahuan tersebut sangat dibutuhkan.
Hadirlah Tafsir Kabir atau Tafsir Agung, yang mendalami Al-Qur’an dengan menggabungkan berbagai disiplin ilmu serta sains dan linguistik modern untuk memberikan wawasan yang memadai bagi para cendekiawan. Ditulis oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad(ra), pemimpin kedua Jemaat Muslim Ahmadiyah, buku ini memiliki signifikansi besar karena ditulis oleh ‘Putra Yang Dijanjikan’ dari Masih Mau’udas.
Menyelami kedalaman ilmu yang terkandung di dalamnya bagai menemukan harta karun mutiara kebijaksanaan Al-Qur’an yang tiada habisnya. Meski tiada tafsir yang dapat mengungkapkan makna Al-Qur’an secara tuntas, tafsir ini telah menetapkan sebuah tolok ukur yang akan menjadi acuan dalam menilai tafsir-tafsir di masa depan.
Inilah Muslih Mau’ud(ra), Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad(ra), seorang wali di antara para wali. Kehidupannya senantiasa mengingatkan kita pada nubuat luar biasa yang disampaikan bertahun-tahun lalu di India. Kini, Pembaharu yang Dijanjikan itu terus menyebarkan cahaya Keagungan Allah ke seluruh dunia. Nubuat Muslih Mau’ud menyatakan, “Lihatlah, cahaya telah datang, diurapi oleh Allah dengan keharuman keridhaan-Nya.”
Betapa semerbak keharuman Hazrat Musleh Maud (ra).
Oleh : Nafilatun Nafiah
Referensi :
- https://www.ahmadipedia.org/content/belief/9/prophecy-musleh-e-maud
- https://www.reviewofreligions.org/37478/against-all-odds-how-the-prophecy-of-the-promised-reformer-was-fulfilled/
- https://www.alhakam.org/he-shall-be-filled-with-secular-and-spiritual-knowledge-a-glimpse-into-the-scholarly-works-of-hazrat-musleh-e-maud/
- Tarikh-e-Ahmadiyyat , Vol. 8 hal. 155-163
- https://www.reviewofreligions.org/14635/introducing-at-tafsir-al-kabir/