Cara Islam Menentang KDRT

849

Dunia maya kembali riuh. Sebuah ceramah oleh Oki Setiana Dewi, yang diakuinya kemudian terjadi 2-3 tahun lalu, mendadak ramai diperbincangkan banyak pihak. Dari orang biasa, para penggiat isu perempuan, sampai sekelas ulama pun turun memberikan opininya. Oki pun secara resmi meminta maaf di salah satu platform media sosial. Namun hingga hari ini, topik mengenai isu KDRT yang berhulu dari potongan video ceramah Oki, masih menjadi perbincangan hangat.

Mari kita kilas balik, apa yang disampaikan Oki dalam potongan video ceramah tersebut. Oki menceritakan kisah (yang ia klaim kisah nyata) yang berasal dari Jeddah, Saudi Arabia. Kisah itu menceritakan sepasang suami istri yang sedang bertengkar hebat. Dalam pertengkaran itu, sang suami memukul sang istri. Sang istri menangis. Tak lama kemudian, pintu rumah diketuk. Sang istri membuka pintu, ternyata orangtuanya datang berkunjung. Melihat sang anak menangis, orangtuanya bertanya mengapa.

Sang suami yang masih berada di dalam rumah menyimpan kecemasan, khawatir istrinya mengadukan apa yang telah ia lakukan pada sang istri. Namun, sang istri justru mengatakan sesuatu yang jauh berbeda. Sang istri mengatakan kepada orangtuanya bahwa ia menangis karena ia begitu rindu kepada orangtuanya, sudah lama mereka tidak bertemu. Dan ia terharu karena ketika ia sedang begitu rindu kepada orangtuanya, Allah mengabulkan doanya dan orangtuanya kini ada di hadapannya. Melihat dan mendengar istrinya menutupi kesalahannya, sang suami pun terharu. Ia pun menjadi semakin mencintai istrinya.

Kisah ini kemudian menjadi kontroversi, karena Oki menasehati audiensnya, istri harus menutupi aib suami kepada orang lain, termasuk kepada orangtua, tetapi mengambil kisah yang mengandung KDRT. Dalam pandangan pihak yang kontra, KDRT bukan sekedar aib, ia adalah tindakan kriminal yang patut untuk dilaporkan kepada siapa saja yang mampu menolong korban. KDRT adalah tindakan berbahaya, pelakunya dipandang sangat pantas untuk dipidanakan. Api penolakan terhadap apa yang disampaikan Oki semakin besar tatkala dalam ceramah tersebut Oki mengatakan bahwa perempuan sering berlebihan dalam bercerita. Sebagaimana dirinya adalah seorang perempuan, Oki dianggap tidak empati terhadap penderitaan sesama perempuan.

Alih-alih ikut menjadi bara dalam panasnya kontroversi ceramah Oki, tulisan ini berusaha memahami dua sisi. Cerita yang disampaikan Oki terjadi di Jeddah, Saudi Arabia, negeri di mana Rasulullah s.a.w dilahirkan dan diangkat menjadi Utusan Illahi. Sudah menjadi kebiasaan yang begitu umum di sana di mana suami begitu ringan tangan memukul istri. Hal ini terekam jelas dalam Al-Qur’an dan hadits.

Saking umumnya, para sahabat pun tak terelakkan dari kebiasaan ini. Kebiasaan ini pun masih ada hingga hari ini, tak hilang begitu saja. Mungkin karena itulah, tindakan memukul istri dianggap sebagai hal yang biasa, paling jauh hanya sebagai aib, karena sudah terlalu umum dalam kebiasaan orang Arab. Namun di Indonesia, kita lebih beruntung karena kekerasan semacam ini mulai disadari sebagai bentuk KDRT dan tengah gencar digalakkan oleh banyak pihak. Perbedaan ini yang tak ditangkap Oki dengan cermat ketika mengambil contoh kisah dari Jeddah dan disampaikan kepada audiens Indonesia.

Akan tetapi, dalam salah satu ceramahnya yang lain, Oki pernah menyampaikan kepada audiensnya untuk meninggalkan suami yang melakukan KDRT dan membahayakan nyawanya. Oki menyatakan perempuan jangan mau terjebak dan harus bisa meninggalkan toxic relationship. Dalam ceramah itu keberpihakan kepada perempuan jelas ditunjukkan Oki. Sehingga kita harus adil, tidak ada manusia yang tidak pernah salah, baik salah bersikap, bertutur, pun berpikir. Maka pintu maaf harus kita buka lebar-lebar untuk siapa saja karena ruang kesalahan pun bisa kita masuki kapan saja.

Namun, apa benar Islam membolehkan KDRT, walau hanya ‘sekedar’ memukul istri?

Dasar yang dijadikan rujukan oleh mereka yang membolehkan memukul istri datang dari sebuah ayat, surah An-Nisa 4: 35, “… Dan adapun perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan kedurhakaan mereka, maka nasihatilah mereka, jauhilah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Tetapi jika kemudian mereka taat kepadamu, maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi, Mahabesar.”

Kata ‘pukullah’ di sini hanya boleh dilakukan untuk kasus-kasus yang sangat berat. Dalam berbagai hadits disampaikan bahwa pukulan yang dibolehkan pun pukulan ringan yang tak boleh membekas[1] dan tidak boleh menyentuh wajah[2]. Namun, dalam sebuah hadits disampaikan larangan untuk memukul perempuan dan dikatakan bahwa para suami yang memukul istri bukanlah laki-laki yang tergolong orang-orang baik.

Secara lengkap, Sufyan ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Umar, dari Iyas ibnu Abdullah ibnu Abu Ziab yang menceritakan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda:

“لَا تَضْرِبوا إماءَ اللهِ”. فَجَاءَ عُمَرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ذئِرَت النِّسَاءُ عَلَى أَزْوَاجِهِنَّ. فَرَخَّصَ فِي ضَرْبِهِنَّ، فَأَطَافَ بِآلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءٌ كَثِيرٌ يَشْكُونَ أَزْوَاجَهُنَّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَقَدْ أطافَ بِآلِ مُحَمَّدٍ نِسَاءٌ كَثِيرٌ يَشْكُونَ  أَزْوَاجَهُنَّ، لَيْسَ أُولَئِكَ بِخِيَارِكُمْ”

Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah! Maka datanglah Umar r.a. kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) dan mengatakan, “‘Banyak istri yang membangkang terhadap suaminya, “Lalu Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) memperbolehkan memukul mereka (sebagai pelajaran). Akhirnya banyak istri datang kepada keluarga Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengadukan perihal suami mereka. Lalu Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: Sesungguhnya banyak istri yang berkerumun di rumah keluarga Muhammad mengadukan perihal suami mereka; mereka (yang berbuat demikian terhadap istrinya) bukanlah orang-orang yang baik dari kalian.” (Hadis Riwayat Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah)

Khalifah Jemaat Muslim Ahmadiyah ke-V, Hazrat Mirza Masroor Ahmad a.b.a pernah menyampaikan dalam sebuah sesi ceramah di hadapan kaum perempuan Ahmadiyah pada Jalsah Salanah UK tahun 2008[3]. Beliau a.b.a menyampaikan: “Rasulullah s.a.w., yang merupakan pembela terbesar terhadap hak-hak kaum wanita, mengatakan bahwa wanita adalah hamba Allah dan bukan pelayanmu, oleh karena itu jangan pukul mereka.

Bila memang Islam membolehkan KDRT, mengapa muncul ‘semacam’ pertentangan? Dalam Al-Qur’an ‘seperti’ dibolehkan, tapi dalam beberapa hadits shahih, Rasulullah s.a.w memberikan banyak syarat, bahkan ada juga sabda beliau s.a.w yang justru melarang. Bila kita perhatikan lebih dalam, dalam ayat 35 surah An-Nisa, terdapat beberapa hal yang bisa menjadi bahan renungan.

1. Menghapuskan sebuah kebiasaan atau budaya yang sudah dilakukan berabad-abad lamanya tentu tidak mudah. Dan bila kita telaah lagi, merupakan kebiasaan Al-Qur’an dalam menghapuskan sebuah kebiasaan buruk dengan perlahan-lahan. Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memang membolehkan suami memukul istrinya, tetapi Dia juga menyertakan beberapa syarat sebagaimana yang disampaikan Rasulullah s.a.w. dalam berbagai hadits. Dibolehkan tapi dengan syarat.

2. ‘Dibolehkan memukul tapi dengan syarat’ ini mengajarkan manusia untuk berpikir sebelum bertindak. Boleh memukul tapi untuk kasus yang berat. Boleh memukul tapi tidak boleh keras apalagi meninggalkan bekas. Boleh memukul tapi tidak boleh memukul wajah. Sebelum memukul, manusia diharuskan berpikir dulu, apakah kesalahan istri sangat berat sehingga dipandang pantas mendapat pukulan. Sebelum memukul, manusia diharuskan berpikir dulu, pukulan bagaimana yang tidak keras dan tidak meninggalkan bekas. Sebelum memukul, manusia juga diharuskan berpikir dulu, tidak boleh memukul wajah, ia harus memilih bagian tubuh lain untuk dipukul, itupun tidak boleh keras dan meninggalkan bekas.

Namun di atas itu semua, ada sabda Rasulullah s.a.w. yang melarang memukul kaum perempuan dan bahwa suami yang memukul istri bukanlah tergolong orang-orang baik. Karena diajarkan untuk tetap berpikir walaupun sedang emosi, hal ini menjadi salah satu cara untuk melunturkan emosi. Sehingga kekerasan tak perlu terjadi, apalagi berlanjut.

3. Dengan adanya syarat untuk memukul ini, manusia diajarkan dan dilatih untuk senantiasa menahan diri. Ayat ini tidak serta merta memberikan kuasa kepada suami untuk bebas memukul istrinya. Tetapi lebih jauh lagi, dengan mencantumkan berbagai syarat sebagai sarana melatih diri, ada upaya untuk menghentikan kebiasaan tersebut dari diri manusia. Dan ini justru membuktikan bahwa Islam menginginkan umatnya menjadi manusia yang penuh kasih sayang, salah satunya dengan berusaha menghilangkan kebiasaan memukul ini.

Banyak hadits yang merekam sabda Rasulullah s.a.w., betapa beliau tidak suka terhadap kebiasaan memukul perempuan. Beliau pun menunjukkan ketidaksukaan terhadap kebiasaan itu dengan tidak pernah sekalipun memukul istri-istrinya. Walaupun beliau adalah Utusan Allah Ta’ala, beliau juga adalah manusia yang menunjukkan bahwa manusia lainnya mampu mencontoh keluhuran akhlak beliau s.a.w. Pukulan yang dibolehkan dalam Islam hanyalah untuk kasus yang sangat berat, pukulannya pun pukulan ringan, akan tetapi pelakunya dianggap gagal menjadi orang baik. Hal ini menunjukkan bahwa Islam justru menentang KDRT. Islam senantiasa mengedepankan cinta kasih, termasuk dalam hubungan suami istri. Ini harus dipahami dengan sebenar-benarnya. Jangan sampai karena terlalu gegabah dalam memahami sebuah ayat, banyak orang tersesat dari ajaran Islam yang penuh kasih sayang.


Penulis: Lisa Aviatun Nahar

Sumber :

[1] “…maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak berbekas.” (Kitab Sahih Muslim dari Jabir)

[2] “Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah,” (HR. Abu Daud no. 2142).

[3] https://www.alislam.org/articles/islam-and-womens-rights/