Sejak WHO menyatakan wabah virus Corona atau Covid-19 sebagai pandemi, seolah-olah tidak ada topik lain yang diperbincangkan oleh dunia selain kasus Covid-19 ini. Selalu ada perkembangan terkini di setiap detiknya. Angka prevalensi yang tinggi kian meningkat tajam secara eksponensial. Ancaman virus ini pun terus mengintai dan siap menjemput ajal siapa saja tanpa pandang kasta, mulai dari rakyat jelata, kaum sosialita, selebrita kondang, pejabat tinggi negara, bahkan para tenaga medis yang menangani wabah ini pun ikut dalam daftar korban yang terenggut nyawanya.
Perkembangan terkini di Indonesia menyebutkan bahwa angka kasus Covid-19 ini mencapai 1.986 kasus positif, 134 orang sembuh, dan 181 orang meninggal dunia (per 4 April 2020), sementara dunia secara internasional melaporkan sudah ada 1.099.960 kasus yang terkonfirmasi telah merenggut nyawa 59.197 orang, dan 228.975 orang dinyatakan sembuh1. Di Indonesia pada khususnya, beberapa daerah mulai menerapkan karantina wilayah (local lockdown) untuk menekan angka prevalensi yang kian mengkhawatirkan.
Kendati lonjakan angka terus meningkat setiap hari, pemerintah dan otoritas kesehatan tak henti-hentinya mengimbau kepada masyarakat untuk mematuhi peraturan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang semakin merajalela menyerang masyarakat. Sederhana saja, masyarakat diimbau untuk tetap berada di dalam rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah di rumah, memelihara daya tahan tubuh dengan rajin berolahraga, senantiasa menjaga kebersihan, menjaga jarak sosial (social distancing), menjauhi kerumunan, tidak menyelenggarakan kegiatan komunal, hingga melarang pulang kampung/mudik lebaran pada Idul Fitri tahun ini. Namun tak sedikit masyarakat yang tidak menghiraukan anjuran pemerintah tersebut dan masih saja banyak warga di sejumlah daerah yang berkumpul dan masih menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Wajar jika lonjakan penyebaran Covid-19 ini melesat cepat, apalagi banyak warga yang tidak mengindahkan anjuran pemerintah untuk tidak mudik ke kampung halaman terlebih dahulu karena sangat memungkinkan dapat menambah jumlah ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan hal ini diungkapkan oleh pihak Kementerian Perhubungan RI bahwa berdasarkan laporan, jumlah ODP pada beberapa daerah meningkat karena tertular masyarakat yang pulang kampung dari wilayah zona merah3.
Berkenaan dengan larangan pulang kampung, sejumlah kepala daerah juga telah mengeluarkan maklumat secara resmi. Isi dari maklumat tersebut antara lain pelarangan mudik di tengah pandemi Covid-19, barangsiapa memaksa mudik maka otomatis berstatus ODP, jika berstatus ODP maka wajib mengisolasi selama 14 hari, kepolisian akan mengambil tindakan khusus jika ODP tidak melakukan isolasi diri, serta RT/RW wajib melaporkan kedatangan ODP ke kepolisian setempat4. Atas maklumat tersebut, diharapkan para masyarakat perantau dari Ibu Kota atau kota-kota yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19 untuk tidak pulang kampung ke daerah asal agar dapat menekan potensi semakin luasnya penyebaran Covid-19.
Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil penyelidikan Kepala Polisi Daerah Jawa Barat atas
kegiatan komunal yang terjadi di Provinsi Jawa Barat (dalam masa pandemi
Covid-19), terdapat penambahan pasien positif virus corona yang datang ke
daerah di Jawa Tengah, dua diantaranya meninggal dunia. Menurut survei Balai
Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Kementerian Perhubungan RI, Provinsi
Jawa Tengah merupakan daerah tujuan terbanyak mudik lebaran, yakni sebanyak
5,61 juta orang. Melihat situasi yang semakin memprihatinkan, Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Mudik membuka peluang
penyebaran virus corona ke seluruh Indonesia5.
Sebelumnya penulis telah
melakukan survei sederhana pada beberapa perantau yang melakukan mudik dari
daerah zona merah ke daerah asal mereka. Dari beragam alasan yang mereka
kemukakan kepada penulis, satu alasan yang mutlak dijawab oleh responden adalah
perasaan rindu dengan keluarga di kampung.
Siapa sih yang tidak rindu dengan keluarga dan handai taulan di kampung halaman? Apalagi berjarak dengan ‘orang terkasih’ dalam tempo yang cukup lama membuat rasa rindu memberontak dan ingin segera mengadakan pertemuan setelah sekian lama melewati masa perpisahan. Berdasarkan riset, perpisahan menduduki tingkat stres paling tinggi dari 5 tingkatan stres. Terlalu stres akan berdampak pada depresi5.
Ketika rindu tertunaikan dengan bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, maka saat itu pula kita merasa bahagia. Dalam kondisi bahagia ini, secara biologis tubuh akan memproduksi hormon dopamin yang berperan sebagai neurotransmitter (pembawa pesan melalui sistem endokrin) dan menyebabkan kinerja otak menjadi harmonis apabila neurotransmitter tersebut bekerja dalam tingkat yang normal5.
Namun apa daya jika rindu itu terpendam untuk sementara waktu dalam masa-masa sulit ini. Virus ini telah membunuh sekian ribu nyawa, namun jangan sampai membunuh ketaqwaan kita kepada Allah Taala. Sikap taqwa dapat kita tunjukkan dengan ketaatan kita kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa:
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malikdari Ibnu Syihab dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khattab radliallahu ‘anhu berangkat ke Syam. Ketika dia sampai di suatu kota yang bernama Saragh, dia mendengar berita bahwa wabah sedang menimpa Syam. Maka Abdurrahman bin Auf mengabarinya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian mendengar wabah berada di suatu kawasan, janganlah kalian datang kesana, dan jika terjadi di suatu kawasan yang kalian diami, jangan kalian meninggalkannya.” Spontan Umar meninggalkan kota Saragh. Dan dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah, bahwasanya Umar pulang karena hadits Abdurrahman ini.”
(Hadits Shahih Al-Bukhari No. 6458)
Berkenaan dengan hadits tersebut jelaslah bahwa kondisi sekarang ini relevan dengan kondisi yang melanda pada zaman Rasulullah SAW ketika terdapat suatu wabah. Ini menunjukkan bahwa kita tidak dikehendaki untuk beranjak dari wilayah yang terjangkit wabah atau tidak datang ke sana.
Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah seluruh dunia, Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba, menyampaikan amanat beliau dalam Khutbah Jumat tanggal 20 Maret 2020 berkenaan dengan sikap kita dalam menghadapi virus corona ini. Beliau bersabda bahwa kita diingatkan secara ketat untuk mengikuti langkah-langkah pencegahan serta instruksi dari pemerintah dan otoritas kesehatan, juga tidak memperkenankan orang yang sudah tua dan mereka yang menderita penyakit untuk meninggalkan rumah6.
Perjumpaan dengan orang-orang tercinta yang lama tak bersua memang hal yang membahagiakan. Namun menunda bahagia demi kesehatan orang-orang yang kita cintai, salahkah hal demikian? Ini yang mesti dipahami oleh masyarakat kita. Terkadang kita diharuskan untuk mengorbankan suatu kesenangan demi kemaslahatan yang lebih penting untuk jangka waktu yang panjang. Saat ini bahkan tidak ada yang bisa menjamin apakah diri kita terbebas dari virus atau tidak. Tubuh yang tampak sehat belum tentu tidak membawa virus pada saat kita melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman. Ketika sesampainya kita di tempat tujuan, kita melakukan kontak langsung seperti bersalaman, berpelukan dan sebagainya. Dan jangan heran jika beberapa hari ke depan angka positif virus corona di daerah tersebut bertambah, padahal sebelum didatangi pemudik, tidak ada laporan kasus orang positif virus corona. Semakin banyak orang yang tidak mudik, semakin kecil potensi penyebaran Covid-19, semakin cepat pula mengendalikan lonjakan wabah ini. Logikanya, bukankah jika kita ‘menahan’ mudik maka wabah virus corona ini hilang adalah suatu keniscayaan?
Oleh: Umar Farooq Zafrullah
Sumber:
- https://www.worldometers.info/coronavirus/
- Rahma, Athika. 2020. ODP Corona di Daerah Melonjak Akibat Banyak Warga Curi Start Mudik. (Daring) https://www.liputan6.com/bisnis/read/4212441/odp-corona-di-daerah-melonjak-akibat-banyak-warga-curi-start-mudik. Diakses 29 Maret 2020
- https://republika.co.id/berita/q7xqx7430/maklumat-larangan-mudik-lebaran-ke-jawa-barat
- https://katadata.co.id/telaah/2020/03/28/ancaman-besar-ledakan-virus-corona-dari-mudik-lebaran/1
- Lubis, Namora Lumongga. 2009. Depresi: Tinjauan Psikologi. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Kencana
- Khutbah Jumat Khalifatul Masih V, Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba. 20 Maret 2020. www.alislam.org
Sumber Gambar: merahputih.com