Hidup manusia tak pernah lepas dari kegembiraan juga kesedihan. Layaknya roda kehidupan yang berputar, kegembiraan dan kesedihan pun datang silih berganti mengisi hari-hari. Beragam, ada yang membutuhkan kegembiraan secara sederhana, namun ada juga yang memiliki hasrat, kegembiraan harus digapai dengan luar biasa. Begitu pun dengan kesedihan, ada yang berupaya iklash menjalani kesedihan karena memang merupakan ujian dari Allah Taala. Ada pula yang menangis meronta-ronta, merasa Allah tidak adil untuknya.
Terlepas dari itu semua, sejatinya ada kegembiran dan kesedihan yang memiliki kedudukan tertinggi bagi mukmin sejati. Yaitu kegembiraan dan kesedihan rohani yang berasal dari keridhaan dan murka Allah Taala Sang Pemilik langit dan bumi. Murka Sang Pencipta kepada hamba-Nya, tak ayal membuat kesedihan rohani yang begitu dalam. Ketika diri terperosok dalam jurang kenistaan, dan ketika orang yang dikasihi tak kenal, bahkan tak mau mengenal Penciptanya, kesedihan rohani karena memancing murka Allah Taala, meliputi diri.
Sebaliknya, kegembiraan rohani yang dengan upaya menarik Ridha Ilahi, dengan segala kerendahan hati mendekat kehadiratNya, menjadi kebahagian tersendiri yang tak dapat dibandingkan dengan apa pun. Ada “kenikmatan” didalamnya, yang tak dapat diungkapkan dengan kata – kata, namun dapat dirasakan dengan hati, bahwa sejatinya Dia, begitu dekat dengan hamba-Nya. Tampaknya, itulah kebahagiaan rohani yang dinanti mukmin sejati.
Kebahagiaan rohani tak lepas dari kegembiraan hakiki. Apakah kegembiraan hakiki itu? Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad berkata,
“Kegembiraan hakiki bagi manusia adalah hari bertaubat.”
Ya, disaat manusia merasa dirinya sudah terlampaui jauh meninggalkan Penciptanya dan tersesat dalam kefanaan dunia. Pada saat itulah titik terendah dalam diri manusia, hingga akhirnya berupaya kembali pada Sang Penciptanya dengan bertaubat setulus hati, memohon ampunan dan berupaya mendekat kembali kepadaNya. Bukan, sekedar taubat atau istigfar yang dengan mudah hanya dalam lisan yang terucap, tanpa mendatangkan faedah apa – apa. Namun taubat yang benar – benar kembali kepada-Nya seraya terus berupaya memperbaiki diri demi Keridhaan Ilahi.
Nampaknya, taubat hakiki yang menciptakan kegembiraan hakiki begitu diidam-idamkan hamba Allah Taala. Taubat yang menjadikan manusia lebih dekat dengan Allah Taala, serta dapat mensucikan manusia. Dan Allah Taala pun begitu mencintai hambaNya yang senantiasa bertobat, sebagimana firman Allah Swt dalam Surah Al Baqarah ayat 223 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang bertaubat, dan mencintai mereka yang mensucikan diri.”
Ya, dengan bertaubat kembali kepada-Nya, lalu berupaya mensucikan diri memohon ampun dari segala dosa yang telah diperbuat, dan berupaya menjauhi dosa-dosa dengan sekuat tenaga. Allah Taala begitu mencintainya. Siapa yang tidak ingin menjadi salah satu hamba yang dicintai Allah Taala? Siapa yang tidak ingin meraih cinta-Nya? Cinta yang begitu tulus dan begitu tinggi, yang tidak dapat disandingkan dengan apapun. Ridha-Nya yang begitu indah, yang mendamaikan hati dan perasaan, serta menentrankam dan menciptakan kegembiraan hakiki.
Idul Fitri yang hadir saat ini, sejatinya dapat diwarnai dengan kegembiraan hakiki. Bukan sekedar kegembiraan jasmani yang sekedar pesta pora menutup Ramadhan dengan segala teatrikal belaka. Memang, merayakan idul fitri dengan kebahagiaan jasmani, tentu bukanlah suatu hal yang dilarang oleh agama. Akan tetapi, jauh dari itu semua, ada kegembiraan hakiki yang dapat membekas dalam kehidupan ini. Id Mubarak, semoga Id ini menjadi Id yang hakiki, yang menjadi sarana kegembiraan hakiki serta menjadi sarana pengampunan bagi kita semua.
Oleh: Mutia Siddiqa Muhsin
Referensi : https://ahmadiyah.id/idul-fitri-hari-bertobat-dan-turunnya-karunia.html
Sumber Gambar : https://www.minews.id/news/apa-sih-arti-eid-mubarak-ini-jawabnya