Nabi Adam a.s manusia pertama?

2804

Selama berabad-abad ungkapan sains dan agama tidak bisa bersatu masih saja dipertahankan sampai sekarang ini, bahkan dalam umat Islam pun beberapa masih memegang teguh keyakinan tersebut. Padahal jika kita berpikir jernih, agama dan sains tidak mungkin bertentangan dan bertabrakan, malah saling mendukung satu sama lain bahkan bisa meningkatkan tingkat keimanan kita kepada Allah SWT. Ini dikarenakan sains adalah cara manusia menerjemahkan dan memahami bahasa pergerakan di alam semesta dengan pembuktian sehingga akal kita bisa menerimanya, sedangkan pergerakan di alam semesta ini tak lain adalah aturan Allah SWT itu sendiri yang kita sebut Sunnatullah yang tidak akan bisa berubah sampai kapanpun hingga hari kiamat.

Jika berbicara sains maka ingatan kita akan tertuju kepada banyaknya ilmuwan muslim yang muncul pada abad-abad awal Islam seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ibnu Khaldun. Kita bangga memiliki mereka, tapi disisi lain kita seakan tidak berlaku adil terhadap sains itu sendiri. Jika kita renungkan maka akar utama permasalahannya bukan terletak pada agama dan sains itu sendiri tapi pada keengganan mereka dalam menerima tafsir kitab suci yang masuk akal di luar arus utama padahal didukung pula dengan pembuktian empiris dari sains, dan lebih memilih doktrin agama yang tidak logis yang sudah mengakar lama. Padahal penggunaan akal sangat penting menurut Al-Quran yakni Q.S. Al-Baqarah ayat 165:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera-bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan (suburkan) bumi sesudah mati (kering)-Nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; (pada semua itu) sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berakal.”

Jika kita berbicara perbedaan antara kaum agamawan dan ilmuwan yang tak kunjung usai ada beberapa isu besar yang jadi perdebatan dan salah satunya adalah kepercayaan Nabi Adam a.s sebagai manusia pertama yang diciptakan di muka bumi. Ini salah satu doktrin yang sudah lama mengakar dalam umat Islam. Namun benarkah itu? Mari kita telaah satu-satu baik dari tafsir Al-Quran, Hadis serta penjelasan sains.

Pandangan dari Tafsir Ayat Al-Quran dan Hadis

Pertama, tidak pernah ditemukan satupun ayat Al-Quran dan Hadis yang berisi kalimat Adam a.s adalah manusia pertama secara jelas dan eksplisit. Lalu darimana munculnya cerita tentang Adam a.s sebagai manusia pertama? Ada dugaan bahwa cerita tersebut diserap oleh kaum Muslim dari cerita Israeliyat dan kisah dalam Alkitab Perjanjian Lama yang dibawa umat Kristen yang memeluk agama Islam pada abad-abad awal berdirinya Islam, justru bukan dari Al-Quran. Al-Quran justru ingin meluruskan penyimpangan dari cerita Adam a.s tersebut.

Kedua, mereka menyandarkan argumennya kepada Q.S Al-Baqarah (2:31) :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Rabb mu berfirman kepada para Malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”

Banyak kalangan yang menjadikan ayat ini sebagai rujukan bahwa Adam a.s itu adalah manusia pertama di muka bumi, dimana Allah berdialog dengan para malaikat dan ingin menjadikan Adam a.s sebagai Khalifah di muka bumi. Padahal dalam ayat ini bisa kita dapatkan dua poin utama yang menentang pendapat tersebut, yakni

  1. Allah SWT menggunakan kata “ja’ilun” (menjadikan) bukan kata “khaliqun” (menciptakan). Ayat ini tidak berbicara soal penciptaan biologis Adam a.s sebagai manusia pertama, tetapi soal “menjadikan Adam sebagai Khalifah (pemimpin; penguasa) di muka bumi”. Jika kata “menciptakan” berarti mengadakan sesuatu dari tidak ada kepada ada, maka kata “menjadikan” adalah memilih sesuatu yang sudah ada kemudian dijadikan atau difungsikan menjadi seorang khalifah (dalam kasus Adam), bukan sebagai manusia pertama.
  2. Kemudian kalimat, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah”, Kalimat ini justru menandakan bahwa para malaikat telah mempunyai ilmu yang mendalam dan lama tentang manusia sebelum Adam a.s serta melihat langsung kondisi sosial politik yang telah dan sedang terjadi di zaman Adam saat dipilih menjadi Rasul Allah. Karena tidak mungkin jika belum ada manusia di muka bumi, bagaimana para Malaikat bisa melihat masa depan sifat manusia? Karena ilmu tersebut hanya ada disisi Allah SWT. Secara logis bisa disimpulkan ketika Adam a.s dijadikan Khalifah, sudah banyak manusia lahir dan bertebaran di muka bumi ini.

Ketiga, argumen selanjutnya diambil dari tentang penciptaan Adam dalam Q.S Al-Araf (7:12)

وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian, lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: ”Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka pun bersujud kecuali Iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.

Dari ayat tersebut bisa kita ambil dua poin penting yakni:

  1. Pada ayat tersebut Allah SWT berfirman, “menciptakan kalian lalu kami bentuk tubuh kalian”. Artinya waktu itu Allah SWT sudah menciptakan banyak manusia di muka bumi. Baru kemudian memerintah para malaikat untuk bersujud kepada Adam.
  2. Allah SWT menggunakan kata ganti “Kum” (kalian; bentuk jamak), bukan “Ka” (kamu laki-laki seorang), namun para mufassir selalu menerjemahkan dan menafsirkan kata “menciptakan kamu sekalian” dengan memberikan tanda kurung dan ditulis Adam di dalamnya seperti ini “menciptakan kamu (Adam) seorang”. Ini sangat tidak tepat dan bisa memberikan arti yg keliru, padahal kita bahwa “Kum” adalah bermakna jamak (kalian semua). Hal ini semakin jelas bahwa yang dimaksud “Kum” adalah bangsa manusia secara keseluruhan yakni spesies Homo Sapiens.

Pandangan Penulis tentang Adam a.s dari Sisi Sains

Manusia modern atau spesies Homo Sapiens menurut penelitian sudah muncul di muka bumi sekitar 200.000 tahun lalu. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa Homo Sapiens dan spesies manusia purba lainnya hidup berdampingan satu sama lain seperti spesies Denisovan, Neanderthal dan Homo Erectus yang bisa dibilang sepupu manusia modern. Akan tetapi suatu peristiwa penting terjadi puluhan ribu tahun lalu yang mengubah takdir nenek moyang kita dan sepupunya ke arah yang tak terduga secara kejam.

Sebuah penelitian bernama Genographic Project yang berkolaborasi dengan National Geographic mencoba menelusuri asal usul manusia melalui penelusuran DNA manusia dimana tim yang diketuai Dr. Spencer Wells mulai mengumpulkan sampel DNA dari seluruh suku dan bangsa di seluruh dunia bahkan sampai 1 juta sampel dalam kurun berapa tahun. Dalam penelitan tersebut ditemukan sebuah struktur DNA yang selalu muncul di setiap DNA suku dan bangsa di dunia yakni dari sebuah suku di Afrika yakni Suku Bushman di Kalahari. Hal ini menunjukan asal muasal manusia modern berasal dari Afrika.

Dalam acara film dokumenter Naked ScienceWhat Is Human?” dari National Geographic, terungkap dari penelitian bahwa mereka keluar dari benua Afrika sekitar 75.000 tahun lalu dikarenakan kekeringan ekstrim dan jaman es mini yang disebabkan oleh letusan dahsyat dari Super Volcano purba yakni Gunung Toba, yang sekarang menjadi Danau Toba di Indonesia. Letusannya sangat dahsyat, berkali lipat bahkan jika letusan Gunung Krakatau dan Tambora digabungkan. Perubahan iklim ekstrim ini berlangsung puluhan tahun yang menyebabkan banyak spesies punah dan nenek moyang kita pun tak lepas dari ancaman tersebut, malah menurut penelitian Homo Sapiens kala itu hanya tersisa sekitar 1000-2000 orang saja!

Bencana besar tersebut menekan kemampuan mereka ke batas akhir untuk bertahan hidup sehingga tanpa disadari telah meningkatkan kreatifitas dan intelektualitas Homo Sapiens jauh melebihi evolusi Hominids lainnya, yang pada akhirnya muncullah inovasi-inovasi dan alat-alat yang lebih maju dibuat kala dibanding sebelumnya. Ini menjadi modal ampuh yang membuat Homo Sapiens atau manusia modern menjadi spesies dominan di muka bumi dari puluhan ribu tahun yang lalu sampai sekarang ini.

Kelompok awal ini pada akhirnya keluar dari benua Afrika, yang oleh para ahli disebut dengan “Out of Africa”, dan menyebar ke benua Eropa dan Asia melalui semenanjung Arab. Sedangkan Hominids lainnya punah karena tidak bisa mengimbangi kemajuan Homo Sapiens atau berasimilasi dengan mereka. Kelompok kecil manusia inilah yang penulis sebut kaum Adam atau Bani Adam pertama. Lalu dimanakah posisi Adam a.s dalam kelompok ini?

Ada sebuah kisah menarik dari seorang Sufi besar yang ditulis dalam bukunya yang berjudul al-Futuhat al-Makkiyah. Muhyidin Ibn Arabi, sekali peristiwa melihat diri beliau dalam mimpi sedang tawaf di Ka’bah. Dalam mimpi itu seorang yang menyatakan dirinya sebagai seorang dari nenek moyangnya nampak di hadapan beliau. “Berapa lamanya sudah lewat sejak Anda meninggal? ” tanya Ibn Arabi. ” Lebih dari empat puluh ribu tahun”, jawab orang itu, “Tetapi masa itu jauh lebih lama, dari masa yang memisahkan kita dari Adam,” kata Ibn Arabi lagi. Orang itu menjawab, “Tentang Adam yang mana engkau bicara? Tentang Adam yang terdekat kepada engkau atau tentang Adam lain ?” “Maka aku ingat, ” kata Ibn Arabi, “suatu sabda Rasulullah saw. yang dimaksudnya bahwa, Tuhan telah menjadikan tidak kurang dari seratus ribu Adam dan saya berkata dalam hati, “Barangkali orang yang mengaku dirinya datukku ini seorang dari Adam-adam terdahulu”( al-Futuhat al-Makkiyah Jilid III, Bab 390, Hal. 459 ref. Tafsir Kabir V)

Menurut penulis, dari kelompok inilah Adam a.s dilahirkan yang merupakan generasi sekian ribu dari kelompok awal yang bertahan dari bencana besar tersebut. Jika Adam a.s lahir berkisar 6000 tahun yang lalu (4000 SM) atau sama pada Jaman Perunggu (Bronze Age) maka Adam a.s berada dalam jaman ketika peradaban Mesopotamia dan Mesir mulai berdiri, dimana pada saat itu sistem pertanian dan peternakan sudah maju serta sebuah komunitas manusia sudah bisa mandiri dalam mengontrol alam sekitar yang merupakan hasil pembelajaran sekian puluh ribu tahun. Tingkatan kemajuan ini belum pernah dicapai spesies manapun di muka bumi ini, maka sangat beralasan Allah SWT memilih salah satu manusia terbaik di jamannya ketika peradaban manusia sudah maju dan sangat siap, yakni Adam a.s untuk menjadi Khalifah agar mereka bisa mengenal pencipta-Nya dan membawa mereka menuju ketinggian rohani setelah semua kebutuhan jasmani mereka terpenuhi.

Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat kepada kita semua betapa indahnya sebuah hubungan antara agama dan sains dimana keduanya saling menguatkan bahkan bisa menambah iman kita kepada Allah SWT. Sebagai penutup saya akan mengutip sebuah kalimat terkenal.

Ilmu pengetahuan tanpa agama akan pincang, sedangkan agama tanpa ilmu pengetahuan akan buta– Albert Einstein


Oleh :  Triza Muhammad Irfan

Sumber :  1. Q.S. Al-Baqarah ayat 165

                 2. Q.S Al-Baqarah (2:31)

      3. Q.S Al-Araf (7:12)

                 4. al-Futuhat al-Makkiyah Jilid III, Bab 390, Hal. 459 ref. Tafsir Kabir V)

Sumber gambar : meet the folks.image