Ketaatan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keutuhan suatu golongan atau jamaah. Sikap taat kepada pimpinan adalah akhlak luhur yang tak ternilai harganya. Allah Ta’ala dan para Rasulnya menuntut ketaatan yang mutlak kepada umat manusia, lalu bagaimanakah kitab-kitab Allah Ta’ala dalam menjabarkan ketaatan? Berikut beberapa kajian tafsir mengenai ketaatan didalam Al-Qur’an dan Injil. Setiap muslim berdo’a minimal 17 kali sehari,
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ_صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
mereka memohon untuk dibimbing pada jalan yang lurus, yakni jalan orang-orang yang telah Allah Ta’ala beri nikmat bukan jalan orang-orang yang Allah Ta’ala murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat. Berdasarkan surat An-Nisa : 70 kita ketahui bahwa nikmat yang paling tinggi yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada umat manusia adalah Nabi, kemudian Shiddiq, Syuhada dan Solihin. Namun ketahuilah bahwa nikmat-nikmat besar itu tidak dapat kita peroleh tanpa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni,
وَ مَنْ يُّطِعِ الله وَ الرَّسُوْلَ فَاُولَئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ
Artinya: “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka mereka itulah termasuk dari antara orang-orang yang Allah Ta’ala anugerahkan nikmat yakni para Nabi, Shiddiq, Syuhada dan Sholihin”(An-Nisa:70)
Pada ayat tersebut Allah Ta’ala menjadikan taat kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan nikmat-nikmat agung itu. Nyatalah kepada kita betapa pentingnya sebuah keitaatan pada pandangan Tuhan. Sampai-sampai menjadi Nabi pun adalah ganjaran bagi sebuah ketaatan.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nur: 52
اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْا اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا وَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Dia memutuskan di antara mereka, ialah ucapan. “kami mendengar, dan kami taat”. dan mereka itulah orang-orang yang berhasil”.
سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا
Inilah ucapan mu’min sejati saat diseru kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah ruh keimanan kita bahwa kita mendengar dan mentaati apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Sehingga kita menjadi orang-orang yang berhasil, inilah Muflihun yakni mereka yang mendengar dan taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.
Berkenaan سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا Mirza Bashir Ahmad ra, Sang Qomarul Anbiya[1] menjelaskan bahwa sebelum kata ath-tha’at terdapat kata al-sam’u, hal ini menunjukan sebuah maksud yang agung yakni sebelum taat kita hendaknya mendengar dengan penuh perhatian terhadap apa-apa yang diperintahkan kepada kita guna memahami intruksi, kebutuhan dan keinginan atasan dengan baik lalu melaksanakannya dengan segera, penuh semangat dan benar. Kalau kita hanya taat sekedarnya tanpa penuh perhatian dan semangat maka kata at-tho’at saja sudah cukup tanpa diiringi al-sam’u. Maka penyisipan kata al-sam’u bertujuan agar ketaatan itu bukan sekedar kebiasaan belaka bahkan harus dilakukan dengan penuh perhatian dan semangat. inilah salah satu keutamaan konsep ita’at di dalam Islam.
Bila kita perhatikan janji Allah mengenai Khilafat dalam surat Al-Nur;56
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ
“Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka Khalifah dimuka bumi”
Janji ini tak lepas dari bahasan keitaatan. Ada 7 kata itaat didalam ruku yang mengandung ayat Istikhlaf ini yang tampil dalam berbagai wazan. Sebelum ayat istikhlaf itu orang-orang beriman 2 kali diperintahkan untuk itaat yakni
قَلْ اِطِيْعُوا اللهَ وَ اَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ
“Katakanlah: “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul”.
Bahkan pada ayat berikutnya Allah Ta’ala menyampaikan 3 perintah kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh supaya Khilafat tetap tegak berdiri dimuka bumi. Yakni
وَاَقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَاَتُوا الزَّكَوةَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat”.
Mendirikan shalat sebagai Huququllah, menunaikan zakat/pengorbanan harta sebagai huququl ibad dan mentaati utusan Tuhan. Inilah tiga pilar yang membuat Khilafat tegak kokoh berdiri. Bila kita menginginkan agar Khilafat tetap berdiri, maka menta’ati seorang Khalifah adalah hal mutlak dan tak bisa diganggu gugat. Ketidak taatan dan pembangkangan kita kepada Khalifah akan mengancam keberadaan Khilafat itu sendiri. Jangan sampai karena ketidak taatan kita, nikmat besar ini Allah Ta’ala cabut kembali dari tangan muslim seperti layaknya Khilafatul Rasyidin, saat banyak umat muslim pada saat itu malah menjadi pemberontak terhadap Khalifah. Betapa keita’atan memegang peranan penting dan krusial dalam menjaga Khilafat. Inilah mengapa Allah Ta’ala berulang kali menuntut keitaatan kepada kita. Tuntutan untuk taat yang berulang kali Allah Ta’ala firmankan, mengisyarahkan betapa penting dan luhurnya lembaga Khilafat dan keitaatan para pengikutnya.
Hadhrat Rasulullah saw. bersabda
(عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَ الطَّاعَةُ فِيْمَا اَحَبَّ وَ كَرِهَ اِلَّا اَنْ يُّؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَاِنْ اُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعٌ وَلَاطَاعَةٌ (بخارى
Artinya: “Diwajibkan atas setiap muslim untuk mendengar dan mentaati (perintah atasannya), apakah dia menyukainya atau tidak kecuali perintah untuk bermaksiat dan apabila diperintahkan berbuat maksiat maka jangan dengarkan dan jangan taati” (HR. Bukhari)[2]
Dari Hadits ini kita dapati bahwa Islam melarang kita untuk memilah-milah dalam mentaati pimpinan. Yakni kita memilih taat pada perintah yang kita sukai dan tidak mentaati perintah yang kita benci. Hal ini tidak diperbolehkan didalam Islam, kita hanya boleh tidak taat pada perintah yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Quran dan Rasulullah saw. malah kita harus mengingkari perintah untuk berbuat maksiat. Selama perintah pimpinan sejalan dengan Al-Quran dan para utusan Tuhan maka selama itu pula kita harus mendengarkan dan mentaatinya sebagai kewajiban seorang muslim. Inilah keutamaan lain dari konsep itaat di dalam Islam.
Kita juga dilarang menduakan pimpinan kita dan bersikap khianat serta munafik. Mengenai ketaatan dan kesetiaan penuh pada seorang utusan Tuhan, Isa as. bersabda dalam Injil Tomas Logion[3] 47 : “Orang tidak dapat menunggang dua ekor kuda atau menarik dua busur panah. Juga seorang hamba tidak dapat melayani dua tuan. Sebab dia akan menghormati yang satu, tetapi menghina yang lainnya…..”. Senada dengan logion itu, dalam Injil Matius 6 : 24 Yesus as. besabda: “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain, Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon[4].”
Dalam hal keita’\atan serta hubungannya dengan jamaah Masih Mau’ud as. bersabda “Sesungguhnya tidak ada satu Jamaah pun yang dapat berdiri kokoh kecuali anggota-anggotanya siap mentaati imam dengan semangat, kesetiaan dan kepatuhan…”[5]
Masalah yang harus dihadapi oleh Isa as. berakar pada kelemahan para murid beliau. Yudas muridnya pun mengkhianatinya hanya karena terbuai 30 keping perak, Pada saat Yesus as. ditangkap, murid sehebat Petrus pun mengingkari imannya hingga 3 kali sebelum ayam berkokok. Dan sebagian besar murid-murid Yesus as. lari tunggang langgang membiarkan guru nya menderita. Dipihak lain kesetiaan,ketulusan dan ketaatan para sahabat Rasulullah saw. tak ada tara bandingannya dalam sejarah umat manusia dimana mereka rela menanggung banyak kesusahan demi Beliau. Mereka rela meninggalkan harta benda, anak isteri dan tanah air tercinta demi Rasulullah saw. bahkan mereka rela mati demi Beliau saw.
Lalu bagaimana dengan Jema’at Ahmadiyah ? Hadhrat Masih Mau’ud as. menyampaikan mengenai Jemaat Beliau :
“Aku dapat melihat bahwa Jemaatku juga penuh dengan kesetiaan dan ketaatan serta mereka betul-betul murni dalam bai’at mereka dan mereka sangat tulus[6]”. Ketaatan pada imam atau pimpinan adalah ciri khas Jemaat Ilahi yang sangat berharga. اطاعت ميں برکت ہے “terdapat keberkatan dalam ketaatan”. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik kepada kita untuk senantiasa menaati Khalifah dan pimpinan kita dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Aamiin
Oleh : Ammar Ahmad
Sumber :
[1] Risalah Darul Barkat No. 5/3/1999 hal. 7-8
[2] Risalah Darul Barkat No.5/3/1999 hal. 6
[3] Logion: Perkataan Hd. Yesus as. diluar Injil Kanonik (4 Injil yang diakui oleh otoritas Gereja)
[4] Mamon: Harta benda dan kekayaan dibayangkan sebagai oknum (yang jahat).(Sumber: Kamus Alkitab cet,tahun 2015)
[5] Malfuzat (Terjemahan Mukhlis Ilyas/1992-1997) Jld. I hal. 23 (Versi Urdu, Malfuzat Vol.I hal.322)
[6] Malfuzat (Terjemahan Mukhlis Ilyas/1992-1997) Jld. I hal. 24 (Versi Urdu, Malfuzat Vol.I hal.322)
Sumber Gambar : alislam.org