Persatuan dalam Keanekaragaman di Masa Permulaan Islam

1904

“Kalian semua bersaudara. Kalian adalah sama. Tidak ada hal negara dan agama yang menjadi kepunyaan kalian dan tidak ada status yang membedakan kalian, kalian adalah sama. Hanya sebagai jari-jari tangan yang sama, tak ada seorang pun yang dapat mengklaim dirinya memiliki kebenaran tersendiri atau kebesaran lainnya. Perintah yang saya berikan hari ini adalah bukan hanya untuk hari ini saja tetapi untuk selamanya.”

Pesan Nabi Muhammad SAW adalah bagi seluruh umat manusia dan berlaku untuk semua zaman. Beliau SAW mengajarkan kepada kaum muslimin agar menegakkan rasa persaudaraan dan toleransi terhadap semua makhluk dan untuk menghapus prasangka-prasangka apapun yang mereka miliki berdasarkan ras, warna kulit atau yang lainnya. Para muslimin awalin, beriman dari keadaan semula mereka yaitu non-Islam, yang saat itu Islam sedang memancarkan ketauladan-ketauladan tentang persatuan dan kecintaan kepada semua makhluk yang mana Nabi SAW contohkan untuk ditegakan.

Keanekaragaman Orang-Orang Mukmin Awalin
Ketika Nabi Muhammad SAW mendakwakan diri sebagai nabi, orang-orang yang pertama beriman adalah orang yang setia kepada beliau SAW dan seorang hartawan yaitu istri beliau SAW, Khadijah ra, sahabat beliau SAW, Abu Bakar ra yang mana adalah orang yang bijaksana dan sangat disegani di Mekkah, keponakan beliau SAW yang saat itu berumur sebelas tahun, Ali ra dan hamba sahaya merdeka Nabi SAW, Zaid ra. Sebagaimana banyak orang yang masuk ke dalam Islam, orang-orang Arab menyaksikan anak-anak yang menjadi muslim padahal bapak-bapak mereka tidak, anak-anak perempuan yang menjadi muslim padahal saudara-saudara mereka tidak, dan hamba-hamba sahaya yang menjadi muslim padahal majikan-majikan mereka tidak. Demikianlah persatuan Islam, yang bahkan meskipun keluarga-keluarga dari orang-orang mukmin itu menolak Islam, sebagaimana yang juga dilakukan oleh keluarga Nabi SAW sendiri, sebuah kelompok orang-orang mukmin yang bermacam-macam itu dibentuk, dan persatuan mereka berdasarkan kecintaan serta ketaatan terhadap Nabi SAW juga ajaran-ajaran Islam.

Orang-orang muslim yang berbeda membayar kekuatan-kekuatan dan mutu-mutu yang berbeda terhadap kaum muslimin awalin. Abu Bakar ra, seorang pengusaha dan sahabat Nabi Muhammad SAW, menggunakan harta kekayaannya untuk membebaskan (banyak) hamba-hamba sahaya yang telah menjadi muslim dan untuk membebaskan penderitaan mengerikan mereka dari majikannya. Umar ra adalah orang yang kuat, tak pernah gentar, dan orang berpengaruh di Mekah. Ketika beliau RA menerima Islam, orang-orang muslim yang bersembunyi, mulai keluar dan menyembah Tuhan secara terang-terangan. Abu Bakar ra dan Umar ra adalah sahabat dan penasihat terdekat Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW sering datang kepada mereka untuk menasihati tentang hal-hal yang berbeda. Abu Bakar ra memiliki sifat lebih lembut sedangkan sifat Umar ra adalah keras. Saat itu, Nabi SAW dengan bimbingan Tuhan, pergi dengan saran Abu Bakar ra, dan di lain waktu, Nabi SAW mengambil saran Umar ra.  Seraya memperlihatkan keadaan-keadaan yang berbeda tersebut beliau SAW mewajibkan tindakan-tindakan yang berbeda. Di kemudian hari, dalam kekhalifahan mereka, Abu Bakar ra dan Umar ra berkuasa dengan prinsip-prinsip ini. Seraya mempertunjukan bahwa ada cara-cara yang bermacam-macam untuk menjadi seorang pemimpin yang baik.

Ketika Khadijah ra menikah dengan Nabi Muhammad SAW, dia memberikan seluruh harta kekayaan dan hamba-hamba sahayanya kepada Nabi SAW. Dia menghibur Nabi SAW, sementara dunia menolak beliau SAW. Meskipun dia adalah salah seorang wanita terkaya di Mekkah, dia melewatkan tiga tahun terakhir masa kehidupannya di padang pasir dengan sedikit makanan dan perbekalan lainnya sebagaimana saat itu orang-orang muslim diboikot oleh para penduduk Mekkah. Dia berdiri tegak bahu-membahu bersama Nabi SAW dan orang-orang muslim lainnya, dia menjadi inspirasi orang-orang muslim yang lain, memperlihatkan pengorbanan dan kesetiaannya demi perkara-perkara Islam yang kepentingannya lebih besar daripada kekayaan dan kemewahan dunia.

Aisyah ra saat itu masih berusia 15 tahun ketika dia menikah dengan Nabi SAW yang umurnya 40 tahun lebih tua. Dia memberikan kontribusi yang luar biasa dalam hal tarbiyat kaum wanita berkenaan ajaran-ajaran Islam. Ingatannya yang luar biasa yang menjadikan dia mengingat sabda-sabda Nabi Muhammad SAW. Setelah kewafatan Nabi SAW, dia meriwayatkan tentang kehiudapan sehari-hari beliau SAW. Oleh karena ilmu pengetahuannya yang tinggi dan faham agama, membawa para sahabat Nabi SAW kehadapan Aisyah ra untuk mengatasi berbagai hal yang rumit.

Persatuan di antara Orang-Orang Muslim
Peperangan yang terjadi pada masa permulaan Islam menunjukan persatuan diantara kaum muslimin, meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. “Perang Badar”, 313 pasukan muslim yang tak terlatih, tak berpengalaman, dan bersenjata buruk, kebanyakan di antara mereka hanya berjalan kaki, saat itu menghadapai 1000 pasukan tentara Arab yang berpengalaman juga memiliki kemampuan dalam hal perang. Sebelum perang tersebut, Nabi Muhammad SAW memastikan bahwa mereka yang ikut serta dalam peperangan itu haruslah sesuai dengan keinginan dan hasrat sendiri. Ketika kata-kata tentang jumlah dan kekuatan pasukan Arab sampai kepada telinga kaum muslimin, Nabi SAW meminta saran dari para pengikutnya. Sebagaimana setiap muslimin Mekkah yakin kepada Nabi SAW, mereka bersemangat dan mebulatkan tekad untuk berperang, beliau SAW meminta dengan tegas  lebih banyak saran lagi, sampai akhirnya Muslimin Mednite meminta kepada Nabi SAW, hendaknya beliau SAW menantikan saran dari kaum muslimin Madinah. Ketika Nabi SAW menyetujui itu, kaum Muslimin Madinah berkata, “Kami akan berperang demi kebenaran anda, berperang di sebelah kiri anda, di depan dan belakang anda. Sejatinya, musuh ingin menangkap anda. Tetapi xkami meyakini anda, bahwa mereka tidak akan bisa berbuat demikian tanpa melangkahi mayat-mayat kami. Rasulullah SAW, anda mengundang kami untuk berperang. Kami disiapkan untuk melakukan lebih banyak lagi. Tidak jauh dari sini terdapat laut. Jika anda memerintahkan kami untuk meloncat ke dalamnya, kami tidak akan ragu-ragu untuk melakukannya.” Bukanlah masalah jika seorang muslim dari Mekkah atau dari Madinah, semuanya mendedikasikan dirinya berdiri berbarengan bersama Nabi SAW untuk berperang.

Kebulatan tekad dan keberanian orang-orang muslim di Badr membuktikan bahwa hal tersebut lebih kuat daripada kemampuan dan peralatan apapun untuk berperang yang tidak dimiliki oleh orang-orang kafir. Ketika perang dimulai, Abdur Rahman bin Auf, salah seorang panglima dari pasukan muslim, mendapati dirinya berada ditengah-tengah dua orang anak laki-laki. Seraya dia mempertimbangkan situasinya, dua anak tersebut bertanya kepadanya, mana yang namanya Abu Jahal dari pasukan Mekkah? Yang selalu mengusik Nabi SAW di Mekkah? Saat itu Abdur Rahman menunjuk Abu Jahal yang berada di barisan musuh, yang bersenjata lengkap dan berada diantara dua panglima senior.

Anak-anak itu menghantam Abu Jahal sekuat-kuatnya dan meskipun salah seorang diantara mereka kehilangan sebuah lengannya karena serangan itu, mereka tetap melancarkan serangan terhadap Abu Jahal hingga dia terjatuh ke tanah menuju kematiannya. Anak-anak ini masih muda, tidak berpengalaman dalam peperangan dan mereka berasal dari Madinah. Namun mereka tidak terima oleh penganiayaan kejam yang mereka dengar dari Nabi Muhammad SAW yang sudah dihadapi beliau SAW di Mekkah. Keberanian dan keuletan mereka yang luar biasa adalah bukti kesungguhan hati dan persatuan, yang bahkan diperlihatkan oleh para pemuda dihadapan Nabi Muhammad SAW.

Nabi SAW Menghormati Keberagaman
Nabi Muhammad SAW sangat menekankan toleransi terhadap orang lain yang berbeda keyakinan darinya dan mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama, dengan mengabaikan warna kulit, ras, ataupun bahasa. Beliau SAW bersabda bahwa orang Arab tidaklah mempunyai keunggulan daripada orang non-Arab, begitu juga orang non-Arab tidak lebih unggul daripada orang Arab. Seseorang yang berkulit putih tidaklah lebih baik daripada seorang yang berkulit hitam, tidak pula seseorang berkulit hitam lebih unggul daripada seorang yang berkulit putih. Orang yang paling terhormat diantara kalian dalam pandangan Tuhan adalah orang yang paling bertakwa.” Terdapat banyak peristiwa-peristiwa dari kehidupan Nabi SAW yang mana beliau SAW memperlihatkan tauladan kesabaran dan menghormati keberagaman manusia.

Suatu kali, jenazah sedang melintas di hadapan Nabi SAW dan beliau SAW berdiri untuk menghargainya. Seorang muslim saat itu bertanya kepada beliau SAW mengapa beliau SAW berdiri untuk jenazah seorang Yahudi. Beliau SAW menjawab, “bukankah dia seorang hamba Tuhan?” Setelah kejadian itu, orang-orang Muslim memperlihatkan rasa saling menghargai yang luar biasa terhadap jenazah-jenazah orang yang berbeda keyakinan (non-muslim). Nabi Muhammad SAW juga mengizinkan delegasi Kristen untuk melaksanakan ibadah dan kebaktian mereka di masjid, seraya memperlihatkan bagaimana beliau SAW menghargai kepercayaan orang-orang yang berbeda keyakinan.

Di Mekkah, kebanyakan orang-orang muslim awalin adalah hamba-hamba sahaya dan orang-orang miskin. Bagaimana pun juga, Islam memperlakukan seluruh manusia pada level yang sama dan mempromosikan kebebasan terhadap budak-budak. Kemudian di Madinah, Nabi Muhammad SAW memberikan kepada Bilal ra -yang sebeumnya adalah seorang budak yang dianiaya dengan kasar oleh majikannya di Mekkah- kehormatan menjadi seorang Muadzin (penyeru orang-orang untuk shalat) di mesjid beliau SAW. Sebelumnya pernyataan Nabi SAW tidak terbayangkan untuk memberikan sebuah penghormatan kepada orang keturunan Afrika.

Ketika “Perang Khandak (Parit)”, Nabi SAW meminta saran dari para pengikutnya, apa yang harus dilakukan oleh orang-orang muslim dalam menghadapi serangan musuh. Di antara mereka ada yang meberikan saran, dia adalah Salman Al-Farisi ra, seorang muslim pertama dari Persia. Salman ra memberitahukan kepada Nabi SAW bahwa di negerinya, ketika sebuah kota kecil diserang oleh sebuah pasukan perang yang besar, mereka menggali parit disekitar kotanya dan bertahan dari dalam. Peristiwa ini adalah sebuah contoh kekuatan yang mana keberagaman dapat muncul pada sebuah kelompok, yaitu kita dapat belajar hal-hal baru dari orang lain dengan latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang berbeda daripada dirinya.

Melalui pernikahan beliau, Nabi SAW menghapuskan perbedaan ras dan budaya serta anggapan-anggapan tentang pernikahan. Beliau SAW menikahi wanita-wanita yang bercerai dan janda yang saat itu diremehkan sebagai orang yang berstatus rendah. Dengan pernikahan, beliau SAW menetapkan suatu suri tauladan bahwa hendaknya wanita-wanita yang bercerai dan para janda didukung dan dirawat serta diberikan sebuah status penghormatan di tengah masyarakat. Beliau SAW juga menikahi puteri bangsawan dari Mesir dan berdasarkan pertalian keluarga ini, beliau SAW mengajarkan orang-orang Arab untuk bersikap adil dan ramah terhadap orang-orang Mesir dan Africa.

Suatu kali, Nabi SAW diajak dalam percakapan bersama beberapa pemimpin suku Quraisy, ketika itu Abdullah bin Umm Maktum, seorang yang buta datang kepada beliau SAW dan mulai mengalihkan percakapan tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau SAW.  Nabi SAW tidak menyukai campur tangan ini, tetapi beliau hanya merespon dengan berpaling dari Abdullah (sebuah tindakan yang tidak dapat dilihat oleh orang itu). Peristiwa ini telah diterangkan dalam Al-Quran, meperlihatkan bahwa Nabi SAW berhati-hati untuk tidak mencela serta memarahi Abdullah, dan melukai kehormatannya. Inilah sebuah contoh yang baik, bagaimana Nabi Muhammad SAW menghormati peka kelembutan orang-orang miskin dan lemah.

Kesimpulan
Nabi SAW adalah sebuah pancaran suri tauladan yang memperlihatkan rasa saling menghargai dan toleransi bagi seluruh makhluk dan beliau SAW menerapkan tauladan yang sempurna kepada segala level manusia. Ajaran-ajaran Islam yang universal yang beliau SAW ajarkan, mempromosikan sebuah budaya manusia yang universal dan persamaan hak semua manusia, berdasarkan kesatuan Tuhan. Kaum muslimin awalin adalah sebuah kelompok keberagaman manusia yang memiliki status, pendidikan, keluarga, dan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Semangat pengorbanan serta kecintaan sepenuhnya terhadap Tuhan dan Rasul-Nya SAW telah mempersatukan mereka. Menurut ajaran-ajaran Islam, dalam pandangan Tuhan hal yang membedakan orang-orang mukmin dari yang lainnya adalah tingkat keshalehan mereka.


Oleh: Bushra Bajwa (penulis bergelar BSc (Bachelor of Science) dari Universitas Manchester, UK dalam bidang manajemen Internasional dan seorang guru senior di Student Affairs Administration dari Universitas Seattle)

Alih Bahasa: Mubarak Mushlikhuddin

Sumber: The Muslim Sunrise (www.muslimsunrise.com).