Oleh: Ammar Ahmad
Gejala alam selalu mendukung seorang utusan Tuhan. Allah Ta’ala seringkali menggunakan gejala alam untuk menyatakan kebenaran seorang utusan-Nya di hadapan kaumnya. Kali ini penulis akan membahas gejala alam yang mendukung seorang utusan Tuhan yakni Al-Masih dan Imam Mahdi as yang merupakan pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah.
Kita tahu benar bahwa saksi kebenaran Imam Mahdi yang dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw adalah gerhana matahari dan bulan pada bulan Ramadhan di tahun yang sama.[1] Kedua gejala alam ini telah terjadi sekitar 3-4 tahun setelah pendakwaan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan yakni pada tahun 1311 H yang bertepatan dengan 1894 M.
Namun kali ini penulis tidak akan membahasnya, yang penulis bahas pada tulisan ini adalah gejala alam lain yang sebenarnya juga mendukung kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. Gejala alam tersebut adalah Bulan Purnama.
Pertama-tama, kita akan bahas firman Allah Ta’ala pada surat Al-Syams ayat 2-3,
وَالشَّمْسِ وَ ضُحَاهَا وَ الْقَمَرِ اِذَا تَلَاهَا
Artinya: “Demi matahari dan sinarnya dipagi hari. (dan) Demi bulan apabila mengiringinya.”
Matahari adalah pusat dari sistem tata surya kita. Matahari mampu mengeluarkan cahayanya sendiri, ia tidak memantulkan cahaya dari benda angkasa lainnya sedangkan planet-planet mengikutinya.
Adapun bulan selalu mengitari bumi dan bumi selalu mengikuti matahari. Bulan tidak mampu menciptakan cahayanya sendiri. Apa yang ia lakukan adalah memantulkan cahaya yang ia terima dari matahari lalu ia sampaikan ke atas bumi.
Dalam tafsir kabir jilid 09 cetakan tahun 2004 halaman 09-20 yang membahas ayat di atas, Hazrat Muslih Mau’ud ra. bersabda bahwa salah satu makna kata matahari adalah Nabi Muhammadsaw.
Beliau adalah matahari rohani yang bersinar terang benderang sehingga beliau adalah pusat dari sistem kerohanian sedang kata duha (sinar) bisa berarti syariat, akhlak dan kebenaran. Ayat lain pun mendukungnya, coba kita lihat QS. Al-Ahzab ayat 46-47:
“Wahai Nabi! Sesungguhnya kami telah mengutus engkau sebagai saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Dan sebagai penyeru kepada Allah dengan perintah-Nya, dan sebagai matahari yang memancarkan cahaya”
Lalu apa makna dari kata “bulan yang mengikutinya”? Bulan yang dimaksud adalah wujud-wujud yang kelak hadir dari antara umat beliau yang akan memantulkan sinar syariat dan akhlak Rasulullah saw termasuk Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan.
Sedangkan salah satu makna talaha(mengikuti/mengiringi) pada ayat diatas adalah kondisi saat bulan memantulkan secara sempurna seluruh sinar matahari yakni saat bulan purnama yang biasa terjadi pada tanggal 14, 15 dan 16 (kalender qomariyah)[1].
Matahari Rasulullah saw memancarkan sinarnya yang mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Rasulullah saw mampu menghasilkan sinar pribadi (tidak mengikuti syariat Nabi sebelumnya tapi memiliki syariat sendiri).
Sedangkan rembulan dikatakan ‘mengikuti/mengiringi matahari’, hal ini menunjukan bahwa bulan tidak mampu bersinar tanpa memantulkan sinar dari matahari sebagaimana memang faktanya demikian. Oleh karena itu wujud-wujud yang datang setelah beliau hanya bisa bersinar dengan memantulkan sinar (syariat,akhlak,kebenaran) matahari Rasulullah saw.
Itulah mengapa Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan pasti tidak akan membawa syariat baru dan mesti mengikuti, memantulkan dan mengiringi syariat Nabi Muhammad saw. dari ayat ini kita tarik kesimpulan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah matahari dan Al-Masih yang beliau janjikan adalah rembulan.
Kita ketahui bahwa rembulan mencapai puncaknya yakni purnama pada malam ke-14 ditiap bulan pada kalender Qomariyah. Bulan pada malam ke-14 disebut “Badar” dalam bahasa Arab dan Urdu. Bulan yang mampu memantulkan sinar matahari secara sempurna pada malam ke-14 mengindikasikan tentang seseorang yang mampu memantulkan cahaya Rasulullahsaw dengan sempurna akan sangat terkait dengan angka 14.
Pertanyaannya apakah malam ke-14 ? tahun ke-14 ? dekade ke-14 atau abad ke-14 setelah kewafatan Hd. Rasulullahsaw ? Dalam hadits, Rasulullah menyampaikan bahwa Mujadid[2] akan datang pada setiap permulaan abad jadi dalam hal ini perhitungan abad-lah yang paling pas untuk digunakan.
Oleh karena itu sangat logis bila sosok Mujadid akbar yakni Al-Masih dan Imam Mahdi sebagai bulan yang mampu memantulkan sinar matahari Rasulullah saw secara sempurna pasti muncul pada abad ke-14 Hijriah sebagaimana hukum alam berlaku pada bulan jasmani.
Ingat ! makna talaha juga mengisyarahkan pada kondisi bulan purnama. Oleh karena itu sebagaimana bulan purnama terjadi pada malam ke-14 maka Al-Masih sebagai bulan rohani Rasulullah saw harus muncul pada abad ke-14 Hijriah setelah kewafatan Rasulullah saw.
Dalam Sastra Nusantara, seorang insan kamil yakni manusia sempurna yang telah menyadari tujuan penciptaannya juga diibaratkan sebagai “bulan purnama” yang mampu memantulkan cahaya dengan sempurna. Perhatikan sajak berikut ini:
sentek pisan wus rampung,//tanggal pisan purnama sidi,//panglong grahana lintang,//Iku semunipun,//kang sampun awas ing cipta.
(Sekali singgung sudah tamat,//tanggal satu bulan purnama,//tidak kurang gerhana bintang,//itulah lambang,//manusia yang sudah waspada akan ciptanya).[2]
Kemudian ada pertanyaan “Apakah ada ayat Al-Quran lainnya yang menyinggung abad ke-14 sebagai dukungan argumentasi dan tafsir diatas” ? Pernahkah pembaca yang budiman perhatikan ayat Al-Quran yang tertera pada bendera Jamaah Ahmadiyah? Ayat Al-Quran itu adalah QS. Ali Imran ayat 124 berikut ini,
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللهُ بِبَدْرٍ وَ اَنْتُمْ اَذِلَّةٌ
Artinya: “Dan Sungguh, Allah telah menolong kamu pada “Badar” padahal kamu dalam keadaan lemah.”
Makna ayat di atas sebenarnya jauh lebih luas dari sekedar menolong pada perang Badar. Bila Badar dalam arti bulan malam ke-14 yang kita gunakan sebagai tafsir lain selain perang Badar, maka kita dapati bahwa pertolongan Allah yang agung lagi dahsyat akan turun kepada umat muslim pada abad ke-14 dengan diutusnya Al-Masih yang dijanjikan.
Adakah pertolongan yang lebih besar daripada diutusnya seorang utusan Tuhan saat kita lemah dan hina secara rohani ? Jelas tidak ada. Adalah Sunah dari Allah Ta’ala bahwa Dia menurunkan utusan-Nya saat bumi membutuhkannya disebabkan keburukan yang telah melanda.
Apakah ada yang bisa membuktikan kalau zaman kita sekarang jauh lebih baik dari zaman para Nabi dulu sehingga tidak perlu Nabi ? Penyembahan berhala dan hawa nafsu duniawi, negara-negara berperang, terorisme dan bunuh diri atas nama agama, banyak terjadi penganiayaan, pernikahan sejenis dilegalkan, kecurangan dalam timbangan, monopoli ekonomi, kesombongan suatu negeri akan kejayaan dan kemampuannya adalah alasan kenapa para Nabi diutus untuk meluruskan umat dan membawa mereka kembali pada-Nya.
Sekarang apakah ada yang bisa mengatakan kalau hal-hal tersebut tidak terjadi di zaman ini sehingga tidak diperlukan seorang Nabi muncul? Justru di zaman inilah keburukan-keburukan tersebut mencapai puncaknya. Jika dulu saja Allah mengutus Nabi untuk meluruskannya maka sesuai sunah-Nya zaman ini pun sangat memerlukan Nabi atau utusan Tuhan untuk meluruskan keburukan-keburukan tersebut.
Ada yang mengatakan “kami memiliki Al-Quran dan hadits Rasulullah sehingga tidak perlu ada lagi utusan Tuhan”. Penulis bertanya “kenapa banyak sekali Nabi muncul setelah Nabi Musa as padahal mereka memiliki Taurat yang sempurna saat itu sebagai rujukan hukum syariat untuk mereka?”
Memang kitab suci itu sempurna namun orang-orang dari umatnya tidaklah sempurna maka untuk memahami ayat-ayat kitab suci kita memerlukan seorang utusan Tuhan langsung. Hanya dia yang disucikan Tuhan yang mampu menguak makna yang benar dari ayat-ayat Tuhan (QS.Al-Waqiah:80).
Maka ayat QS Ali Imran : 124 telah sempurna dengan diutusnya Hd.Masih Mau’udas pada abad ke-14 sebagai abad Badar. Hal ini disampaikan oleh Hd. Masih Mau’udas pada makalah beliau alaamatul muqorrobin.[3] Itulah mengapa Nabi Isa ibnu Maryamas muncul 14 abad setelah kewafatan Nabi Musaas yang menyampaikan Taurat sebagai rujukan hukum syariat masa itu.
Maka Al-Masih yang dijanjikan untuk umat muslim pun harus muncul pada abad ke-14 setelah kewafatan Rasulullahsaw sebagai permisalan Al-Masih Musawi.
Sumber:
[1] Gerhana Matahari dan Bulan dinubuatkan oleh QS. Al-Qiyamah : 7-10; Injil Matius 24:29; dan dijelaskan oleh Rasulullah saw yang tertera pada kitab hadits Daru Qutni halaman 188
[2] “Sesungguhnya Allah Ta’ala senantiasa akan membangkitkan untuk umat ini, pada setiap akhir abad (awal abad baru) seorang yang akan mentajdid agamanya”. (Sunan Abu Daud No. 4291 hadits ini dishahihkan oleh Abu Daud dan Al-Albaani)
[3] Alamatul Muqorobin, karya Mirza Ghulam Ahmad as. Terjemahan Mln. Abdul Karim Munim hal. 17
Catatan:
Menurut
Hadis, Al-Masih yang dijanjikan dan Imam Mahdi adalah satu orang yang sama. Sebagaimana
tertulis “la mahdiya ila isa/tidak ada Mahdi melainkan Isa jua”(HR.Ibnu
Majah, dirawikan oleh Imam Syafi’i) dan “yusyiku man ‘asya minkum an-yalqo
ibna maryama imaman mahdiyan wa hakaman adalan/telah dekat waktunya bagi
orang yang hidup diantaramu (umat Islam) bahwa kalian akan bertemu dengan Isa
Ibnu Maryam yang menjadi Imam Mahdi dan Hakim yang adil” (HR.Ibnu Majah,
dirawikan oleh Imam Ahmad bin Hambal). Keterangan ini penulis peroleh dari buku
Kebenaran Al-Masih Akhir Zaman karya Mln. Rahmat Ali, HA.OT. ra. cetakan ke-dua
tahun 2017 halaman 80-81.
[1] Mahmud Ahmad, Basyirudin.2004.Tafsir Kabir jilid 09. Print Well: Amritsar. (halaman 10)
[2] https://id.wikibooks.org/wiki/Tafsir_Simbol-Simbol/Buku,_Bulan_Purnama,_dan_Gerhana_Bintang yang diakses pada tanggal 25 September 18.