Sang Pengawas Sejati

630

Dunia yang menawarkan berbagai pesona keindahan, kenyamanan, hingga kenikmatan memancing hasrat untuk bertekuk lutut padanya. Kiranya, tak salah mengarungi samudera dunia sebagai sarana mencapai kehidupan kekal di akhirat kelak. Namun tak pelak, alih-alih sebagai sarana, justru karena candu pesonanya, dunia dijadikan tujuan semata. Tanpa berfikir lagi, bagaimana kehidupan di akhirat kelak.

Ya, kehidupan saat ini dengan segala tuntutan untuk mencapai puncak hasrat pesona dunia, kiranya banyak melunturkan nilai Agama. Agama hanya sekedar sebagai identitas, atau bahkan ibadah yang diwajibkan dalam Agama pun hanya dijadikan sebagai rutinitas, tanpa meninggalkan jejak di dalam hati. Sehingga tanpa disadari, manusia tetap jatuh melakukan keburukan hingga kekejian demi untuk mencapai pesona dunia. Lalu, apa yang harus dilakukan agar dunia hanya sebagai sarana, dan tak menggoda untuk jatuh pada keburukan?

Allah Ta’ala berfirman dalam surah An Nisa ayat 2 :

innallah ‘alaikum raqiyba.

Yang artinya “Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasimu”.

Jika sebaris firman ini senantiasa ditanamkan di dalam hati, jangankan untuk melakukan keburukan, melakukan suatu hal saja yang masih diragukan benar atau salahnya, sejatinya enggan untuk dilakukan. Mengapa? Karena Allah Ta’ala mengawasi. Dan Dia adalah sebaik – baiknya Pengawas.

Khalifatul Masih pertama, Hz. Maulana Hakim Nuruddin bersabda:

“Jika kamu memperhatikan bahwa Allah merupakan  pengawas atas hal kamu maka kamu akan bisa selamat dari setiap corak  perbuatan keji dan keburukan yang bisa melemparkan jauh dari ketakwaan. Perhatikanlah, di hadapan seorang manusia  agung seorang  tidak bisa memiliki keberanian melakukan keburukan . Setiap pelaku  keburukan ingin menyembunyikan keburukannya. Kemudian kalau mengimani Allah sebagai raqiyb-Yang Maha Mengawasi dan bashiyr-Yang Maha melihat dan  beriman dengan sejati pada –Nya maka dia akan selamat dari perbuatan seperti itu.”

Sejatinya, apabila Allah Ta’ala senantiasa dihadirkan dalam mengarungi samudra dunia ini, manusia akan selamat dari cengkraman keburukan dan kekejian demi mencapai pesona dunia. Segala yang dijalani tentunya akan sesuai dengan rambu-rambu yang telah lama Agama siapkan. Dunia pun hanya dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kehidupan indah di akhirat kelak. Sebesar apapun godaan duniawi, hingga selicik dan sepicik apapun jalan yang disiapkan untuk menempuhnya. Manusia tak akan berani menjalaninya, karena menyadari Allah Ta’ala senantiasa mengawasi.

Allah Ta’ala juga berfirman dalam surah Qaf ayat 17 yang artinya:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan kepadanya oleh pikirannya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

Sejatinya, inilah realitanya, Allah Ta’ala tak sekedar mengawasi, namun Allah mengetahui hingga jauh kedalam apa yang dipikirkan oleh manusia. Kiranya dihadapan sesama manusia, mulut dapat beretorika. Sehingga dapat begitu berkesan tanpa tahu apa sejatinya yang ada di dalam pikirannya. Namun Allah Ta’ala? Dialah satu-satunya Zat yang tak bisa dimanipulasi. Karena sejatinya Dia tahu apa yang ada didalam pikiran manusia.

Apabila diresapi, begitu mengerikannya pesona dunia hingga dapat menggoda manusia untuk jatuh kedalam keburukan hingga kekejian demi untuk mencapainya. Sejatinya, pilihannya ada pada manusia sendiri, apakah akan terus menapaki fananya dunia ini dengan menghalalkan berbagai cara sehingga sadar atau mungkin tanpa disadari, jatuh di dalam keburukan dan kekejian atas nama pesona dunia. Atau mencoba meresapi, bahwa Allah Ta’ala senantia mengawasi dan lebih dekat dari urat leher manusia sendiri, sehingga tak mampu lagi atau bahkan enggan untuk jatuh dalam keburukan. Satu hal yang begitu pasti, kehidupan akhiratlah yang kekal,  yang menanti manusia berjuang mengarungi samudra dunia ini.


Penulis             : Mutia Siddiqa Muhsin

Referensi          : https://ahmadiyah.id/raqib-allah-memperhatikan-ciptaan-nya

Gambar : Jonathan Borba on Unsplash