Pemaksaan Berjilbab Bukan Ajaran Islam

6819

Rosa Folia menulis artikel di website vice.com edisi bahasa Indonesia yang berjudul “Pengakuan Perempuan yang Mengidap Gangguan Psikologis Akibat Dipaksa Berhijab.” Rosa menceritakan kisah seorang psikolog di Bandung, Ifa Hanifah Misbach, yang dipaksa memakai jilbab oleh keluarganya. Ifa mengaku dia dibully, dicemoohkan, disindir-sindir. Sampai suatu hari Ifa menulis puisi mengadu kepada Tuhan mengapa ia dipaksa memakai hijab. Ia menuliskan, “Jadi kayak mempertanyakan keadilan sama Tuhan. Kalau gitu gue minta aja sama Tuhan [buat] jadi anak laki-laki karena ribet banget jadi perempuan.” Kemudian Ifa merasa kalau perempuan tidak berjilbab itu akan masuk neraka karena mereka tidak mau menutupi aurat. Pada akhirnya, dia melepaskan jilbabnya karena ia tidak mau “munafik” pada Tuhan. Ifa menuturkan, “Makanya aku buka [jilbab], muak soalnya. Gue enggak mau gue cari aman, gue enggak diomongin sebagai good girl si sholehah itu, tapi gue munafik sama Tuhan gue.” [1]

            Di Instagram Vice Indonesia, banyak sekali orang yang mengomentari tulisan ini. Memang. masalah hijab akan selalu menjadi isu yang sensitif. Lantas, apakah orang tua boleh memaksa anaknya untuk berjilbab karena ini merupakan perintah Allah? apakah seorang Muslimah yang tidak berjilbab pasti akan masuk neraka?

            Islam melarang semua pemaksaan dalam hal agama karena kesadaran akan ajaran agama seharusnya datang dari hati. Pemaksaan tidak akan membuat seseorang mengerti apa manfaat dari suatu perintah Allah. Yang harus orang tua lakukan adalah mendidik anaknya dengan hikmah dan alasan logis, mengapa Allah memerintahkan wanita Muslim untuk berjilbab. Sebelum menjelaskan mengenai tujuan jilbab, hendaknya dijelaskan bahwa Islam mengajarkan rambu-rambu dalam pergaulan.  Harus ada batasan interaksi antara pria dan wanita yang bukan muhrim. Kalau mereka berinteraksi dengan bebas akan terjadi keburukan seperti hubungan di luar pernikahan. Dampak negatif dari hubungan bebas ini adalah penyakit berbahaya seperti AIDS. Kemudian jelaskan juga bahwa Islam mengajarkan hubungan antara pria dan wanita harus dijalankan dalam bentuk pernikahan bukan hanya berhubungan bebas tanpa alasan yang jelas.

            Orang tua juga bisa menerangkan pada anak-anaknya bahwa Islam mencegah keburukan akhlak dari akarnya. Ibaratkan seperti membangun rumah. Semua bahan fondasi harus dipilih dengan baik agar rumah terbangun kokoh. Kalau fondasinya berkualitas buruk maka rumahnya bisa rubuh. Demikian juga dengan ajaran Islam, semua ajarannya mencegah Muslim dari perbuatan buruk. Ketika pria dan wanita berinteraksi secara bebas, keburukan akan terjadi.

            Oleh karena itu perintah Allah dalam Al-Quran adalah pria menundukan matanya pada wanita yang bukan muhrimnya. Pria dan wanita yang bukan muhrim tidak boleh berdua dalam suatu ruang, sesuai dengan hadith “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah bertemu dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya karena sesungguhnya yang ketiga adalah syaitan.” (HR. Ahmad)  [2] Yang dimaksud syaitan di hadith ini adalah hawa nafsu yang muncul ketika wanita dan pria, keduanya saling bertemu tanpa ada orang ketiga.

            Pasti akan timbul pertanyaan, setelah pria dan wanita Muslim tidak berinteraksi berdua, mengapa hanya wanita yang diperintahkan memakai jilbab, baju longgar dan tidak menggunakan make-up? Ini karena Allah mencipatakan wanita sebagai makhluk yang indah. Ibaratnya perhiasan termahal di dunia, tidak akan ada orang waras yang menyimpan kotak perhiasan berisikan mutiara di luar rumahnya. Kecantikan wanita itu sangat sakral jadi hanya suami dan keluarganya saja yang patut melihatnya, oleh karena itu wanita Muslim diperintahkan untuk menutupi kecantikan dan auratnya.

            Jika seseorang begitu berhati-hati melindungi barang mahal yang ia miliki, kecantikan wanita pun harus dilindungi karena hal tersebut jauh lebih berharga daripada perhiasan termahal di dunia.  Inilah alasan logis dibalik perintah menutup aurat yang diaplikasikan dengan memakai jilbab, baju longgar, tidak menggunakan make-up.

             Mengenai surga dan neraka, dalam Islam jelas ajarannya bahwa hanya Allah yang mengetahui siapa yang akan masuk surga dan neraka. Hanya Allah yang mengetahui siapa orang yang soleh dan yang tidak. Jadi, tidak ada manusia yang bisa memastikan bahwa mereka yang tidak memakai jilbab akan dimasukan ke neraka.

Kesalah-pahaman tersebutlah yang menyebabkan Rosa Falia, atau wanita manapun akan marah. Mereka akan merasa diperlakukan tidak adil karena pemaksaan jilbab dan ancaman masuk neraka ini. Khalifah Muslim Ahmadiyah yang kedua, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmadiyah, menjelaskan jika suatu hari wanita diperlakukan tidak adil, hati nurani mereka akan memberontak dan menuduh Islam tidak pernah memberikan hak-hak yang pantas ia dapatkan, jadi solusi yang paling tepat adalah meninggalkan Islam. [3] Dari wejangan emas ini, bisa kita simpulkan yakni pemaksaan jilbab adalah hal yang salah.


Oleh : Khalida Jamilah

Sumber :

[1] Rosa Folia. “Pengakuan Perempuan yang Mengidap Gangguan Psikologis Akibat Dipaksa Berhijab.”https://www.vice.com/id/article/5dpv38/pemaksaan-berjilbab-bisa-memicu-gangguan-psikologis-body-dysmorphic-disorder-benci-tubuh-sendiri

[2] https://www.academia.edu/9751292/HADIS_TENTANG_WANITA_DAN_LAKI

[3] Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba). Address to UK Lajna Ijtema, October 27, 2014. https://www.alislam.org/press-release/lajna-imaillah-uk-ijtema-concludes-in-london-with-address-by-hazrat-mirza-masroor-ahmad-aba/

Sumber Gambar : cirebon.pikiran-rakyat.com