Kesalahan Presepsi tentang Nikmat Surga

1901

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَآأُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ

Seorang manusia yang beramal saleh, tidak mengetahui nikmat-nikmat apa saja yang tersembunyi baginya (QS. Al-Sajadah:18). Menurut ayat ini, Allah Ta’ala telah menyatakan bahwa nikmat-nikmat itu tersembunyi, yang tidak ada contohnya di antara nikmat-nikmat dunia. Artinya, nikmat tersebut berbeda dengan sesuatu yang terlihat seperti susu, delima, anggur. Jadi barang siapa yang menganggap bahwa surga adalah kumpulan benda-benda dunia, berarti dia tidak mengetahui satu huruf pun Alquran suci. 

Dalam penjelasan ayat ini, Nabi kita Muhammad saw. bersabda bahwa surga dan nikmat-nikmatnya merupakan benda-benda yang tidak pernah terlihat, tidak pernah terdengar, dan tidak pula pernah terlintas di dalam hati. Jadi, adalah suatu kesalahan apabila anda menanggap bahwa di dalam surga nanti akan ada susu yang diperah dari sapi-sapi. Seakan-akan di sana terdapat gerombolan ternak penghasil susu. Di atas pohon-pohon bergelayutan sarang-sarang lebah, dan malaikat mencari lalu mengambil madu lalu menuangkannya ke dalam sungai. 

Memang, di ayat lain Allah Ta’ala berfirman:

وَبَشِّرِ الّذِيْنَ أَمَنُوْ وَعَمِلُواالصَّلِحَتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّا تٍ تَجرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَ نهَر كُلَّمَأ رُزِقُوْمِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوْاهَذَاالَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوْا بِهِ مُتَشَا بِهٌا

“Yakni, sampaikanlah khabar suka kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan yang tak mempunyai cela sedikitpun, bahwa mereka adalah pewaris surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di akhirat, ketika mereka akan mendapat buah-buahan yang telah mereka peroleh dari pohon di dalam kehidupan di dunia ini juga, mereka berkata  ini juga buah-buahan yang telah diberikan kepada kami dahulu sebab mereka akan mendapat buah-buah itu sama dengan buah buahan sebelumnya “ (QS. Al-Baqarah:26).

Anggapan bahwa yang dimaksud buah-buah yang dahulu itu merupakan nikmat-nikmat dunia adalah keliru sekali serta bertentangan dengan ayat QS. Al-Sajadah:18. Jadi, maksud ayat ini adalah Allah Ta’ala menerangkan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka telah membangun sebuah surga dengan tangan mereka sendiri yang pohon-pohonnya adalah iman dan sungai-sungainya adalah amal-amal saleh. Buah-buah yang dilahirkan dari pohon inilah yang akan mereka makan di masa mendatang. Dan dikarenakan mereka telah memakan buah-buah itu di dunia, oleh karenanya mereka akan mengenali buah-buah tersebut di surga nanti, dimana mereka berkata, “tampaknya ini adalah buah-buahan yang kami makan sebelumnya.” 

Jadi, apa hakikatnya buah yang dimakan orang-orang saleh tersebut di dunia? Jawaban adalah kecintaan serta kasih sayang Tuhan di dunia. Dan dikarenakan mereka telah mencicipi kelezatan cinta dan kasih sayang Tuhan di dunia, mereka akan menemukannya lagi kelak di surga nanti. Ciri-ciri orang-orang shaleh adalah mereka memiliki jiwa yang tenteram. Sesuai dengan Firman Allah :  يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ * ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau! (Al Fajr, 89: 28-29). Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Jemaah Muslim Ahmadiyah, menjelaskan bahwa ketenteraman ini diperoleh karena dekatnya hubungan dengan Allah Ta’ala. Kebanyakan orang secara lahiriah merasakan tenteram setelah menghasilkan sesuatu dari Pemerintah, sedangkan sarana ketenteraman bagi kebanyakan orang lain adalah berupa anak-anak, keluarga dan orang-orang yang tinggal di sekitar lingkungan mereka. Tetapi semua itu tidak dapat menciptakan ketenteraman yang sejati, melainkan seperti seorang sakit yang dahaga (kehausan) mencari ketenteraman dari orang-orang itu namun perasaan dahaganya semakin bertambah terus dan tidak pernah merasa tenteram bahkan akhirnya binasa disebabkan suatu penyakit.

Namun di pihak lain Allah Ta’ala berfirman, bahwa manusia yang mendapat ketenteraman setelah meraih qurb (kedekatan) Ilahi, sekalipun ia memiliki kekayaan yang luar biasa banyaknya, dia tidak mempedulikannya sebesar zarrah-pun dibandingkan dengan Allah Ta’ala Yang Mahakuasa. Dunia bukan tujuan utama-nya. Dia mencari ketenteraman sejati yang terdapat pada Zat (Wujud) Allah Ta’ala.


Penulis : Abdurahman

Referensi : Filsafat Ajaran Islam

Sumber Gambar : Unplash