Eksistensi Jin: Zahir Secara Fisik Atau Hanya Ilusi Metafisik?

4007

Si Fulan dan keluarganya baru saja menempati rumah tua yang lama tak berpenghuni. Rumah yang cukup besar dengan corak arsitektur Indies khas zaman kolonial Belanda. Namun sayang, temboknya banyak yang keropos dan catnya terkelupas. Ilalang setinggi manusia yang berserakan menandakan rumah itu jarang diurus. Tapi yang membuatnya sejuk adalah pohon beringin raksasa yang berdiri tegak di halaman rumah. Hanya berselang beberapa minggu, si Fulan memutuskan untuk pindah karena ia merasa tak nyaman dan kerap ‘diganggu’ sosok tak kasat mata menyerupai gadis berparas Indo dan perempuan berambut panjang dengan gaun putih yang berdiam di sudut dapur rumah itu.

            Banyak orang yang mengisahkan cerita senada dengan narasi fiktif seperti ilustrasi di atas. Ketika membahas hal-hal berbau mistis, makhluk halus adalah tokoh utama yang diperbincangkan, lalu dikait-kaitkan dengan keberadaan bangunan tua, fenomena kematian, urban legend, aktivitas paranormal, satanologi, hingga menyeret agama dan kepercayaan.

Masyarakat banyak yang menyebut makhluk tersebut adalah Jin. Kata Jin [ جِن ] berasal dari bahasa Arab, artinya ‘yang terselubung/tersembunyi’, sehingga banyak yang menganggap hantu sebagai jin. Masyarakat awam menggambarkan ‘mereka’ sebagai figur yang mengerikan dan menakutkan serta meyakininya sebagai arwah orang meninggal yang masih berkeliaran di alam nyata, ada pula yang meyakini bahwa jin adalah makhluk Tuhan yang sifatnya ghaib dan hidupnya berdampingan dengan makhluk nyata, hanya saja dalam dimensi yang berbeda.

            Dari perspektif antropologi, makhluk halus erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat lokal seperti animisme. Hal ini terjadi juga di negara-negara lain, seperti Malaysia, Thailand, Jepang bahkan Amerika Serikat. Tak heran jika sosok yang digambarkan dari setiap negara berbeda-beda, tergantung dari cerita rakyat dan budaya yang lahir dari daerah tersebut. Jika masyarakat Indonesia mengenal ‘Kuntilanak’ sebagai sosok hantu perempuan berambut panjang mengenakan gaun putih, maka ada ‘Drakula’ yang dikenal oleh masyarakat negara barat sebagai sosok hantu pria berjubah dengan kerah tinggi dan taring yang panjang.

            Diskursus mengenai hantu berkembang pesat di kalangan cendekiawan agama dan praktisi supranatural (paranormal). Saling kuat berargumen soal eksistensi jin tak menjadikan topik ini tergerus zaman digital yang serba realistis dan sarat akan revolusi pola berpikir ke arah yang logis. Selalu ada ruang untuk membahas jin dan produk-produk metafisika lainnya. Sebuah penelitian tahun 2013 mengungkapkan bahwa 43% masyarakat di Amerika Serikat percaya akan eksistensi hantu1.

            Namun pertanyaannya adalah apakah jin benar-benar nyata adanya? Atau hanya sekadar kesaksian orang-orang tertentu saja? Adakah penjelasan saintifik tentang keberadaan hantu? Bagaimana Islam memandang jin?

Perihal kesaksian beberapa orang tentang adanya makhluk halus dan gejala keberadaannya, psikolog asal Newcastle, Inggris, mengatakan bahwa pengalaman ini bisa merupakan sebuah halusinasi. Ketika otak berada dalam tekanan dan menerima kekacauan informasi yang dihantarkan dari sistem indera, maka disitulah otak mengalami proses bottom-up dan terkadang menjumpai makna dalam hal-hal yang tidak berarti. Ini dikenal sebagai pareidolia yang gejalanya mirip ketika melihat orang menari-nari mengenakan dress padahal hanya gordin yang tertiup angin2.

            Dilansir dari tirto.id, Michael Persinger (ahli syaraf Kanada) mempelajari keterkaitan efek medan elektromagnetik dengan persepsi orang terhadap hantu. Dalam penelitiannya di laboratorium, ia menggunakan helm yang dipasang di kepala partisipan. Ada hal yang berkaitan dengan pola aktivitas tidak wajar di lobus temporal otak, ia menemukan beberapa pola medan magnet lemah di kepala seseorang. Ternyata getaran frekuensi infrasonik menyebabkan ketidaknyamanan fisiologis. Ahli psikolog mengaitkan suara kebisingan lalu lintas di dekat tempat tinggal dengan disorientasi, perasaan panik, tekanan darah dan efek psikis lainnya seperti perasaan ‘dikunjungi hantu’3.

            Berbicara soal jin, sebuah penelitian di Malaysia membahas perihal jin sebagai sebuah entitas kepercayaan yang diyakini masyarakat Melayu dipadukan dengan narasi keagamaan sebagai landasan keyakinan atas eksistensi jin. Kepercayaan ini tidak serta merta murni hasil interpretasi dari ajaran agama, namun terakumulasi dengan kebudayaan tradisional dan pengaruh agama-agama lain yang membawa unsur animisme. Masyarakat melayu juga meyakini bahwa entitas jin adalah bagian dari hantu, seperti hantu air, hantu laut, hantu busut, hantu puntianak, hantu monyet dan sebagainya4.

            Secara khusus, Islam dalam Al-Quran juga membahas risalah jin. Namun, apakah interpretasi jin menurut Al-Quran sama dengan narasi-narasi di atas sebagaimana jin adalah sosok hantu nan menakutkan? Surah Al-An’am ayat 113 berikut ini menjelaskan hakikat jin:

“Dan dengan cara demikian Kami telah menjadikan di antara manusia dan jin musuh bagi setiap nabi. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya perkataan indah untuk mengelabui. Dan jika Tuhan engkau menghendaki, mereka tidak akan mengerjakannya; maka biarkanlah mereka dengan apa yang mereka ada-adakan.” (QS 6:113)

            Dalam tafsir ayat tersebut, jin merujuk kepada orang-orang besar yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata dan tidak berbaur dengan mereka, bisa dikatakan tersembunyi dan terselubung. Sedangkan ins mengisyaratkan orang-orang awam atau rakyat jelata.

            Sedangkan dalam surah Al-Jinn ayat 2, ditafsirkan bahwa jin juga merujuk pada segolongan orang-orang Yahudi dari Nashibin. Mereka bukan bangsa Arab karena merupakan orang-orang asing. Dan berdasarkan tafsir Al-Quran, perangai jin seperti ‘api’ bukan secara harfiah tercipta dari api sungguhan, sebagaimana dalam surah Al-Hijr ayat 28 yang artinya, “Dan sebelumnya telah Kami jadikan jin dari api angin yang panas.”

            Sejalan dengan pemaknaan jin dalam Al-Quran, Hazrat Khalifatul Masih IV rh juga mendefinisikan jin sebagai sesuatu yang terselubung, tersembunyi dan hidup terpisah dari masyarakat umum. Huzur rh juga mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengingatkan orang-orang untuk tidak mensucikan diri mereka dengan bongkahan tulang atau kotoran hewan karena di dalamnya terdapat jin. Jin yang dimaksud adalah mikroorganisme/bakteri yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang atau tersembunyi5.

            Dalam kesempatan Mulaqat, Huzur rh juga bersabda bahwa banyak orang yang mengklaim jin sebagai makhluk ghaib yang kapasitasnya berbeda dengan manusia, diciptakan dari api tapi di dalamnya tidak dijumpai api. Padahal dalam Al-Quran dijelaskan bahwa hakikat penciptaan jin terbuat dari api adalah sifat dan perangainya yang seperti api. Inilah pemahaman separuh konsep dari yang diajarkan oleh Al-Quran Karim. Namun bilamana kita melihat suatu penampakan (makhluk ghaib), tidak ada hak untuk kita mengingkarinya. Dan anggapan bahwa makhluk tersebut dapat menguasai diri manusia merupakan hal yang keliru. Beliau rh juga mengungkapkan bahwa ini bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan, namun apabila kita mengalami hal tersebut (melihat wujud penampakan makhluk ghaib) bukan menjadi masalah6.

            Kita meyakini sepenuhnya bahwa Al-Quran Karim berisi ajaran yang sempurna dan kebenaran mutlak terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, perwujudan jin sebagai makhluk halus/hantu dengan berbagai perangainya bertentangan dengan Al-Quran. Jin dapat zahir secara kasat mata karena sejatinya jin merupakan makhluk yang hidupnya terselubung dan jauh dari kehidupan masyarakat awam, contohnya telah diulas di atas.

            Mengenai pengalaman supranatural yang dialami banyak orang tentang eksistensi hantu, telah diungkapkan bahwa peristiwa tersebut merupakan gejala psikologis seperti halusinasi dan sugesti. Namun berkenaan dengan sabda Huzur rh untuk meyakini adanya wujud penampakan, kita tidak bisa memungkiri bahwa ada kemungkinan-kemungkinan terjadi fenomena metafisika yang melibatkan gelombang elektromagnetik alam dan bioelektrik tubuh manusia seperti merasakan residual energi sebagai bentuk manifestasi peristiwa masa lalu yang terkesan muncul kembali.


Oleh: Umar Farooq Zafrullah

Sumber:

  1. Radford, Benyamin. 2017. Are Ghosts Real? — Evidence Has Not Materialized. (Online) https://www.livescience.com/26697-are-ghosts-real.html Diakses tanggal 12 April 2020
  2. Hulick, Kathryn. 2019. The Science of Ghosts. (Online) https://www.sciencenewsforstudents.org/article/science-ghosts Diakses tanggal 12 April 2020
  3. Firman, Tony. 2017. Bagaimana Sains Menjelaskan Penampakan Hantu? (Online) https://tirto.id/bagaimana-sains-menjelaskan-penampakan-hantu-cw3y Diakses tanggal 12 April 2020
  4. Amin, M. Z. M., & AL-HADITH, J. A. Q. D. (2014). Jin menurut perspektif Sunnah dan budaya Melayu: analisis kesan kepercayaan dalam kalangan remaja (Doctoral dissertation, Jabatan Al-Quran dan Al-Hadith, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya).
  5. Hazrat Mirza Tahir Ahmad. 1998. Revelation, Rationality, Knowledge and Truth. United Kingdom: Islam International Publications Limited
  6. Hazrat Mirza Tahir Ahmad. QnA Session. Dipublikasikan oleh MTA Internasional tanggal 18 Desember 1991.

Sumber Gambar: webcomics.net