Hadis Turunnya Nabi Isa, Layakah Dipercaya?

1641

Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, Hazrat (Hz.) Mirza Ghulam Ahmad as. begitu aktif dan tekun dalam mempelajari Al-Qur’an dan menulis banyak buku. Selama hidupnya, lebih dari 80 buku ditulis oleh beliau as., salah satunya adalah Syahadatul Qur’an.

Buku ini ditulis oleh beliau as. karena ada pertanyaan sekaligus pernyataan dari seseorang bernama Ata Muhammad, yang menulis surat tahun 1893 kepada Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. Isi suratnya adalah “Apakah ada dalil-dalil bahwa Anda lah sosok Almasih Yang Dijanjikan itu? Ataukah ada wujud Almasih lain yang wajib bagi kita untuk menantikan kedatangannya?”

Ata Muhammad yakin bahwa Nabi Isa a.s. pada hakikatnya telah wafat sebagaimana telah jelas terdapat di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, tetapi ia mengingkari akan ada sosok yang datang dalam umat Islam dengan menyandang nama Isa.

Ata Muhammad yakin bahwa di dalam hadits memang terdapat kabar suka tentang hal ini. Tetapi, ia berpandangan bahwa perkataan hadits tersebut tidak layak dipercaya karena hadits tersebut dikumpulkan setelah kurun waktu yang lama dan kebanyakan darinya adalah kumpulan hadits ahad (satu perawi di tiap generasi) sehingga tidak meyakinkan.

Ata Muhammad berkesimpulan bahwa keberadaan kabar suka kedatangan Almasih Yang Dijanjikan yang terdapat jelas dalam hadits adalah suatu kebenaran yang tidak pasti. Maka, di dalam buku ini, beliau as. sendiri menjawab tiga pertanyaan besar:

1. Apakah kabar suka tentang kedatangan Almasih Yang Dijanjikan yang terdapat di dalam hadits-hadits itu tidak layak untuk dipercaya, dengan alasan kedudukan hadits-hadits tersebut telah jauh dari tingkatan yang mampu memberikan keyakinan?

2. Apakah di dalam Kitab Suci Al-Quran ada penyebutan terkait nubuatan ini ataukah tidak?

3. Apabila nubuatan ini merupakan suatu keyakinan yang telah pasti, maka  apakah bukti bahwa pemenuhan nubuatan ini adalah Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. sendiri?

Ulasan mengenai buku ini akan saya bagi menjadi tiga bagian. Tulisan pertama ini akan menyimpulkan jawaban Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. terhadap pertanyaan pertama.

1. Apakah kabar suka tentang kedatangan Almasih Yang Dijanjikan yang terdapat di dalam hadits-hadits itu tidaklah layak untuk dipercaya, dengan alasan kedudukan hadits-hadits tersebut telah jauh dari tingkatan yang mampu memberikan keyakinan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. menguraikan panjang lebar mengenai kesahihan hadits sebagai sebuah pedoman yang harus diyakini umat Islam. Beliau as. menjelaskan bagaimana para perawi hadits menyusun sistem khusus untuk bisa sampai ke kesimpulan yang meyakinkan. Banyak hadits yang disusun sebagai hadits ahad (satu perawi satu generasi), tetapi keshahihannya tidak diragukan karena tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.

Secara singkat saya berusaha gambarkan di sini bahwa para perawi menyusun hadits berawal dari pengamatan mereka. Hadits disusun ratusan tahun setelah wafatnya Hz. Rasulullah SAW. Berbagai perkataan, perbuatan, dan amal ibadah yang dilakukan beliau SAW. tentu terus diamalkan umat Islam bahkan ratusan tahun setelah kepergian beliau SAW.

Para perawi hadits menyaksikan dan mengamati hal ini, maka mereka pun berusaha mengumpulkan berbagai perkataan, perbuatan, dan amal ibadah Hz. Rasulullah SAW. tersebut dan menuliskannya demi kemurnian ajaran Islam bisa terjaga hingga kapanpun.

Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. menjelaskan:

“… asal mula sejarah Islam pun bersumber dari hadits-hadits. Oleh karena itu apabila kita tidak menaruh keyakinan pada penjelasan-penjelasan yang dikemukakan oleh hadits-hadits, maka kita pun pada akhirnya terpaksa harus tidak meyakini bahwa Hadhrat Abu Bakar, Hadhrat Umar, Hadhrat Usman, dan Hadhrat Ali (r.anhum) adalah sungguh merupakan para sahabat Nabi Saw, yang setelah kewafatan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw, mereka secara berurutan menjadi Khalifah, dan sesuai dengan urutan itu pula peristiwa kewafatan mereka. Oleh karena itu, bila kita tidak percaya mengenai penjelasan hadits-hadits, maka tidak ada alasan mendasar untuk meyakini wujud-wujud mereka, dan nama-nama tersebut adalah fiktif belaka.” (Hlm. 5)

Kemudian beliau menyatakan:

“Karena sesuai dengan perkataan Mia Ata Muhammad yang telah mengajukan keberatan, hadits-hadits ini semua adalah ahad (satu perawi tiap generasi) dan di dalam Kitab Suci Al-Quran tidak tertera nama-nama tersebut sehingga berdasarkan dasar dan kaidah yang dimiliki olehnya tersebut, maka mengapa perlu meyakini adanya wujud-wujud itu.” (Hlm. 6)

Karena itu, bila hanya karena hadits yang mengabarkan kedatangan Isa Almasih ke tengah-tengah umat Islam ini tidak cukup meyakinkan hanya karena hadits itu hadits ahad, maka hadits-hadits lainnya yang juga hadits ahad akan terkena imbasnya. Orang-orang yang tidak mempercayai hadits-hadits ahad, padahal hadits-hadits itu mencantumkan sejarah Islam, berarti sama saja mengingkari keberadaan para sahabat dan Khalifah penerus Hz. Rasulullah SAW.

Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. menjelaskan bagaimana para perawi menyusun hadits. Beliau as. menjelaskan, “… hakikat sebenarnya adalah, hadits merupakan suatu bagian dari mata rantai (silsilah) pengamalan dan merupakan penguat dari suatu peristiwa yang telah terjadi.” (Hlm. 9)

Lebih lanjut beliau as. menjelaskan:

“… mereka mencari dan meneliti bahwa apa saja ajaran-ajaran yang sejak masa permulaan Islam merupakan suatu mata rantai pengamalan yang berkesinambungan, dimana secara umum dunia pun meyakininya, maka kemudian setiap ulama penyusun hadits tersebut menekuni dan meneliti sanad-sanadnya. Dan mereka pada akhirnya telah menyodorkan hasilnya kepada semuanya bahwa yang dipahami dan diamalkan oleh umat Islam pada masa itu, bukanlah termasuk suatu bid’ah yang telah larut menyatu dalam Islam, melainkan hal itu sungguh adalah ucapan dan perbuatan yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Saw kepada para sahabat beliau dahulu.” (Hlm. 10)

Kemudian, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. menjelaskan lagi:

“… sebagaimana halnya seluruh Imam penyusun hadits pun telah menegakkan suatu pengaturan lain disamping silsilah mata rantai pengamalan ini yakni mereka telah menghubungkan amalan yang memiliki silsilah pengamalan ini untuk sampai pada ucapan Yang Mulia Rasulullah Saw dengan cara menyelaraskannya dengan kualitas kelurusan dan ketakwaan para perawi, ….” (Hm. 16)

Beginilah cara kerja para perawi dalam menyusun dan memastikan bahwa segala perkataan, perbuatan, dan amal ibadah Hz. Rasulullah SAW. yang dilaksanakan oleh umat Islam, juga sejarah Hz. Rasulullah SAW. dan para sahabat yang diyakini dan diceritakan umat Islam secara turun temurun selama ratusan tahun bahkan setelah kepergian beliau as. itu valid dan bukan bid’ah. Sebuah pekerjaan yang sangat panjang dan tidak mudah.

Setelah menjelaskan bagaimana para perawi bekerja sungguh-sungguh untuk memastikan kesahihan hadits dan salah satu contoh hadits ahad yang menceritakan sejarah Islam, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. pun mulai menjelaskan hadits-hadits ahad yang mengabarkan kedatangan Isa Almasih ke tengah-tengah umat Islam ini.

Beliau as. menyatakan:

“Setelah pendahuluan ini maka jelaslah pula bahwa mengenai kabar suka tentang kedatangan sosok Almasih Yang Dijanjikan yang terdapat dalam hadits-hadits, hal ini sesungguhnya bukanlah hanya berlandaskan pada beberapa riwayat hadits yang ditulis oleh para Imam Besar penyusun hadits, dan cukuplah itu sebagai pedoman, akan tetapi kabar suka ini telah masuk di dalam urat nadi segenap umat Islam sejak masa permulaannya sebagai akidah yang dipegang teguh.” (Hlm. 16)

Karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa sebelum hadits disusun, segala perkataan, perbuatan, amal ibadah Hz. Rasulullah SAW., cerita Hz. Rasulullah SAW. dan para sahabat telah diyakini dan dijalankan oleh umat Islam turun temurun selama ratusan tahun. Sehingga semua itu telah tertanam begitu kuat dalam hati dan pikiran umat Islam. Begitupula kabar suka mengenai kedatangan Almasih Yang Dijanjikan itu pun telah tertanam kuat dalam diri umat Islam sebagai akidah yang dipegang teguh.

Walaupun hadits-hadits yang berisi kabar suka ini sifatnya nubuatan, selama nubuatan-nubuatan itu telah sempurna walaupun butuh ratusan tahun setelahnya, hadits-hadits itu tetaplah sahih dan sangat bisa dipercaya.

Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. menjelaskan:

“… baik secara tertulis maupun tersirat bahwa wujud Almasih Yang Dijanjikan itu akan datang dalam suatu waktu ketika Pemerintahan dan kekuatan Kristiani telah tersebar di seluruh dunia, dan sarana transportasi Kereta Api telah datang, dan sebagian besar permukaan Bumi akan dijadikan lahan pertanian, dan banyak manusia akan tertuju pada kegiatan bercocok tanam hingga sapi pun akan menjadi mahal, dan di dunia akan banyak dibangun saluran-saluran pengairan, dan akan ada masa aman dari sudut pandang duniawi. Kini, kita melihat bahwa nubuatan ini telah sempurna pada zaman kita. Hal ini tampak dari kecemerlangan Kerajaan Kristiani yang telah sedemikian rupa sampai kepada puncaknya di zaman ini, seakan akan di hadapan mereka seluruh Pemerintahan dan Kerajaan lainnya menjadi redup bersinar. Dan kita pun telah melihat dengan mata kepala sendiri sarana Kereta Api maupun saluran pengairan serta banyaknya lahan pertanian.” (Hlm. 19)

Tentu masih banyak lagi berbagai argumentasi berdasarkan hadits-hadits yang dijelaskan oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. Tetapi secara garis besar, penjelasan-penjelasan yang saya kutip dalam tulisan ini telah menjawab keraguan pada kesahihan hadits, walaupun hadits ahad, yang sebenarnya sangat tidak sepatutnya dilancarkan oleh mereka yang mengaku sebagai umat Islam. Selama yang disampaikan hadits ahad ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, maka ia wajib untuk menerima kebenarannya.

Sehingga bisa disimpulkan, hadits-hadits yang mengabarkan kedatangan Isa Almasih di tengah-tengah umat Islam ini pun, walaupun hadits-hadits itu hadits ahad, walaupun sifatnya nubuatan, tidak melunturkan kesahihannya untuk bisa diterima dan diyakini kebenarannya.


Sumber Gambar : https://unsplash.com/photos/Qqs3M3_1GCI?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink