Berbicara tentang Imam Mahdi merupakan sesuatu hal yang tidak asing lagi di telinga kita. Beliau adalah seseorang yang telah dinubuwatkan oleh Allahswt dan Rasulullahsaw. Beberapa firqah dalam Islam tentu memiliki versi tersendiri mengenai sosok kedatangannya. Meskipun demikian, semuanya sepakat dalam menyakini kedatangannya. Adapun gambaran umum sosok Imam Mahdi itu sendiri adalah seseorang muslim berusia muda yang akan dipilih oleh Allahswt untuk menghancurkan semua kezaliman dan menegakkan keadilan di muka bumi sebelum datangnya hari kiamat. Dikatakan bahwa ia menjadi pemimpin yang jujur dan adil menggunakan harta kekayaannya yang berlimpah untuk kemajuan umat.[1]
Apabila kita cermati secara seksama tentang definisi imam Mahdi di atas, nampaknya beliau laksana seorang nabi. Kenapa? Karena beliau adalah seorang pemuda muslim yang telah diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala. Ditambah lagi, definisi demikian itu tidak jauh berbeda dengan definisi nabi. Kita ketahui bersama bahwa nabi merupakan seorang laki-laki yang dipilih dan diberi petunjuk oleh Allahswt untuk memberi petunjuk kepada umat manusia. Meskipun di benak mayoritas muslim telah terpatri bahwa tidak ada lagi nabi setelah Yang Mulia Rasulullahsaw, akan tetapi bagaimana reaksi kita jika sosok Imam Mahdi yang dijanjikan itu sebenarnya adalah seorang nabi? Jika ada yang berkata, “Saya percaya Imam Mahdi akan datang, tapi setelah Rasulullahsaw tidak ada lagi nabi.” Atau mungkin ada yang berkata, “Benarkah Imam Mahdi adalah seorang nabi?”
Baiklah, pembaca yang budiman. Mari kita merujuk pada Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat 114 surat mulia karya Allah Ta’ala, bukan “surat dari kematian” karya Adham T. Fusama. Al-Qur’an adalah kitab suci kita yang tidak ada keraguan di dalamnya. Bahkan, Rasulullahsaw pun telah berpesan kepada umatnya untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, termasuk kita yang hidup di zaman ini.
Sebelum membuktikan kenabian sang Imam Mahdi, mari kita beralih terlebih dahulu tentang pandangan nabi dan rasul. Semasa kecil dulu hingga dewasa ini, yang saya ingat berkenaan dengan definisi nabi dan rasul itu berbeda dari informasi yang beredar. Nabi adalah seorang laki-laki yang mendapatkan wahyu dari Allah Ta’ala dan hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan rasul adalah seorang laki-laki yang mendapatkan wahyu dari Allah Ta’ala dan wajib menyampaikan ajarannya kepada orang-orang. Bahkan, definisi tersebut tidak jauh berbeda dari apa yang saya dapati di Wikipedia.[2]
Selama ini perbedaan definisi nabi dan rasul telah lama menghantui pikiran kita. Padahal nabi adalah rasul dan rasul juga adalah nabi. Barangkali ada yang berkata, “Serius! Yang benar nih?”
Pembaca yang budiman. Apabila kita membaca Al-Qur’an dan terjemahannya secara seksama, maka kita dapat membuktikan bahwa nabi adalah rasul dan rasul adalah nabi. Mari kita perhatikan kedua ayat suci Al-Qur’an berikut ini. Pertama, Allah Ta’ala berfirman:
وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿۱۲﴾
“Dan tidak pernah datang kepada mereka seorang rasul, melainkan mereka selalu memperolok-olokannya.”[3]
Kedua, Allah Ta’ala berfirman:
وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ نَّبِیٍّ اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿۸﴾
“Dan tidak pernah datang kepada mereka seorang nabi, melainkan mereka selalu memperolok- olokkannya.”[4]
Jika pengertian nabi dan rasul adalah berbeda, pasti mereka tidak akan mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu sama-sama mengalami cemoohan, penolakan dan penentangan. Ditambah lagi, definisi nabi dan rasul menurut Al-Qur’an memiliki persamaan, yakni sebagai mubasyir (pembawa khabar suka) dan mundzir (pemberi peringatan).[5] Inilah pemahaman benar yang perlu kita akui. Selanjutnya, marilah kita fokus lagi kepada pembahasan kita tentang benarkah Imam Mahdi seorang nabi?
Para pembaca yang budiman!
Kembali lagi kita merujuk kepada kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman kita. Langsung saja, kita perhatikan ayat suci Al-Qur’an berikut ini. Di dalamnya akan membuka hakikat Imam Mahdi yang belum diketahui oleh mayoritas muslim. Allah Ta’ala berfirman:
وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ ﴿ۚۙ۷۴﴾
“Dan Kami jadikan mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka untuk berbuat kebajikan, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Dan hanya kepada Kami mereka menyembah.”[6]
Mari kupas tuntas ayat di atas. Dhomir hum pada kata جَعَلۡنٰہُمۡ merujuk kepada para nabi yang disebutkan di ayat-ayat sebelumnya, yakni Nabi Ibrahimas, Nabi Luthas, Nabi Ishaqas dan Nabi Yakubas. Silahkan lihat Surah Al-Anbiya ayat 70–73. Kemudian, Allah Ta’ala menjadikan beliau-beliau sebagai اَئِمَّۃً. اَئِمَّۃً Artinya pemimpin-pemimpin atau imam-imam. اَئِمَّۃً adalah isim mudzakkar jamak taksir dari kata اِمَامٌ yang artinya imam atau pemimpin. Kata tersebut dapat kita dapati dari berbagai kamus Arab-Indonesia misalnya Al-Munawir. Selanjutnya kalimat یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا artinya mereka (para nabi tersebut) memberikan petunjuk sesuai perintah kami. Dari sini diketahui dengan jelas bahwa para nabi adalah para imam/pemimpin akan dapat memberikan petunjuk kepada umat-umat beliau setelah diberikan petunjuk oleh Allah Ta’ala. Sedangkan pernyataan “yang diberikan petunjuk” dalam Bahasa Arab adalah مهدي. Kata tersebut merupakan isim maf’ul dan isim fa’ilnya adalah هاد atau الهادي yang merupakan salah satu asma Allah Ta’ala yang berarti “Maha Pemberi petunjuk”. Lebih jelasnya, kata ini مهدي merupakan tashrif dari kata هَدَى – يَهْدِى – هُدً – هِدَايَةً – هَادٍ – مَهْدُوْيُوْنَ. Dari kata مَهْدُوْيُوْنَ inilah asal mula kata مهدي . Hal itu terjadi Karena pengucapan مَهْدُوْيُوْنَ tidak biasa atau terasa berat dalam lidah orang Arab. Ditambah lagi, kata Imam Mahdi tersebut sudah terucap dari mulut beberkat Rasulullahsaw dan telah termaktub dalam kitab-kitab hadits sehingga kata tersebutlah yang beredar di kalangan semua muslim. Lebih lanjut lagi, Imam Mahdi di akhir zaman pun akan mendapatkan wahyu sebagaimana para nabi tersebut. Karena para nabi juga adalah para Imam Mahdi yang tidak akan bisa memberi petunjuk tanpa adanya wahyu dari Allah Ta’ala. Makanya di ayat tersebut ada kalimat وَاَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡہِمۡ “Kami telah mewahyukan kepada mereka.” Secara tegas, “mereka” disini merujuk kepada para nabi atau para imam yang diberi petunjuk. Dengan begitu, Imam Mahdi yang dijanjikan pun akan menerima wahyu dari Allah Ta’ala supaya beliau dapat memberikan petunjuk kepada umat manusia. Petunjuk apa? Petunjuk untuk melakukan amalan-amalan kebaikan, misalnya mendirikan sholat, membayar zakat, dan tunduk kepada hukum Allah Ta’ala sebagaimana telah dijelaskan di dalam ayat tersebut.
Para pembaca yang budiman!
Kita ketahui bahwa para nabi tersebut dapat dikenali oleh umatnya setelah pendakwaannya. Di dalam Al-Qur’an pun dikisahkan bahwa setiap pendakwaan nabi pun tidak terlepas dari perolokan dan penentangan dari orang-orang kafir, termasuk Yang Mulia Rasulullahsaw. Tentunya, Imam Mahdi yang dinanti-nantikan pun akan mengalami nasib yang sama, yakni mengalami perolokan, penentangan, dan penolakan. Kita tidak perlu terheran-heran atau aneh karena hal ini sudah termasuk sunnatullah (ketetapan Allah). Berkenaan dengan ini, Allahswt berfirman:
سُنَّۃَ مَنۡ قَدۡ اَرۡسَلۡنَا قَبۡلَکَ مِنۡ رُّسُلِنَا وَ لَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحۡوِیۡلًا ﴿۷۸﴾
“Demikianlah ketetapan Kami terhadap rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau; dan tidak akan engkau dapatkan perubahan dalam ketetapan Kami.” [7]
Para pembaca yang budiman!
Wujud Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan telah datang dan telah kembali ke pangkuan Allah Ta’ala. Mungkin ada yang bertanya-tanya, “Loh siapa? Saya kan belum bertemu?”
Nah, Pembaca yang budiman. Pertama-pertama, tenangkan hati, emosi, dan pikiran kita serta tanamkan rasa keingintahuan kita, bukan apa yang dikatakan orang-orang. Dengan karunia Allah Ta’ala, sosok Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan telah datang dalam wujud Hazrat Mirza Ghulam Ahmadas (1835–1908 M). Siapa sih yang tidak kenal beliau? Namun, malangnya kebanyakan orang telah terdoktrin oleh berita hoaks alias berita bohong sehingga mereka berasumsi bahwa beliau adalah sesat, kafir-lah, nabi palsu-lah, antek Inggris lah, naudzubillahi min dzaalika. Awalnya, beliau disanjung-sanjung oleh para ulama Islam karena Barahin-e-Ahmadiyah yang merupakan karya tulis beliau telah membela Islam dari para penentang Agama Islam. Bahkan Muhammad Husein Batalwi pun menyanjung karya beliau dan penyataannya dicetak dalam Isyaat-e-Sunnah. Akan tetapi, tatkala beliau mendakwakan diri sebagai utusan Allah Ta’ala, beliau dicaci-maki dan ditentang oleh orang-orang yang dahulu memuji beliau.[8] Kemudian, pendakwaan beliau diingkari oleh kebanyakan muslim karena mayoritas muslim berasumsi bahwa Imam Mahdi akan menumpahkan darah orang-orang kafir bila mereka tidak masuk Islam. Sebenarnya, pandangan ini keliru dan bertentangan dengan Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman bahwa tidak ada paksaan dalam Agama Islam.[9] Selain itu, mayoritas muslim berasumsi bahwa Imam Mahdi akan datang dan Nabi Isaas akan turun dari langit. Keduanya bekerja sama memberantas dajjal dan orang-orang kafir supaya masuk Islam. Padahal, Al-Qur’an telah menyatakan Nabi Isaas yang dahulu sudah wafat.[10] Kemudian, wujud yang akan datang adalah seseorang di antara umat Rasulullahsaw. Kedatangan beliau bukan hanya sebagai Al-Masih yang dijanjikan, bahkan sebagai Imam Mahdi juga sebagaimana Rasulullahsaw bersabda, “laa mahdiya Illa ‘isa”.[11]
Adapun salah satu tanda kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmadas sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan adalah gerhana bulan dan gerhana matahari di bulan suci Ramadhan pada tahun 1894.[12] Tanda ini tidak ada intervensi manusia, murni dari Allah Ta’ala. Singkatnya gelar Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan pun telah disematkan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Demikianlah hakikat Imam Mahdi yang langka diketahui.
Penulis : Andhika Akhir Putra
Sumber:
[1] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Imam_Mahdi
[2] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nabi_dan_Rasul
[3] Q.S. Al-Hijr, 15: 12
[4] Q.S. Az-Zukhruf, 43: 8
[5] Q.S. Al-Baqarah, 2: 214 dan Q.S. An-Nisa, 4: 166
[6] Q.S. Al-Anbiya, 21: 74
[7] Q.S. Al-Isra, 17: 78
[8] Dakwatul Amir karya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad
[9] Q.S. Al-Baqarah, 2: 257
[10] Tiga Masalah Penting edisi revisi karya H. Mahmud Ahmad Cheema HA. Lihat juga Tafsir Al-Azhar karya Prof. Hamka
[11] Ibid., hlm. 40
[12] Ibid., hlm. 39
Sumber Gambar : google.com