ISLAM SEJATI TIDAK AROGAN

1062

Seperti apa Islam Sejati? Mengapa dalam konteks ini terdapat istilah “Arogan”

                Awal Februari 2021, telah terjadi kontroversi di sudut media sosial yang membahas suatu perspektif bahwa sekelompok muslim minoritas di Indonesia, arogan karena mengharam-haramkan tradisi kebudayaan lokal Indonesia. Tuan Abu Janda (Permadi Arya) dalam hal ini diberitakan bahwa ia telah menghina Islam dengan kata-kata “Islam Arogan”. Postingan Tuan Abu Janda di media sosial tengah menyinggung perasaan umat muslim di Indonesia. Berkenaan dengan hal itu Pegiat media sosial lainnya, Tuan Akhmad Sahal, menampik tuduhan Tuan Abu Janda mengenai Islam Arogan. Menurutnya, tak semua aliran Islam melarang tradisi lokal. Kemudian klarifikasi diberikan Tuan Abu Janda dengan mengatakan bahwa yang dikatakannya merupakan otokritik. Pojok komentar media sosial penuh dengan perdebatan dari segala persepsi netizen. Ujaran kebencian dan kalimat provokatif dari mereka membuat keadaan semakin panas.

                Dalam hal ini, alih-alih masyarakat bersatu, justru sebaliknya akan menuai perpecahan, dan akan mengakibatkan menurunnya kualitas saling menghormati antar sesama. Walau pada umumnya seiring teknologi berkembang, manusia cenderung mengunggah apa yang ada dalam pikirannya, akan tetapi tidaklah baik seseorang berbalas komentar yang menggambarkan kebencian.
Allah Ta’ala. berfirman:
 

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡا قَوّٰمِیۡنَ لِلّٰہِ شُہَدَآءَ  بِالۡقِسۡطِ ۫ وَ لَا  یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ عَلٰۤی اَلَّا تَعۡدِلُوۡا ؕ اِعۡدِلُوۡا ۟ ہُوَ  اَقۡرَبُ لِلتَّقۡوٰی  وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡن

                “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, menjadi saksi dengan adil; dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS AL-MAIDAH [5]: 9)

Bagaimana dengan Penghinaan terhadap suatu kelompok maupun agama lain?

                Hal lain yang menghalangi perdamaian dunia adalah kecenderungan untuk menghina agama lain dan pengikut mereka. Hal ini telah menyebabkan munculnya ekstremisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama di masa sekarang ini. Kecenderungan ini telah meluas sehingga banyak negara di dunia yang mendapatkan bahayanya dan hampir tidak ada negara yang sepenuhnya aman dari dampaknya. Menghina kitab suci dan wujud-wujud suci telah menjadi tindakan lumrah atas nama kebebasan berbicara. Al-Quran, sekali lagi, mengecam dengan keras kecenderungan ini, dan mengajarkan bahwa setiap orang harus menghormati perasaan pengikut agama lain dan tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan kekacauan dan kekerasan. Kebebasan perlu dibatasi dengan tanggung jawab dan kehati-hatian. Al-Quran menasihati orang-orang yang menyebarkan kekacauan dengan mengatakan:

وَ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ بَعۡدَ اِصۡلَاحِہَا

 “Dan, janganlah kamu berbuat kerusuhan di muka bumi sesudah perbaikannya”
( AL-A’RAF [7]:57 )

Selanjutnya dalam ajaran yang indah, Al-Qur’an mengatakan:

وَ لَا تَسُبُّوا الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ فَیَسُبُّوا اللّٰہَ عَدۡوًۢا بِغَیۡرِ عِلۡمٍ  

 “Dan, janganlah kalian memaki apa yang mereka seru selain Allah, karena nanti mereka pun akan memaki Allah disebabkan rasa permusuhan. Demikianlah kami telah tanpa ilmu”
 (Q.S  AL-AN’AM [6]: 109)

Al-Quran melarang segala bentuk kekacauan dan gangguan perdamaian di masyarakat. Dengan jelas Al-Quran menyebutkan:

 ؕ وَ اللّٰہُ  لَا  یُحِبُّ الۡفَسَاد َ

“Dan Allah tidak menyukai kekacauan.” (Q.S AL – BAQARAH [2]: 206)

Islam Sejati

                Definisi islam sejati tentunya sering kita dengar, namun sebagian orang telah menodai definisi Islam Sejati, dengan mencampuradukan kekerasan ke dalamnya kemudian adanya kalimat persuasif yang memberontak juga ujaran kebencian terhadap kelompok lain, itu sangatlah menyimpang dari hakikat Islam Sejati. Mirza Masroor Ahmad, Khalifah Islam Ahmadiyah ke-5 bersabda:

                “Nama Islam artinya adalah perdamaian dan persaudaraan. Dalam bahasa Arab, kata ‘Islam’ artinya adalah menyebarkan kedamaian dan keamanan, dan menyebarkan kasih sayang dan cinta kasih. Ajaran-ajaran inilah yang merupakan realitas Islam. Islam memberikan nasihat kepada umat manusia supaya membuang semua kebencian, permusuhan, dan dendam, sebaliknya Islam mengajarkan supaya bersatu di bawah panji cinta dan saling menghormati. Islam menganjurkan agar terciptanya perdamaian dan keadilan di semua tingkatan masyarakat dan di antara semua orang.” 

Islam Bagi Negara

                Tak hanya itu, peran Islam bagi negara pun telah Rasulullah SAW ajarkan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa cinta kepada negeri di mana seorang Muslim tinggal merupakan bagian penting dari keimanan. Mirza Masroor Ahmad juga menyatakan:

“Islam mengharuskan umatnya untuk mencintai negara mereka, setia kepadanya dan mematuhi hukum yang berlaku.”

                Dalam bernegara, tentunya suatu negara ingin sejahtera aman sentosa. Islam Sejati akan menunjukan ajaran-ajaran kebaikan dari ketaatan yang membawa keadilan serta akan menciptakan masyarakat rukun dan damai. Dengan begitu, hal ini akan membentuk integrasi yang kuat untuk negara.

Al-Quran, Solusi Perdamaian

Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan, menyatakan bahwa semua ini menjelaskan tentang tantangan dunia yang dengan permasalahannya adalah tidak adanya perdamaian; mengkritisi perbedaan, diskriminasi terhadap minoritas, fokus pada kesalahan dan menjadikannya sebagai bahan untuk ujaran-ujaran kebencian, hal inilah yang membuat kekacauan.

                Al-Quran adalah firman suci Allah Ta’ala,. Kitab-kitab suci yang diturunkan Allah Ta’ala. sebelum Al-Quran memang mengandung banyak petunjuk yang bermanfaat bagi umat manusia, tetapi masa dan ruang lingkup penerapan mereka terbatas. Contohnya adalah ajaran “mata dibalas mata” yang diajarkan di Kitab Perjanjian Lama. Bayangkan jika prinsip ini diterapkan di zaman ini, niscaya manusia akan punah dengan sendirinya, karena mereka akan saling menghabisi satu sama lain. Sebaliknya, Al-Quran adalah ajaran komprehensif dan lengkap serta relevan untuk setiap zaman. Tentang ini, Allah Ta’ala. berfirman:

۬ؕ قَدۡ جَآءَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ {۱۶}

یَّہۡدِیۡ بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ  وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ وَ یَہۡدِیۡہِمۡ  اِلٰی  صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ    {۱۷}

             “ Sesungguhnya telah datang kepadamu Nur dari Allah dan Kitab yang nyata. Dengan itu Allah menuntun orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya pada jalan-jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menuntun mereka kepada jalan lurus. (QS AL-MAIDAH [5]: 17-18)

Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah Islam Ahmadiyah ke-4 menyatakan:

                “Tidak ada kedamaian tanpa Allah Ta’ala. Inilah rahasianya yang tanpa mengetahuinya maka tidak akan ada kepuasaan bagi individu manapun, dan tidak akan ada jaminan bagi perdamaian di masyarakat. Tidak ada cara lain yang membawa pada perdamaian dan kepuasan sejati. Merupakan sebuah kekeliruan dan kebodohan belaka menganggap manusia dapat bertahan tanpa Allah Ta’ala. Jika kita tidak ada ruang untuk Allah, maka tidak akan ada perdamaian, pilihan menempuh jalan ini, merupakan puncak dari segala kebijaksanaan.  (Islam dan Isu Kontemporer, hal. 313-14)

Al-Quran telah menunjukkan bahwa keimanan hakiki kepada Tuhan merupakan hal mendasar bagi perdamaian. Salah satu bukti akan hal ini adalah mereka yang memiliki keimanan sejati kepada Allah tidak akan mengalami kesusahan atau penderitaan jiwa sampai pada tingkat mereka kehilangan harapan dalam hidup. Kita melihat dari teladan mulia Rasulullah SAW, beliau juga memenuhi hatinya dengan tingkat kedamaian dan kepuasan semacam itu, meskipun beliau menghadapi berbagai tantangan dan ujian yang besar ia menjalaninya dalam kondisi yang damai. Tidak ada utusan Allah yang menghadapi kesulitan semacam itu yang memutuskan untuk mengorbankan nyawanya sendiri. Diri mereka selalu menjadi tempat yang damai. Keimanan yang hakiki dan tak tergoyahkan terus menerangi hati mereka. 

Kejadian-kejadian yang fana telah membuat sebagian orang buta terhadap kebenaran. Hikmahnya, keadaan ini ialah agar definisi Islam Sejati dapat dipahami oleh setiap muslim maupun umat beragama lain dengan sebaik-baiknya. 

Islam Sejati Tidak Arogan

                 Islam menghargai tradisi, budaya dan adat istiadat setiap suku bangsa, termasuk semangat nasionalisme suku-suku bangsa. Dalam hal ini Islam membiarkan tradisi-tradisi suku bangsa tumbuh, agar dapat menjadikan setiap suku bangsa saling mengenal.

Allah Ta’ala berfirman:

یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ

“Hai Manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Mewaspada.” (AL-HUJURAT [49]: 14)

Lalu bagaimana dengan tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Islam, hal ini tidak dapat kita asumsikan langsung bahwa itu “haram”. Allah Ta’ala mengajarkan hikmah pada setiap manusia. Dengan berfirman:

اُدۡعُ  اِلٰی سَبِیۡلِ رَبِّکَ بِالۡحِکۡمَۃِ وَ الۡمَوۡعِظَۃِ  الۡحَسَنَۃِ وَ جَادِلۡہُمۡ بِالَّتِیۡ ہِیَ اَحۡسَنُ ؕ اِنَّ رَبَّکَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنۡ ضَلَّ عَنۡ سَبِیۡلِہٖ  وَ ہُوَ  اَعۡلَمُ بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ

 “Panggillah kepada jalan Tuhan engkau dengan kebijaksanaan(tafsir) dan nasihat yang baik, dan bertukar-pikiranlah dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau lebih mengetahui siapa yang telah sesat dari jalan-Nya; dan Dia Maha Mengetahui pula siapa yang telah mendapatkan petunjuk” (AL-NAHL [16]: 126)

Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Khalifah Islam Ahmadiyah ke -2, menafsirkan kata “hikmah” sebagai berikut : (1) Pengetahuan atau Ilmu; (2) Keseimbangan atau keadilan; (3) Kelemah-lembutan; (4) Keteguhan; (5) Sesuatu ucapan atau percakapan yang serasi atau cocok dengan kebenaran atau serta tuntutan keadaan; (6) Anugerah nubuatan; (7) Apa yang menghalangi atau mencegah seseorang dari perbuatan bodoh.

Hakikatnya, “hikmah” adalah bagian dari Islam Sejati. Tidak arogan dan tetap memperhatikan petunjuk dari Allah Ta’ala. Faktanya, apabila suatu kelompok muslim menyatakan haram terhadap suatu tradisi maka hal itu akan mewujudkan konflik. Solusinya sebagai Islam Sejati, menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan tidak membuat kekacauan, mengikuti hikmah dan membawa keadilan bagi seluruh umat.

Penulis: Manshurotun Nisa