Mengilas Sejarah Panjang Leluhur Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.

1344

Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah RA sebagai berikut:

اَلْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِيْ، مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ

“Al-Mahdi berasal dari Ahlul Baitku, dari keturunan Fathimah.”

Miftah Nailil Murod dalam India Akan Takluk di tangan Umat Islam pada Akhir Zaman menyebutkan sebuah hadits bahwa kelak pada akhir zaman umat Islam akan menaklukkan India.

عَنْ ثَوْبَانَ -مَوْلَى رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عِصَابَتَانِ مِنْ أُمَّتِي أَحْرَزَهُمَا الله مِنَ النَّارِ: عِصَابَةٌ تَغْزُو الْهِنْدَ، وَعِصَابَةٌ تَكُونُ مَعَ عِيسَى بْنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِمَا السَّلَام

Dari Tsauban ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: “Terdapat dua golongan dari umatku yang Allah telah menjaga atau menyelamatkan mereka dari api neraka. Satu golongan yang berperang melawan India, dan satu golongan lagi yang berperang bersama-sama Nabi Isa alaihissalam—putera Maryam—yaitu melawan Dajjal dan pengikutnya”. (HR. an-Nasai dan Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin rahimahullah)

Dalam mengomentari hadits ini, menurut Murod, sebagian ulama mengatakan bahwa penaklukan India sudah terjadi pada zaman Bani Umayyah. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa penaklukan juga akan terjadi pada akhir zaman, tepatnya saat mendekati turunnya Nabi Isa as.

Dalam situs web Al-Islam Sual Wal Jawab yang diasuh oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Munajjid disebutkan:

الذي يبدو من ظاهر حديث ثوبان-صحيح- وحديث أبي هريرة ـ إن صح ـ أن غزوة الهند المقصودة ستكون في آخر الزمان، في زمن قرب نزول عيسى بن مريم عليهما السلام، وليس في الزمن القريب الذي وقع في عهد معاوية بن أبي سفيان رضي الله عنه

“Makna yang nampak secara dzahir hadits Tsauban ra. — hadits shahih— dan hadits Abu Hurairah ra. — jika haditsnya shahih — (tidak kami sebutkan karena kebanyakan ulama menilai haditsnya dhaif), sesungguhnya perang di India yang dimaksud adalah akan terjadi pada akhir zaman, pada zaman mendekati turunnya Nabi Isa alaihissalam, bukan pada zaman yang terjadi di masa Mua’wiyah bin Sufyan ra.”

Penaklukan India yang dimaksud tadi adalah pada masa Khalifah Al-Walid I di bawah pimpinan Muhammad bin Qasim.  Namun, seperti dikutip Murod, al-Munajjid berpendapat bahwa penaklukan ini akan terjadi di akhir zaman saat turunnya Al-Masih yang dijanjikan.

Sementara menurut Jamaah Muslim Ahmadiyah, Imam Mahdi adalah Al-Masih yang Dijanjikan. Jadi Al-Masih dan Al-Mahdi adalah dua titel untuk satu sosok yang sama sebagaimana hadits:

لا مهدى الا عيسى

“Tiada Mahdi kecuali Isa” (Ibnu Majah, Bab Syiddatuz- Zaman)

Atau di lain tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

يوشك من عاش منكم أن يلقى ابن مريم اماما مهديا وحكما عدلا

“Hampir-hampir orang yang berada di antara kalian akan bertemu Isa Ibnu Maryam sebagai Imam Mahdi”. (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid II, hal. 411).

Berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi di akhir zaman, Ahmadiyah.id menurunkan tulisan tentang nubuatan dari Ni’matullah Wali tentang kedatangan Imam Mahdi. Ciri-ciri zaman dan waktu kedatangannya.

Ni’matullah Wali tinggal di pinggiran kota Delhi dan beliau salah satu wali yang terkenal di Hindustan. Zaman beliau adalah lima ratus enam puluh Hijriah dengan mengacu pada Diwan-Nya. Tanggal penerbitan kitab yang memuat nubuat ini adalah 25 Muharram 1868. Bait-bait syair ini termaktub dalam risalah Arbain fi Ahwalil Mahdiyyin yang diterbitkan pada 25 Muharram 1868.

Dalam salah satu baitnya, Ni’matullah Wali menyatakan:

غین ورے  ۱۲۰۰ سال چوں گذشت از سال          بُوالعجب  کاروبار مے بینم

Segera setelah berlalunya 1200 tahun; Aku melihat terjadinya hal-hal dahsyat

Maksudnya adalah seribu dua ratus tahun kemudian, hal-hal luar biasa akan terjadi, artinya akan terjadi inqilab (revolusi) di dunia pada awal abad ketiga belas (hijriah) dan hal-hal luar biasa akan nampak. Dan Aku melihat bahwa segera setelah 1200 tahun hijriah, peristiwa-peristiwa besar akan mulai muncul.

Pada bait lainnya, Ni’matullah Wali menegaskan:

هدئِ وقت و عیسی دوران        ہر دو را   شہسوار می بینم

Aku melihat bahwa dia adalah Mahdi dan Almasih zaman ini; Dan dia juara dalam kedua kekuatan itu

Bait di atas menguatkan penyatuan Al-Mahdi dan Al-Masih dalam satu sosok yang sama. Lalu, siapakah Al-Mahdi dan Al-Masih tersebut? Sebab telah berlalu 15 abad sejak masa Nabi Muhammad saw yang menubuatkan kedatangannya.

Dalam kitab Al-Masih di Hindustan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. bersabda:

“Saya – sesudah memperoleh ilham dari Allah Ta’ala – telah mengumumkan secara luas bahwa Masih Mau’ud (Isa Almasih yang dijanjikan, red.) hakiki, yang juga pada hakikatnya merupakan Mahdi, yang kabar suka mengenai kedatangannya terdapat di dalam Injil dan Al-Qur’an, serta di dalam hadits-hadits pun telah dijanjikan kedatangannya, adalah saya orangnya; tetapi tanpa pedang-pedang dan senapan. Dan Tuhan telah memberintahkan kepada saya, supaya saya dengan lembut, perlahan, santun dan sederhana, menarik perhatian orang-orang ke arah Tuhan itu. Yakni Tuhan Hakiki, Yang Qadiim (sudah ada sejak semula); yang tidak pernah berubah; dan yang memiliki kesucian kamil, kelemah-lembutan sempurna, kasih sayang yang kamil, serta keadilan yang sempurna.”

Siapakah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as itu? Dari mana silsilah nasab keluarga beliau?

Menumpang Jalur Sang Penakluk, Timur Lenk

Dalam bahasan Asal Usul Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani (Part.3) dan umumnya catatan sejarah leluhur Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, urutan genealogi beliau berhenti di lima tingkat di atas sang ayah, Mirza Ghulam Murtaza. Sang kakek, Mirza Atta Muhammad, kemudian Mirza Gul Muhammad, kemudian Mirza Faiz Ahmad, kemudian Mirza Hadi Beg, sebelum akhirnya berhenti pada Haji Barlas.

Lalu siapakah sosok Haji Barlas ini? Tidak banyak yang kita ketahui tentangnya. Timur Lenk, sang keponakan Haji Barlas lebih banyak dikenal daripada sang paman. Dan sesuai ungkapan history is written by victors-nya Wiston Churchill, maka saya mencoba menelusuri jejaknya melalui sang keponakan, Timur Lenk—Tamerlane, begitu orang Barat biasa menyebutnya.

Dalam Amir Timur Family Tree, Adam to Amir Timur, Ehtisham Arshad, secara genealogis merunut Timur Lenk atau Tamerlane sampai kepada Nabi Adam a.s. Kita bisa menyimaknya dalam link yang disematkan pada judul tulisan Ehtisham Arshad ini.

Konon, menurut Arshad, Timur merupakan keturunan Nabi Nuh as melalui putranya Yafits bin Nuh yang melahirkan keturunan: Turk, Khazar, Saqlab, Rus, Ming, Kameri dan Tarikh.

Turk memiliki empat anak laki-laki. Di antara mereka, Tutek dianggap sebagai nenek moyang Timur Yang juga pewaris Turk tiga generasi setelah Tutek adalah Alinja Han, yang merupakan nenek moyang bersama orang Turki, Mongol, dan Tatar. Hal yang paling menonjol dari dirinya adalah, anak laki-laki kembarnya bernama Mongol dan Tatar. Jika kita berbicara tentang Mongol, dia dianggap sebagai nenek moyang dari banyak suku di Pakistan, India, Cina dan Asia Tengah. Sementara Tatar dikenal sebagai nenek moyang dari banyak orang di Kazakhstan.

Adalah Tumany Han sosok penting dalam silsilah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as ini. Tumany sangat penting karena darinya bangsa Mongol dibagi menjadi dua kelompok. Putra sulung Tumany, Kabul, menyatukan empat suku besar bangsa Mongol dan membentuk konfederasi Mongol yang kemudian dikenal sebagai basis Kekaisaran Jenghis. Sementara saudara laki-laki Kabul, Khaduli Barlas, tetap setia kepada saudaranya. Konon ada perjanjian antara keduanya bahwa kepemimpinan sipil akan berada di tangan putra-putra Kabul, sementara kepemimpinan militer akan berada di tangan putra Khaduli. Mulai di sinilah muncul nama Barlas.

Datuk ke-6 Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as ini dikenal sebagai Beg Barlas, Haji Beg atau, Haji Barlas (bahasa Persia: حاجی بیگ بارلاس, lahir di awal abad ke-14 – wafat tahun 1361) adalah seorang pemimpin suku Barlas. Dia adalah pendahulu langsung dalam peran ini untuk keponakannya Timur, yang kemudian mendirikan Kekaisaran Timurid, dia adalah putra Burlaki Barlas yang merupakan garis keturunan dari putra kedua Qarachar yang lebih muda, Yesunte Mongke, Komandan Militer Mongol, dia diberi gelar Haji dari nama keluarganya karena dia berziarah ke Mekah, nama aslinya Saifuddin Barlas”, tulis Wikipedia.

Arshad, dalam charta genealogi Barlas ini menyebutkan bahwa Qarachar Barlas adalah anak dari Suqu Sechen Barlas salah satu anak dari Khaduli Barlas. Barlas pertama dalam silsilah Mongol. Hal yang berbeda disampaikan Hazrat Maulana Abdur Raheem Dard dalam Forefathers of the Promised Messiah(as): “Sudah menjadi fakta sejarah bahwa Timur adalah bagian dari suku Barlas yang terkenal yang telah hidup dan memerintah di Kish selama dua ratus tahun. Bagian dunia ini pada zaman kuno dikenal sebagai Sogdiana dari Samarkand sebagai ibu kotanya. Encyclopaedia Britannica mengatakan bahwa suku Sogdiana adalah suku bangsa Iran. Kata Samarkand sendiri berasal dari bahasa Iran. Kata Barlas juga berasal dari bahasa Iran dan berarti ‘Orang yang berani dan berasal dari keturunan bangsawan’. Oleh karena itu, Al-Masih yang Dijanjikan (as) adalah orang Iran berdasarkan ras dan bukan orang Mughal seperti yang diduga secara umum.”

Sampai pada titik ini, terlepas dari apakah Barlas ini Mongol asli ataukah Persia, urutan genealogi Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, bisa diurut demikian: Mirza Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtaza bin Mirza Atta Muhammad bin Miza Gul Muhammad bin Mirza Faiz Ahmad bin Mirza Hadi Beg bin Saifudin Hajji Beg Barlas bin Burlaki Barlas bin Nemule Barlas bin Yesunte Mongke Barlas bin Qarachar Barlas bin Suqu Sechen Barlas bin Khaduli Barlas bin Tumany Han.

Jejak Samar Leluhur Haji Barlas

Bariz Ozcan dalam Timur Lenk: Epitome of the Turco-Mongol Synthesis Episode 1, menerangkan berkenaan dengan keluarga Barlas.

Tidak seperti suku Mongol lainnya, menurut Ozcan, anggota Barlas tidak banyak bergerak dan hampir selalu mengawinkan anak-anak mereka dengan anggota suku lain. Tidak ada isolasi. Karena Turkistan terus secara harfiah dihuni oleh orang Turki, penduduk kemudian memberikan tekanan pasif pada pendatang baru untuk berintegrasi. Jadi Keluarga Barlas pertama kali masuk Islam ke varian liberal yang juga dipraktikkan oleh orang Turki, dan kemudian mengadopsi bahasa Turki Chagatay. Selama beberapa dekade, Barlas tetap menjadi salah satu keluarga paling berpengaruh di Asia Tengah, mengendalikan wilayah Kish kuno, bisa dibilang kota tertua yang menetap secara permanen di Asia Tengah di tempat yang sekarang disebut Uzbekistan.

Sebelum lanjut lebih jauh, sungguh menarik yang disampaikan oleh Hazrat Maulana Abdur Raheem Dard dalam Forefathers of the Promised Messiah(as) bahwa kata Barlas juga berasal dari bahasa Iran dan berarti ‘Orang yang berani dan berasal dari keturunan bangsawan’. Dan, bahwa sosok Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as adalah orang Iran berdasarkan ras dan bukan orang Mughal seperti yang diduga secara umum.

Mengutip dari The genetic history of admixture across inner Eurasia Nature, Wikipediamenyebutkan bahwa Asia Tengah pada masa Paleolitik dicirikan oleh populasi yang khas namun sangat terkait dengan Eropa (Eurasia Utara Kuno), dengan aliran gen berikutnya dari Paleo-Siberia, yang menyumbangkan leluhur yang terkait dengan Asia Timur ke Asia Tengah Paleolitik. Selama Zaman Perunggu, Asia Tengah kuno menerima berbagai peristiwa migrasi dari Eropa dan Timur Tengah, yang terkait dengan Indo-Eropa. Zaman Perunggu Asia Tengah sebagian besar terdiri dari orang-orang Iran, dengan beberapa kelompok berasal dari Paleo-Siberia dan Samoyedik (Ural).

Jejak Persia atau Iran telah lama tertanam di bumi padang stepa ini. Sementara masuknya bangsa Arab ke Asia Tengah disebutkan oleh B. A. Litvinsky dalam The Arab Conquest sebagai berikut:

“Bangsa Arab maju ke Asia Tengah melalui Iran dan dengan demikian dengan Iran pulalah kisah ini dimulai. Suku-suku Arab telah menetap di Mesopotamia bahkan sebelum era Sasania dan Kekaisaran Sasania oleh karena itu diwajibkan untuk berurusan dengan mereka sejak awal. Menurut al-Tabari, Kaisar Sasania Shapur I (241-271) sebenarnya telah menetap di salah satu suku Arab di Iran di Kerman. Shapur II (309-379) menaklukkan seluruh bagian barat bagian barat dari Teluk Persia. Pulau-pulau juga dimasukkan ke dalam Kekaisaran Sasania. Perdagangan laut Arab, yang menghubungkan Mediterania dengan India, dikendalikan oleh Sasania. Selain itu, di bawah Khusrau I (531-579), Iran campur tangan dalam urusan Yaman dalam upaya untuk membantu bangsa Arab melawan Bizantium.”

Ini yang dimaksud Litvinsky sebagai ‘dengan Iran pulalah kisah [masuknya Arab juga Islam ke Asia Tengah] ini dimulai.’ Perso-Arab atau campuran antara Iran dan Arab boleh jadi sudah lama berada di kawasan Asia Tengah. Sementara Islam baru pada akhir abad ke-7 di bawah dinasti Umayah masuk ke sana. Sebagaimana dikutip dari tulisan A. H. Jalilov, The Arab Conquest of Transoxania:

“Di bawah Bani Umayyah, penaklukan dimulai pada tahun 680-an di beberapa bagian tepi kanan Sungai Amu Darya (sebuah daerah yang dikenal oleh orang Arab sebagai Maa wara’an-nahar, secara harfiah berarti ‘yang berada di seberang sungai’, yaitu Transoxania). Pasukan datang dari Khurasan, di mana sebuah pemerintahan Arab telah didirikan dengan kota Merv sebagai pusatnya. Pada mulanya kampanye-kampanye itu mengambil bentuk berupa serangan-serangan pemangsa. Serangan besar pertama ke Transoxania dilakukan oleh gubernur Khurasan, Ubaidallah bin Ziyad. Pada tahun 673 ia menyeberangi Amu Darya dan mencapai Bukhara, yang pada saat itu diperintah oleh khatun (ratu), ibu dari Bukhar khudat (penguasa Bukhara), Tughshada. Setelah pertempuran pertama, ia berdamai dengan Ubaidallah bin Ziyad, yang mendapatkan tebusan darinya dan kembali ke Merv.” 

Inilah jejak samar sebagai penanda bahwa suku Barlas berdarah Persia (dan juga Arab) dan beragama Islam. Pada titik ini, bila Timur Lenk disebut sebagai Turko-Mongol karena dalam darahnya bergabung Turk dan Mongol, maka Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as—dalam konteks pemenuhan nubuatan Nabi Muhammad saw sebagai Al-Masih dan Al-Mahdi yang dijanjikan—bisa disebut: Perso-Arabo-Mongol.

Pengembaraan Belanjut ke India                                                                     

Seorang anggota keluarga, menurut Hazrat Maulana Abdur Raheem Dard dalam Forefathers of the Promised Messiah(as), Mirza Hadi Beg, datang ke India dari Samarkand bersama Babar, penakluk besar India, atau mungkin sedikit setelahnya, karena adanya perselisihan dalam rumah tangga atau karena suatu musibah. Ia membawa serta para pengikut dan pelayannya, yang terdiri dari sekitar 200 orang. Ia diperlakukan oleh Babar dengan penuh penghormatan; dan ia memilih sebuah tempat pemukiman sekitar 70 mil dari Lahore, dan mendirikan sebuah desa di atas sebidang tanah datar yang di bawahnya, pada jarak 9 mil ke arah Timur Laut, mengalir Sungai Bias. Desa tersebut diberi nama Islampur.

“Karena ia berasal dari keluarga penguasa, sebuah ‘jagir’ (wilayah kekuasaan) yang terdiri dari beberapa ratus desa segera diberikan kepadanya oleh Raja, dan ia juga ditunjuk sebagai Qadhi (hakim) di distrik sekitarnya. Oleh karena itu, nama desa tersebut menjadi Islampur Qadhi, yang menandakan bahwa desa tersebut merupakan tempat kedudukan Qadhi. Lambat laun, Islampur ditiadakan dan hanya dikenal sebagai Qadhi. Huruf ‘dh’ sering diucapkan secara populer sebagai ‘d’ dan Qadi dalam perjalanan waktu diubah menjadi bentuk yang sekarang, Qadian. Desa ini terus menjadi tempat tinggal keluarga ini; dan meskipun mereka tinggal jauh dari Ibukota Kekaisaran (Delhi), anggota keluarga ini mengisi jabatan-jabatan penting di bawah pemerintahan Mughal,” tambahnya.

Babak sejarah selanjutnya, sudah relatif banyak kita temukan. Hal ini memungkinkan saya untuk tidak lagi harus mengulang kembali pengisahannya.

Silsilah yang Dituntut Bersambung kepada Nabi saw

Satu persoalan tersisa. Dan ini bagian tersulitnya. Apa bukti terhubungnya secara genealogis Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as kepada Rasulullah saw melalui Sayyidah Fatimah ra?

Dalam Mahdi Lineage Of The Prophet redaktur AhmadiAnswer mengutip perkataan dari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as berikut:

“Adalah sebuah fakta sejarah yang tercatat dalam sejarah nenek moyang saya bahwa salah satu nenek saya berasal dari keluarga bangsawan keturunan Nabi Suci, melalui putrinya, Fatimah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw, semoga kedamaian dan berkah Allah tercurah kepadanya, dalam sebuah mimpi ketika beliau berbicara kepada saya dengan kata-kata berikut ini:

‘[Salman adalah salah satu dari kami, anggota rumah tangga, yang mengikuti jalur Hasan.’

Oleh karena itu, beliau menamai saya Salman (Silman), yang berarti dua kedamaian. Silm, dalam bahasa Arab, berarti kedamaian. Artinya, ditakdirkan bahwa saya akan membawa dua jenis perdamaian, satu perdamaian internal yang akan mengakhiri permusuhan dan dendam, dan perdamaian eksternal yang akan menghilangkan penyebab permusuhan eksternal dan dengan menampilkan kebesaran Islam akan menarik para pengikut agama-agama lain untuk masuk ke dalam Islam. Menurut saya, dengan penyebutan Salman dalam hadis tersebut, sayalah yang dimaksud karena nubuatan mengenai perdamaian ganda tidak berlaku untuk Salman yang lain.” (Menghilangkan Sebuah Kesalahpahaman, Catatan Kaki Halaman 15, Ruhani Khazain, Jilid 18, Halaman 212-213)

Dalam kesempatan lainnya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad bersabda:

“Nabi Suci Muhammad saw sendiri mengatakan kepada kita bahwa al-Masih akan berasal dari garis keturunan Salman Farsi, yang berarti seseorang dari keturunan Persia. Ini lebih jauh membuktikan bahwa garis keturunan utama al-Masih dan al-Mahdi adalah secara rohaniah dari para nabi, bukan secara fisik, meskipun hal itu juga terpenuhi.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menyatakan:

“Orang-orang yang berpikir secara fisik, terkadang menghubungkan Yang Dijanjikan dengan keturunan Hasanra, terkadang dengan Hussainra dan terkadang dengan Abbasra. Namun, apa yang dimaksud oleh Nabi Suci saw adalah bahwa Yang Dijanjikan akan menjadi pewarisnya, seperti seorang anak, yakni, ia akan mewarisi namanya, akhlaknya, ilmunya, kerohaniannya, dan akan merefleksikan citranya. Dia tidak akan memperoleh apa-apa dengan sendirinya, melainkan akan memperoleh segala sesuatu dari Nabi Suci dan akan kehilangan dirinya sendiri di dalam beliau sehingga mencerminkan citra beliau.” (Menghilangkan Sebuah Kesalahpahaman, hal. 15); dan

“Meskipun saya bukan berasal dari keturunan Alawi (keturunan Hadhrat Ali ra dari selain Fatimah, saya berasal dari garis keturunan Bani Fathimah. Beberapa nenek dari pihak ayah saya berasal dari kalangan shadaat yang terkenal (anggota keluarga Nabi Muhammad saw.). Sudah menjadi kebiasaan di kalangan keluarga kami bahwa kadang-kadang perempuan dari keluarga saadat akan dinikahkan dengan keluarga kami dan keluarga kami dengan keluarga mereka.” (Ruhani Khazain, Jilid 18, halaman 426, catatan kaki Nuzulul-Masih)

Dari kutipan di atas kita mendapatkan kejelasan bahwa meskipun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as lebih menekankan pada spiritualitas alih-alih genealogis, namun faktanya secara nasab pun terpenuhi.  Kemudian sanad dari garis ibu leluhur beliau ini juga secara hikmah menggenapi sisi kealmasihan yang bernasab kepada ibu, seperti halnya Isa Ibnu Maryam.

Mungkinkah untaian sanad keturunan yang akan menyampaikan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as kepada Rasulullah saw melalui jalur Fatimah dari Hasan ditakdirkan untuk tetap tak tersingkap? Perlu telaah panjang dan berliku sebelum menjawabnya. Atau, barangkali pertanyaanya diubah: Perlukah kita melakukan itu?


Oleh: Dodi Kurniawan (Pengajar di SMA Plus Al-Wahid)

Sumber Gambar: https://www.alhakam.org/how-did-hazrat-mirza-ghulam-ahmad-revive-islam-part-i/