Jibril keluar dari rumahnya, berjalan kaki dengan lemah dan sedih. Kota Damaskus, Suriah yang dikenalnya itu berubah menjadi neraka yang penuh dengan api peperangan. Gedung-gedung luluh lantah, suara ledakan yang memekikkan telinga datang bersahut-sahutan. Tapi siapa tahu rasa takut dan sedihnya itu akan diobati oleh seorang laki-laki asing yang berkhotbah di bawah Menara putih. Ceramahnya yang optimistik seakan salah tempat. Buat apa berharap, jika tentara militan ISIS sudah di depan mata? Tapi kehendak Allah sepertinya sejalan dengan pria itu. Badai pasir berkelanjutan membuat pasukan itu kekurangan logistik dan porak-poranda seperti daun yang dimakan ulat. Bangkitlah laki-laki asing itu menjadi Sang Pahlawan, Sang Penyelamat, Al-Masih yang dijanjikan.
Episode pertama film serial Messiah menjadi sensasi yang cukup mengguncang dunia daring di awal tahun 2020. Film orisinil dari Netflix ini memang sudah sangat kontroversial bahkan semenjak hari peluncuran trailernya di bulan Desember 2019 lalu. Bagaimana tidak, premis yang ingin di-explore oleh sang sutradara, Michael Petroni adalah hal yang berbau eskatologis[1]. Sedangkan seperti yang kita ketahui, sumber konflik di dunia belakangan ini adalah hal-hal yang menyinggung budaya atau agama. Kita tentu sudah paham betul bagaimana agama menjadi alat politik identitas yang kuat di Indonesia maupun di seluruh dunia. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan ketika Yordania melarang film streaming ini untuk diputar di dalam perbatasan negerinya. Dari judulnya orang sudah dapat berkesimpulan bahwa film ini dibangun berdasarkan peristiwa akhir zaman Agama Abrahamik[2], yaitu turunnya Sang Al-Masih alias Mesias. Premis yang diangkat oleh film ini adalah bagaimana jika Sang Mesias turun di tahun ini? Bagaimana masyarakat dan pemerintahan dunia akan merespon? Bagaimana dunia pers dan digital akan berperan? Dan tentunya apabila memang Sang Mesias akan turun, apakah kita akan mengimaninya ataukah menganggapnya sebuah hoaks dalam skala yang agung?
Hampir dua minggu setelah peluncuran film tersebut, muncul pemberitaan yang dalam waktu singkat menjadi viral di Indonesia. Aktivitas wilujengan[3] Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah dianggap meresahkan warga dan dengan segera ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Di minggu-minggu selanjutnya, ”kerajaan ilusi” tersebut menjadi semacam katalis dari munculnya Sunda Empire hingga King of The King ke permukaan media. Benang merah segera menjalin modus-modus kerajaan tersebut dengan penipuan. Para pemimpin kerajaan-kerajaan tersebut pun satu persatu dipanggil dan diperiksa ke kantor polisi.
Melihat fenomena kerajaan itu dengan mudah orang awam dapat menghakimi atau menilai bahwa pemimpinnya memiliki kondisi pikir yang tidak jauh dari kata “gila”. Tidak perlu gelar sarjana untuk mengetahui Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak didirikan di Bandung, atau De Heeren Zeventien adalah pemegang saham tertinggi VOC yang bubar tiga abad yang lalu. Tentu pola pikir skeptis sederhana dapat langsung menyatakan dengan percaya diri bahwa itu semua adalah bualan belaka dan kesalahan yang nyata. Tapi fakta tersebut tidak menutup kenyataan bahwa ratusan orang telah bergabung menjadi “warga negara” kerajaan-kerajaan tersebut. Kerugian uang pun ditaksir hingga milyaran rupiah. Fenomena yang secara sekilas dianggap sebagai halusinasi massa belakangan mulai memunculkan tanda tanya besar dalam konteks sosial-budaya di Indonesia.
Analisa sosiologis terhadap fenomena ini menunjukkan salah satu penyebab mudahnya orang Indonesia “tertipu” terhadap janji-janji bombastis yang ditawarkan tersebut tidak jauh karena hilangnya sosok panutan, sosok raja yang “sempurna”. Kondisi masyarakat yang semakin individual juga menambah kerinduan sosial untuk berorganisasi dalam sebuah gerakan revolusioner, terutama bagi penduduk lansia atau pensiunan. Fenomena tersebut juga menunjukkan bagaimana media sosial di zaman ini dapat dengan mudah menyebarkan pola pikir tertentu asalkan mencapai status “viral”. Masyarakat Indonesia sudah mencapai titik jenuh dan menginginkan revolusi untuk kesejahteraan dunia yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dari klaim-klaim yang dibuat oleh petinggi kerajaan-kerajaan tersebut, bahwa mereka memiliki dana yang dapat menutup seluruh hutang Indonesia hingga kekuasaan tertinggi di atas PBB yang dapat menegakkan perdamaian di dunia.
Gejala tersebut disebut sebagai gejala Ratu Adil atau Mahdiisme, anggapan yang timbul bahwa telah terjadi kemunduran moral yang luar biasa dan membutuhkan sebuah revolusi besar-besaran yang akan dengan mudah dicapai dibawah kepemimpinan seorang Ratu Adil, seorang pemimpin sempurna. Beberapa tahun belakangan ini dapat dilihat bagaimana paham revolusi melalui Ratu Adil termanifestasi dalam pergerakan Islam di Indonesia. Banyak yang menganggap bahwa Islam sedang berada pada titik yang sangat rendah, perkembangan ekonomi dan kesejahteraan negara-negara Islam jauh di bawah negara-negara “kafir” seperti Amerika, Israel dan Negara-negara Eropa. Munculah gerakan-gerakan reformis seperti gerakan hijrah yang percaya bahwa hanya melalui perbaikan kehidupan menurut sunnah-lah kehidupan umat akan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, munculah tren produk-produk yang berlabel Syariah. Tidak sedikit oknum yang memanfaatkan tren ini, terbukti di bulan-bulan terakhir tahun 2019 kemarin terungkap penipuan-penipuan semacam itu, mulai dari kompleks perumahan syariah sampai investasi perkebunan kurma yang total kerugiannya mencapai ratusan miliar.
Al-Masih (di dalam film Messiah) secara berturut-turut menunjukkan beberapa mukjizat di hadapan ribuan orang. Tetapi pendapat publik terbagi dua, ada yang langsung mengimani atau percaya status ilahinya dan ada pula yang menganggap bahwa dirinya hanyalah penipu atau pesulap ulung yang menguasai cara memanipulasi psikologi massa. Kebenaran terhadap hal ilahi seakan melebihi kemampuan manusia untuk mengetahuinya. Cerita-cerita dalam Kitab Suci telah menunjukkan bahwa para nabi dan rasul selalu mendapatkan penolakan, diskriminasi, hingga cemoohan. Ketika nabi dan rasul Allah menunjukkan tanda mukjizat kenabiannya, tidak semua orang langsung menerima dakwa mereka. Bahkan rasul Allah dalam beberapa kesempatan disebut oleh para penentang sebagai penipu, penyihir, bahkan orang gila. Lalu bagaimana cara mengetahui kebenaran yang sejati dan supaya tidak jatuh ke dalam penipuan yang sengaja direncanakan setan?
Masyarakat zaman ini adalah masyarakat yang sudah terbiasa mendefinisikan kebenaran ada di dalam suara kebanyakan. Sebuah teori di dalam ilmu pengetahuan akan dianggap benar jika ada banyak pakar yang mengatakan teori itu benar, atau telah banyak penelitian yang menunjukan bukti bahwa sebuah teori itu benar. Dalam politik demokratis, seorang presiden adalah dia yang dipilih oleh mayoritas rakyat. Kebenaran adalah suatu hal yang subyektif, apa yang sekarang dianggap benar belum tentu masih dianggap benar di masa depan. Bayangkan jika mayoritas manusia di muka bumi ini buta warna, maka buah stroberi yang berwarna merah mungkin adalah sebuah kesalahan. Sesuatu yang dianggap benar oleh mayoritas belum tentu merupakan suatu yang benar, begitupula sesuatu yang ekstrim.
Kebenaran itu ada beberapa versi, dan masing-masing individu atau kelompok memiliki definisi kebenarannya masing-masing. Jika kebenaran sejati itu benar-benar ada maka bukan manusia-lah yang berhak menentukannya. Tuhan-lah (dalam logika ini) yang mengetahui kebenaran sejati, manusia hanya dapat berusaha. Usaha yang pertama kali harus dilakukan adalah dengan mengutamakan prinsip berpikir kritis, skeptis tapi selalu open-minded. Melepas segala prasangka dan melakukan tabayyun[4] kepada yang bersangkutan. Dalam tahap ini dapat diketahui apakah klaim yang dibuat benar-benar masuk akal atau tidak. Agama (terutama Islam) tidak menghendaki pengikutnya untuk hanya beriman buta, tapi harus selalu disertai ilmu.
Di akhir zaman ini banyak kelompok masyarakat yang sangat merindukan kedatangan Al-Masih dan Imam Mahdi. Jika telah datang seorang laki-laki yang mengaku sebagai yang dijanjikan maka pikiran kritis akan menjaga dari modus penipuan semacam King of The King. Lalu ingatlah, bahwa Al-Masih dan Imam Mahdi datang bukan untuk mengubah syariat terakhir (Islam). Dia adalah seorang Muslim sejati, murid Rasulullah saw sejati. Sehingga setiap perbuatan dan hasil pemikirannya tidak akan melenceng dari syariat Al-Quran, sunnah, dan Hadis. Dalam poin ini, maka Al-Masih dalam film Messiah bukanlah Imam Mahdi atau Al-Masih yang sejati. Lalu di tahap terakhir, jika masih belum bisa membedakan kebenaran dan fitnah mengenai Ratu Adil, Allah swt Telah berfirman di dalam Al-Qur’an Surat Al-Haqqah ayat 45-48 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dan sekiranya ia mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami, Niscaya Kami akan menangkapnya dengan tangan kanan, Kemudian tentulah kami memotong urat nadinya, Maka tidak ada seorangpun di antaramu dapat mencegah darinya.”
Sebuah ancaman sekaligus garansi dari Allah Ta’ala kepada umat manusia, yakni jika ada seseorang yang mengada-ada atau berbohong terkait statusnya sebagai Imam Mahdi dan Isa al-Masih yang akan turun di akhir zaman. Maka tidak usah bingung dan repot, sesungguhnya Allah swt sendiri yang akan memotong urat nadinya dan pasti ia akan menemui ajal yang sangat pedih. Tujuan Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan hadir di tengah-tengah manusia bukanlah untuk memulai perang ataupun membuat kekacauan. Namun, hanya bertujuan untuk memperbaiki dua hubungan: hubungan antara hamba dan Tuhannya, yakni dengan mempromosikan dan mengingatkan esensi ajaran agama kepada seluruh umat manusia, juga hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lain, yakni dengan menjunjung tinggi persamaan, hak asasi, dan perdamaian.
Film Messiah tidak dibuat untuk memberikan jawaban, tetapi eksperimen pikiran. Tokoh Al-Masih di dalam film tersebut bukanlah Imam Mahdi atau Isa Al-Masih yang dipercaya akan datang di akhir zaman, melainkan sebuah personifikasi tanda tanya besar mengenai keimanan dan logika. Jangan sampai tertipu oleh ide-ide yang lahir dari glorifikasi masa lalu seperti Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire. Jangan mudah beriman kepada sesuatu yang memiliki embel-embel suci atau keturunan nabi. Tetapi juga jangan sampai menjadi sinis terhadap Al-Masih dan Imam Mahdi. Karena Tuhan tidak pernah bungkam, Tuhan tidak pernah diam. Tuhan selalu memberikan kebenarannya kepada orang-orang yang Dia inginkan.
[1] Ilmu Teologi yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa hari akhir (kiamat)
[2] Yudaisme, Kristiani, Islam
[3] Slametan. Syukuran
[4] Klarifikasi, mencari tahu kebenaran langsung ke sumbernya tanpa prasangka
Oleh : R.A. Abdul Wahab
Referensi :
Petroni, M. 2020. Messiah. Netflix.
Mirza Tahir Ahmad. 2014. Wahyu, Rasionalitas, Pengetahuan, dan Kebenaran. Neratja Press. Terjemahan dari Revelation, Rationality, Knowledge, and Truth. Islam International Publication Ltd. 1998
VOA Indonesia. Kerajaan Palsu: Delusi Keagungan Hingga Ratu Adil. Daring, diakses pada 31 Januari 2020. https://www.voaindonesia.com/a/kerajaan-palsu-delusi-keagungan-hingga-ratu-adil/5263121.html
Tirto.id. Kata Sosiolog Soal Fenomena Sunda Empire hingga King of The King. Daring, diakses pada 30 Januari 2020. https://tirto.id/kata-sosiolog-soal-fenomena-sunda-empire-hingga-king-of-the-king-evsE
Image : Netflix