وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسولَ فَأُولٰئِكَ مَعَ الَّذينَ أَنعَمَ اللَّهُ عَلَيهِم مِنَ النَّبِيّينَ وَالصِّدّيقينَ وَالشُّهَداءِ وَالصّالِحينَ ۚ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفيقًا
“Dan, barangsiapa taat kepada Allah SWT dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang kepada mereka Allah SWT memberikan nikmat, yakni: Nabi-Nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang saleh. Dan, mereka itulah sahabat yang sejati.” [i]
Ayat yang disebutkan di atas adalah salah satu bukti yang tertulis di dalam Al-Qur’an bahwa siapapun orang yang dapat taat dan patuh seutuhnya kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah saw, maka ia dapat dikaruniai rahmat sebagai Nabi. Pengertian Nabi sebagaimana yang telah kita ketahui bersama adalah seseorang yang telah mendapat wahyu dari Allah Ta’ala. Ini artinya siapapun orangnya, dia masih memiliki kesempatan untuk menerima wahyu dari Allah Ta’ala asalkan dia taat secara sempurna kepada Allah dan Rasulullah saw. Tidak terkecuali pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Beliau as. atas berkat kecintaan dan ketaatannya yang luar biasanya kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah saw, Beliau juga telah mendapat wahyu dari Allah Ta’ala.
Wahyu pertama yang turun kepada beliau as berbunyi:
أَلَيسَ اللَّهُ بِكافٍ عَبدَهُ
“Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya?” [ii]
Wahyu ini turun kepada Beliau as. ketika ayahanda Beliau yang bernama Hadhrat Mirza Ghulam Murtadha wafat pada tahun 1876. Pada saat itu, Beliau as. merasa sangat sedih dan kehilangan atas wafatnya ayahanda Beliau yang sangat Beliau cintai. Oleh karena rasa duka yang mendalam yang dialami oleh Beliau as, Allah Ta’ala pun langsung menurunkan wahyu ini kepada utusan-Nya tersebut.
Dengan wahyu ini, Allah Ta’ala seakan-akan ingin mengatakan kepada utusan-Nya tersebut bahwa, “Engkau tidak perlu khawatir, walaupun engkau telah kehilangan ayahandamu, Aku akan tetap terus ada bersamamu dan engkau akan terus mendapati Aku berada di sekitarmu, karena Aku sendiri pun telah lebih daripada cukup bagimu”. Menurut riwayat, pada saat mendapatkan wahyu tersebut, Beliau as. merasa jauh lebih ikhlas untuk melepaskan kepergian ayahandanya.
Bagi seluruh anggota Jamaah Muslim Ahmadiyah, wahyu pertama yang didapatkan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. ini tentu menjadi salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang dihafal oleh mereka. Wahyu ini mereka anggap sebagai bukti bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. adalah seorang utusan Allah. Namun, mungkin masih banyak pula dari antara mereka yang beranggapan bahwa wahyu ini hanyalah berkonteks pada saat kewafatan ayahanda Beliau as. saja. Padahal, jika kita merenungi lebih dalam makna dari wahyu ini, terdapat pesan universal yang ingin disampaikan Allah Ta’ala kepada umat manusia melalui Beliau as.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Beliau berkata, “Suatu hari kami duduk-duduk di sisi Nabi saw, lalu diturunkanlah kepada Beliau saw surat Al-Jumu’ah (ayat 3—4). Maka aku pun bertanya, kepada siapa kalimat dan lain dari antara mereka, yang belum bergabung dengan mereka itu merujuk ya Rasulullah? Kemudian Rasulullah saw meletakkan tangannya di atas bahu Hadhrat Salman Al-Farisi dan bersabda: Jika iman telah naik ke bintang Surayya, maka seseorang dari antaranya lah yang akan membawanya kembali.” [iii]
Dalam Hadist ini, Rasulullah saw menjelaskan kepada kita tentang dua hal yaitu, keadaan umat manusia di akhir zaman dan juga tugas dari Imam Mahdi yang datang di akhir zaman. Pertama, Rasulullah saw menjelaskan keadaan manusia di akhir zaman, yaitu mereka akan melupakan imannya seakan-akan imannya telah naik ke bintang Surayya. Lalu kedua, secara tersirat dijelaskan bahwa tugas dari Imam Mahdi di akhir zaman ini adalah untuk mengembalikan iman-iman umat manusia yang hilang tersebut kembali ke setiap jiwa manusia.
Seperti yang kita dapat lihat bersama, di zaman sekarang ini banyak sekali orang yang telah melupakan agamanya, meninggalkan imannya, dan menyekutukan Tuhannya. Orang-orang telah larut dalam keindahan duniawi yang sangat fana ini. Begitu banyak dari mereka yang begitu mencintai hal-hal duniawi dan melupakan Tuhannya. Bahkan, ketika mereka kehilangan hal-hal duniawi mereka itu, mereka akan sangat terpukul dan bahkan dapat mengutuk Tuhannya. Naudzubillah min dzalik.
Orang-orang pada zaman sekarang ini sudah tidak lagi memedulikan Tuhan ataupun agama. Satu-satunya yang mereka pikirkan adalah bagaimana mereka dapat meraih sebanyak-banyak nikmat-nikmat duniawi, meski dengan cara-cara yang sangat bertentangan dengan hukum Tuhan sekalipun. Pada zaman ini pula segala perilaku manusia sudah tidak menunjukkan sisi kemanusiaannya lagi, bahkan derajat manusia sudah begitu rendah sehingga binatang pun terkadang masih dapat dianggap lebih suci daripada manusia. Di dalam satu hadist Rasulullah saw juga pernah bersabda, ”Sungguh umat ini akan menjadi kaum kera dan babi.” [iv]
Lalu apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk turunnya Imam Mahdi yang dinubuatkan oleh Rasulullah saw 14 abad yang lalu?
Melihat keadaan zaman yang sudah memenuhi nubuatan Rasulullah saw dalam hadits di atas, maka memang sekarang adalah waktunya bagi seorang utusan Allah untuk datang dan menggenapi nubutan Rasulullah saw tersebut. Beliau saw. sendiri yang juga memerintahkan kepada kita semua untuk menerima kedatangan Imam Mahdi tersebut seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al-Hakim berikut, “Maka apabila kamu sekalian mengetahuinya (Imam Mahdi), maka berbai’atlah kamu kepadanya, meskipun kamu merangkak di atas salju, karena ia Khalifatullah, Al-Mahdi.” [v]
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengimani kedatangan Imam Mahdi yang sudah dinubuatkan oleh Rasulullah saw, karena Beliaulah yang akan mengembalikan iman yang sudah naik ke bintang Surayya tersebut kembali ke dalam setiap jiwa manusia. Dan kunci dari tugas besar beliau itu adalah wahyu pertama Beliau as. Melalui wahyu tersebut, orang-orang yang telah mengenal dan mengimani Beliau as. sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau’ud diminta untuk terus mengingat bahwa sesungguhnya hanya dengan beriman kepada Allah Ta’ala sajalah, hal itu sudah mencukupi bagi kehidupan seorang manusia. Oleh karena segala kebutuhan yang manusia butuhkan untuk kehidupannya, hanya Allah Ta’ala lah yang dapat memberikannya kepada manusia. Tidak ada Dzat lain selain Allah Ta’ala yang dapat memberikan apapun yang manusia inginkan dan butuhkan.
Dengan demikan, Allah Ta’ala sendiri sudah lebih daripada cukup bagi seorang hambanya karena memang tujuan akhir kehidupan manusia adalah untuk mencapai kedekatan dengan Tuhannya. Itulah mengapa wahyu ini menjadi kunci bagi dakwah Imam Mahdi as di dunia ini karena tugas utama dari Beliau as. diutus ke dunia ini adalah untuk mengembalikan iman yang sudah hilang tersebut kembali ke setiap jiwa manusia.
Oleh : Mubarik Ahmad
Referensi :
[i] (Q.S. An-Nisa: 69).
[ii] (Q.S. Az-Zumar: 36).
[iii] (Sahih-ul-Bukhari, Kitabut Tafsir).
[iv] (Kanzul Ummal, Juz XIV/38739, dikutip dari https://ahmadiyah.id/pustaka/brosur/imam-mahdi-as-sudah-datang).
[v] (“al-Mustadrak” – dari Tsauban ra dan Kanzul Ummal, Juz XIV, Hadits no. 38658, dikutip dari https://ahmadiyah.id/pustaka/brosur/imam-mahdi-as-sudah-datang).
Sumber Gambar : alhakam.org