Ahmadiyah dan Kesetiaan Pada Pancasila

1445

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sejatinya adalah ideologi yang sudah teruji menjadi landasan yang kuat untuk menjaga harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara serta cita-cita luhur meraih keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam yang menekankan pada moral, kemanusiaan, persatuan, toleransi, perdamaian dan keadilan. Bahkan pemimpin Muslim Ahmadiyah dunia ke IV Mirza Tahir Ahmad ketika berkunjung ke Indonesia pada tahun 2000 menyatakan bahwa Pancasila sebagai “The Golden Principle” bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Secara Etimologis istilah “Pancasila” berasal dari sangsekerta dari India, merupakan bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat biasa adalah Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sangsekerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu: Panca ”artinya lima” dan “syla” vokal “i” pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar” “syila” vokal “i” panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”. Kata- kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama dalam bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas, oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila “yang dimaksudkan adalah istilah “panca syilia” dengan vokal “i” pendek yang memiliki makna leksikal “ berbatu sendi lima” , atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “panca syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting. Perkataan Pancasila mula mula terdapat dalam kepustakaan Buddha di India. Ajaran Buddha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka yang terdiri atas tiga macam buku besar yaitu: Sutha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitaka. Dalam ajaran terdapat ajaran moral untuk mencapai Nirwana dengan melalui Samadhi, dan setiap golongan berbeda kewajiban moralnya. Dengan masuknya kebudayaan India ke Indonesia melalui penyebaran agama Hindhu dan Buddha, maka ajaran “pancasila” Buddhisme-pun masuk ke dalam kepustakaan Jawa, terutama pada Jaman Majapahit. Perkataan “pancasila” dalam khasanah kesusasteraan nenek moyang kita jaman keemasan keprabuan Majapahit dibawah raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gadjah Mada, dapat ditemukan dalam keropak (daun lontar) negara kertagama, yang berupa kakawin (sair pujian) dalam pujangga istana bernama empu Prapanca yang selesai ditulis pada tahun 1365, dimana dapat kita temui dalam sarga yang berbunyi sebagai berikut: Yatnaggegwani pancasyiila kartasangkarbgisekata, yang artinya raja menjalankan dengan dengan setia kelima pantangan (Pancasila), begitupula upacara – upacara ibadat dan penobatan-penobatan.

Secara historis kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia diawali dari sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29-31 Mei 1945, pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, penyusunan “Piagam Jakarta” pada tanggal 22 Juni 1945, dan UUD Negara Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang secara yuridis-formal menetapkan dan memberlakukan rumusan Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea IV, sebagai berikut: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Konsistensi perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam hal yang paling sensitif, yaitu kehidupan beragama menjadi tantangan tersendiri ke depannya. Hal tersebut merupakan modal bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi gelombang arus global ideologi ekstrem, liberalisme, kapitalisme di satu sisi dan ideologi radikal atas nama agama di sisi lain. Pancasila dan bangsa Indonesia berpeluang besar menjadi inspirasi bagi bangsa lain di dunia tentang sebuah masyarakat yang kompleks dan beragam tetapi dapat hidup damai, harmoni dan memenuhi keadilan hak-hak warga negaranya termasuk kebebasan beragama.

Dalam konteks kebangsaan, Muslim Ahmadiyah Indonesia memegang teguh ideologi Pancasila dan terus mempertahankan NKRI. Dalam wilayah perjuangan, Ahmadiyah telah turut berjuang menghapus ketidakadilan pemerintah kolonial terhadap masyarakat Indonesia. Ide-ide Ahmadiyah diadopsi oleh para pejuang kemerdekaan seperti Sukarno, bahkan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya W.R. Supratman adalah seorang  Ahmadiyah. Pahlawan Ampera Arif Rahman Hakim pun adalah anggota Ahmadiyah yang meninggal karena ditembak sewaktu berlangsungnya demonstrasi mahasiswa yang menuntut Tritura menyuarakan keadilan untuk bangsanya. Dalam wilayah hukum, Muslim Ahmadiyah termasuk organisasi yang taat hukum, dan terus mendukung penegakan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Secara legalitas, Muslim Ahmadiyah Indonesia merupakan organisasi berbadan hukum sesuai surat Depertemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Sosial Politik tahun 1993 dengan no 363.4/DPM/SOS/93.

Pancasila sebagai sebuah tata nilai yang menjadi panduan hidup Bangsa Indonesia sangat selaras dengan nilai-nilai Islam yang mendorong umatnya jadi manusia-manusia yang sangat mencintai Tuhan-Nya dengan wujud nyata mempraktekan kehidupan sehari-hari yang penuh nilai moral dalam sikap, ucapan dan perbuatan. Pancasila juga selaras dengan konsep Ahmadiyah yakni sebagai organisasi spiritual yang murni memiliki tujuan menuntun manusia kepada jalan ketakwaan, membawa persatuan bangsa-bangsa di dunia, dan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dengan cara menjaga kemerdekaan, kehidupan dan kehormatan seluruh umat manusia.

Islam mengajarkan bahwa kecintaan pada bangsa merupakan bagi dari iman. Komunitas Muslim Ahmadiyah Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Islam Indonesia akan selalu berusaha untuk memenuhi panggilan agama sekaligus negara dalam mempromosikan perdamaian dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, sekaligus mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

kami Muslim, kami Ahmadiyah, kami Indonesia, kami Pancasila.


Penulis: Mohamad Irfan

(Diolah dari berbagai sumber)

Sumber Gambar : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Fdasurya%2F555e0ee2347b615f0d8b4567%2Fmakna-burung-garuda&psig=AOvVaw0TpjO5wuRe4y7I1OcMjffJ&ust=1625104113690000&source=images&cd=vfe&ved=0CAoQjRxqFwoTCLCNleWevvECFQAAAAAdAAAAABAM