Dewasa ini pendidikan yang bersifat agama tidak mendapat perhatian,karena pengaruh budaya barat yang menjadi tren dunia pada masa kini. Orang tua dalam menghadapi Pendidikan anak-anaknya, tergantung pada setiap pendidikan guru di sekolah saja, seperti pendidikan formal ilmu pengetahuan dan pendidikan mental sepiritual. Untuk itu demi tegaknya syari’at islam,kita sebagai murid Iman Mahdi a.s. harus mempunyai pedoman dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis untuk mendidik anak kita.
Didalam Al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman, artinya :
“ Hai,orang-orang yang beriman ! Pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka,yang bahan bakarnya manusia dan batu. ‘’ ( Surat at-Tahrim 66:7 ).
Kalau kita perhatikan secara seksama,dalam ayat di atas tersebut terkandung suatu perintah, bahwa Pendidikan haruslah dimulai dari keluarga dulu,karena keluarga merupakan sebagian kecil dari masyarakat itu tadi. Maka apabila dalam suatu keluarga gagal dalam memberikan pendidikan di dalam lingkungan keluarga itu akan membawa efek negatif dalam pergaulan masyarakat. Maka dari itu untuk pendidikan anak-anak kita,selaras dengan perintah ayat tersebut diatas,hendaknya sedini mungkin kita harus lebih memperhatikan tentang agama kepada anak-anak.
Pertama kita harus menerapkan pendidikan yang bersifat akhlak fadillah,seperti menjaga lidah-lidah mereka dalam mengucapkan kata-kata. Menjaga lidah bearti menjaga diri dari ucapkan perkataan yang tidak baik,kotor,keji, serta menjerumuskan pelakunya kepada perbuatan dosa. Banyak sekali bahaya yang dihasilkan dari keteledoran lidah (tak terkendalikannya lidah). Dari lidah orang dapat dihukum ataupun dibunuh, dari pergaulan sosial bisa mengalami ketegangan, juga lidah bisa menimbulkan permusuhan.
Fitnah pun dapat dihembuskan dari lidah,dan banyak bahaya lainnya. Pendek kata jika ia tidak dijaga, lidah akan cenderung menyebabkan kesulitan,ketegangan,konflik,serta dosa. Itulah sebabnya kita menjaga lidah agar supaya dapat mengatakan perkataan yang baik. Bila perhatikan dan kita simak sungguh tepat sekali sabda Rasulullah SAW dalam hadis Abu Hurairah r.a yang mengatakan :
‘’ barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya hendaklah berkata dengan perkataan yang baik,atau diam. “
Perkataan Rasulullah SAW itu memang sesuai dengan kenyataan, manusia pada dasarnya cenderung menggunakan lidahnya untuk perkataan yang negatif dari pada yang baik. Lebih cenderung menggunakan lidahnya untuk melakukan perbuatan dosa dari pada meraih pahala. Oleh sebab itu penjagaan lidah untuk hanya mengatakan perkataan yang baik atau diam adalah suatu nasehat jitu. Abu laits As-Samarqand dalam bukunya ‘’ Tanbihul Ghafilin ‘’ memperingatkan, “ ketahuilah bahwa manusia baru akan dapat mengalahkan syaitan apabila dia diam.’’
Oleh karena itu hendaknya setiap orang muslim menjaga lidahnya sehingga dengan penjagaan itu akan terpelihara dari godaan syaitan menggoda manusia melalui lidahnya yang tak terkendalikan dengan cara mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak baik. Perkataan yang demikian itu biasanya dimanifestasikan dalam beberapa bentuk dosa,seperti :
Pertama :
Berdusta (berbohong) yakni, perkataan yang tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, dusta dilarang oleh islam sebab akan menyebabkan orang yang mendengarkan dan juga yang mengatakan akan tersesat. Maka dari itu,jagalah anak-anak kita jangan suka berdusta.
Hadis Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan yang artinya :
“ Waspadalah engkau sekalian daripada dusta,sebab sesungguhnya dusta itu akan menyebabkan kepada kecelakaan, dan kecelakaan akan menyebabkan seseorang masuk kedalam neraka.’’
Memang jelas,lidah yang mengatakan yang tidak sebenarnya, tidak akan memberikan akibat lain kecuali kecelakaan di dunia dan akhirat.
Kedua :
Ghibah (mengumpat) yakni, perkataan yang menyesali atau mencela orang lain, dengan tujuan membuat orang tersebut hina dan terpencil dari pergaulan masyarakat. Dalam salah satu Hadis,Jabir bin Abdullah meriwayatkan Rasulullah SAW antara lain mengatakan :
‘’ Sesungguhnya kelompok orang-orang munafik selalu mencela (mengumpat) orang-orang islam.’’
Ketiga :
Namimah yakni, perkataan yang suka mengadu dombakan orang, dengan menghasut atau memanasi salah satu atau kedua-duanya. Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a Nabi SAW memberikan ancaman keras kepada pengadu-ngadu, yang artinya :
‘’ Tidak akan masuk surga orang-orang yang suka mengadu dombakan, karena sifat begitu adalah sifat syaitan.’’
Keempat :
Laghau yakni, perkataan yang sia-sia atau membual, dan tidak ada manfa’atnya. Perkataan yang demikian tidak akan diucapkan oleh orang-orang mukmin. Hal ini telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minum ayat 3, Ketika menerangkan ciri-ciri khas orang-orang mukmin, yang satu di antaranya tidak suka mengatakan yang sia-sia.
Salah satu aspek tarbiyat yang lain ialah saling memperbaiki kesalahan. kalau kita melihat tingkah-laku anak-anak kita bertentangan dengan syari’at, hendaknya kita jangan membiarkan begitu saja. Atau kita jangan sebagai penonton saja dan berfikir bahwa mereka masih anak-anak. Kebaikannya kita harus berusaha sekeras-kerasnya untuk memperbaiki perbuatan (hal) itu, Rasulullah SAW bersabda :
‘’barangsiapa melihat suatu perbuatan yang tidak senonoh atau bertentangan dengan syari’at, berusahalah memperbaiki dengan tangan sendiri. Tetapi jika berbuat demikian tidak mungkin baginya, berusahalah memperbaiki dengan lidah, jika hal itu tidak mungkin baginya, ia sekurang-kurangnya harus mencela hal itu didalam hatinya dan mencoba memperbaikinya dengan jalan mendo’akannya.’’
Dengan perintah ini Rasulullah SAW telah melatih tiap orang-orang mukmin menjadi tangkas dengan tugas saling awas mengawasi. Beliau tidak memperkenankan orang-orang islam bersikap masa bodoh melihat keburukan, tetapi sayang sekali dewasa ini kebanyakan orang sekalipun melihat pelanggaran-pelanggaran syari’at dan kesusilaan, dan juga mendengar pembicaraan-pembicaraan yang melanggar tata kesopanan, namun mereka berdiam diri dan tidak bertindak (menasihatinnya). Atau mereka melihat dengan kedua belah mata sendiri kejahatan yang telah berakar dan tumbuh dari biji menjadi tanaman, dari tanaman yang kecil sampai menjadi sebatang pohon yang rindang, tetapi mereka tidak ambil pusing. Tidak terpikir sama sekali oleh mereka bahwa, apa yang menyala di rumah kawannya,keluarganya atau tetangganya, esok lusa api itu bisa menjalar bahkan menjadi merajalela dan akhirnya menjilat rumahnya sendiri, hingga hancur lebur menjadi abu, oleh karena itu maka jelaslah menjadi kewajiban bagi tiap-tiap orang Ahmadi, kalau melihat sesuatu yang bertentangan dengan syari’at dan akhlaq keluarganya, kawan tetangganya, kenalannya atau lain-lainya. Ia harus berusaha memperbaikinya begitu pula apabila anak-anak mereka mempunyai sifat yang begitu haruslah kita merobahnya. Dengan tangan,dengan lidah, atau dengan hati, Tetapi kita harus ingat bahwa, memperbaiki dengan tangan tidak berarti harus mempunyai kekerasan, apa lagi terhadap orang yang ia tidak mempuyai hubungan apa-apa, Sebab islam tidak mengizinkan mengadakan paksaan. Perintah ini hanya khusus bagi orang-orang tua dan orang yang dituakan yang mempunyai hak mengawasi anak-anak mereka. Atau perintah itu bersangkutan dengan pemerintah yang berwenang mengatur ketertiban, atau pemimpin yang bersangkutan dengan pemerintah yang berwenang untuk mengadakan perbaikan tarap hidup masyarakatnya. (“buku dasar-dasar Pendidikan bagi jemaat‘’)
Dalam hal ini peraturan yang berlaku bagi umum, seperti yang difirmankan Allah Ta’ala didalam Al-Qur’an yang artinya :
‘’ Engkau harus memanggil orang-orang kejalan kebenaran, akan tetapi jangan dengan paksaan,melainkan dengan cara bijaksana dan dengan anjuran serta nasehat yang baik.’’ ( surat An-Nahl 16 :126 )
Maka dari itu kita sebagai orang tua bagi anak-anak kita memulai mendidik anak kepada agama dan kesusilaan yang menurut hukum syari’at. Dan mengenal diri mereka sendiri dan mengenai kebaikan agar supaya diri mereka selamat dalam dunia dan akhirat, dari pergaulan yang bersifat negatif. Agar mereka bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sungguh berat tugas dan kewajiban orang tua dalam memajukan anak untuk mencari sesuatu derajat yang tinggi, karena kita dituntut pengorbanan moril maupun materil. Akan tetapi, bila dapat melaksanakan tugas tersebut dan dapat dirasakan hasilnya oleh anak kita, maka kita sebagai orang tua hanya dapat mengucapkan puji syukur Alhamdulillah karena telah memberikan bekal pada anak kita yang tiada habisnya. Di samping itu pula kita bagai telah diringankan beban yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk memberikan Pendidikan kepada anak yang merupakan titipan Allah yang sangat berharga.
Oleh : Mirza Usman Fadhal Ahmad
Sumber : 1. ( Surat At-Tahrim 6:7 )
2. ( surat An-Nahl 16:126 ).
3. buku dasar-dasar Pendidikan bagi jemaat
Sumber gambar : unplash.com